Kisah Nabi Musa AS dan Bani Israil merupakan salah satu episode paling monumental dalam sejarah peradaban manusia, sebuah narasi epik tentang penindasan, pembebasan, dan ujian iman yang tak terhitung. Berabad-abad lamanya, kisah ini terus menginspirasi dan memberikan pelajaran berharga tentang keteguhan, keimanan, dan konsekuensi dari ketaatan dan ketidaktaatan. Sumber utama uraian ini bersumber dari tafsir Ibnu Katsir, yang memberikan gambaran detail tentang perjalanan panjang dan penuh liku yang dilalui Nabi Musa dan umatnya.
Bani Israil, keturunan Nabi Ya’kub AS, hidup dalam belenggu perbudakan yang kejam di Mesir di bawah pemerintahan Fir’aun, seorang penguasa yang dikenal akan kediktatorannya yang brutal dan keangkuhannya yang tak terukur. Mereka dipaksa menjadi tenaga kerja paksa, menjalani kehidupan yang penuh penderitaan dan penghinaan. Fir’aun, yang menganggap dirinya sebagai dewa, tidak hanya menindas Bani Israil secara fisik dan ekonomi, tetapi juga secara sistematis melakukan genosida terhadap bayi laki-laki mereka, demi mencegah pertumbuhan populasi yang berpotensi mengancam kekuasaannya. Kehidupan mereka bagaikan neraka duniawi, dipenuhi dengan kerja keras tanpa henti, ancaman kematian yang selalu mengintai, dan rasa putus asa yang mendalam.
Di tengah keputusasaan yang mencekam inilah, Allah SWT mengutus Nabi Musa AS, seorang nabi yang dikaruniai kemampuan luar biasa dan keteguhan hati yang tak tergoyahkan. Musa AS ditugaskan untuk membebaskan Bani Israil dari cengkeraman Fir’aun dan memimpin mereka menuju tanah perjanjian yang dijanjikan. Misi ini bukan sekadar pembebasan fisik, tetapi juga pembebasan spiritual, sebuah perjuangan untuk meraih kembali martabat dan kebebasan yang telah dirampas selama bergenerasi.
Perjuangan Musa AS dimulai dengan menghadapi Fir’aun yang arogan dan angkuh. Musa AS, dengan pertolongan Allah SWT, menunjukkan mukjizat-mukjizat yang menakjubkan untuk membuktikan kebenaran wahyu yang dibawanya. Namun, Fir’aun, yang dibutakan oleh kesombongan dan kekuasaannya, menolak untuk tunduk pada perintah Allah SWT dan terus menindas Bani Israil. Konflik antara Musa AS dan Fir’aun menjadi simbol pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, antara keimanan dan kesombongan.
Puncak dari penindasan ini terjadi ketika Bani Israil, atas izin Allah SWT dan bimbingan Musa AS, memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Mereka memanfaatkan kesempatan untuk melakukan exodus besar-besaran, sebuah tindakan berani yang penuh risiko. Mereka meminta izin kepada Fir’aun untuk merayakan hari raya, sebuah permintaan yang disambut dengan persetujuan yang semu. Fir’aun, yang tidak mengira akan terjadi pelarian besar-besaran, memberikan izin tersebut tanpa menyadari rencana besar yang tengah disusun Bani Israil.
Di bawah naungan malam, Bani Israil meninggalkan Mesir secara diam-diam, meninggalkan kehidupan perbudakan yang penuh derita. Namun, pelarian mereka tidak berlangsung tanpa hambatan. Fir’aun, menyadari pengkhianatan ini, segera mengerahkan seluruh pasukannya untuk mengejar mereka. Bani Israil, yang kelelahan dan ketakutan, terpojok di tepi Laut Merah. Situasi tampak begitu genting, seolah-olah tidak ada jalan keluar dari pengejaran pasukan Fir’aun yang memburu mereka tanpa ampun.
Di saat-saat kritis inilah, Allah SWT menunjukkan kuasa-Nya yang maha dahsyat. Dengan perintah Allah SWT, Musa AS memukulkan tongkatnya ke laut, dan terjadilah mukjizat yang mengguncang alam semesta. Laut terbelah menjadi dua, membentuk jalan kering di tengahnya, memungkinkan Bani Israil untuk menyeberang dengan selamat. Pemandangan ini merupakan manifestasi nyata dari kekuasaan Allah SWT, sebuah bukti nyata bahwa tiada yang mustahil bagi-Nya.
Sementara itu, pasukan Fir’aun, yang penuh dengan kesombongan dan keangkuhan, mengikuti Bani Israil ke dalam laut yang terbelah. Namun, setelah Bani Israil berhasil menyeberang, laut kembali menutup, menenggelamkan Fir’aun dan seluruh pasukannya. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga tentang kesombongan dan keangkuhan yang akan berujung pada kehancuran. Fir’aun, yang selama ini merasa tak terkalahkan, akhirnya tunduk pada kekuasaan Allah SWT yang maha agung.
Setelah terbebas dari cengkeraman Fir’aun, Bani Israil melanjutkan perjalanan menuju tanah perjanjian di Syam (Palestina). Perjalanan ini bukanlah perjalanan yang mudah. Mereka menghadapi berbagai tantangan, termasuk kekurangan air dan makanan. Namun, dengan bimbingan Musa AS dan pertolongan Allah SWT, mereka mampu mengatasi setiap rintangan yang dihadapi. Allah SWT memberikan mukjizat-mukjizat lain, seperti mengubah air pahit menjadi air tawar, sebagai bukti nyata akan pertolongan-Nya.
Setelah melewati perjalanan panjang dan penuh cobaan, Bani Israil akhirnya tiba di perbatasan Yerusalem, kota yang saat itu dikuasai oleh kaum zalim. Musa AS memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Yerusalem dan menaklukkannya, sebuah perintah yang seharusnya membawa mereka menuju kemenangan dan kejayaan. Namun, sebagian besar Bani Israil dilanda rasa takut dan keraguan. Mereka ragu akan kemampuan mereka untuk menghadapi musuh yang kuat dan memilih untuk tidak mematuhi perintah Musa AS. Mereka meminta Musa AS untuk berperang sendiri melawan kaum zalim tersebut.
Keengganan Bani Israil untuk mematuhi perintah Allah SWT melalui Musa AS berakibat fatal. Ketidakpercayaan dan ketakutan mereka menjadi penghalang bagi mereka untuk meraih kemenangan dan memasuki tanah perjanjian. Sebagai konsekuensi dari ketidaktaatan mereka, Allah SWT menjatuhkan hukuman kepada Bani Israil. Mereka dihukum untuk mengembara di padang pasir selama 40 tahun, sebuah masa penantian yang panjang dan penuh penderitaan. Hukuman ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya ketaatan dan kepercayaan kepada Allah SWT dan pemimpin yang diutus-Nya.
Kisah Musa AS dan Bani Israil bukanlah sekadar cerita sejarah, tetapi juga sebuah pelajaran yang sarat makna. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya keimanan, keteguhan, dan ketaatan kepada Allah SWT. Ia juga mengingatkan kita akan konsekuensi dari kesombongan, keangkuhan, dan ketidakpercayaan. Perjalanan panjang dan penuh cobaan yang dilalui Musa AS dan Bani Israil menjadi bukti nyata bahwa dengan pertolongan Allah SWT, setiap rintangan dapat diatasi, dan kebebasan sejati dapat diraih. Kisah ini tetap relevan hingga saat ini, memberikan inspirasi dan pelajaran berharga bagi setiap generasi. Ia mengingatkan kita akan pentingnya perjuangan untuk kebenaran, keadilan, dan pembebasan dari segala bentuk penindasan.