Jakarta, 5 Februari 2025 – Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, secara resmi membuka Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU 2025 di Hotel Sultan, Jakarta. Perhelatan akbar tiga hari ini (5-7 Februari 2025) menjadi bagian integral dari rangkaian peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 NU, yang mengusung tema “Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat.”
“Dengan mengucapkan Bismillah tawakkaltu ‘alallah la haula wala quwwata illa billah, Munas-Konbes pada hari ini, tanggal 5-7 Februari 2025 yang diselenggarakan PBNU, saya nyatakan dibuka,” tegas Kiai Miftachul Akhyar di hadapan para peserta yang terdiri dari para alim ulama, tokoh masyarakat, dan perwakilan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Munas dan Konbes NU 2025 bukan sekadar agenda rutin organisasi. Di tengah dinamika sosial, politik, dan ekonomi nasional yang kompleks, forum ini menjadi panggung strategis bagi Nahdlatul Ulama untuk merumuskan strategi dan kebijakan ke depan, khususnya dalam menghadapi tantangan bonus demografi dan revolusi industri 5.0. Para peserta akan membahas berbagai isu aktual yang berkaitan dengan keagamaan, sosial, politik, dan kebangsaan, dengan harapan menghasilkan rumusan yang komprehensif dan berdampak luas bagi kemajuan bangsa.
Dalam sambutannya yang penuh makna, Kiai Miftach menekankan pentingnya merekontekstualisasi pemikiran para pendahulu NU dalam bingkai trilogi ukhuwah: persaudaraan sesama muslim, sesama anak bangsa, dan sesama manusia. Beliau mengingatkan bahwa kekuatan NU terletak pada soliditas internal dan komitmennya pada nilai-nilai persaudaraan yang universal. Ukhuwah Nahdliyah, menurut Kiai Miftach, harus menjadi cerminan moral utama dalam menyongsong bonus demografi. Bukan sekadar jumlah penduduk yang melimpah, bonus demografi harus dimaknai sebagai momentum lahirnya generasi emas yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing tinggi. Kegagalan memanfaatkan momentum ini, sebaliknya, dapat berujung pada musibah sosial dan ekonomi.
Menyikapi pesatnya perkembangan teknologi dan transformasi digital di era revolusi industri 5.0, Kiai Miftach meluncurkan konsep “Strategi 5G NU” sebagai penyeimbang kemajuan teknologi. Strategi ini bukan semata-mata mengikuti arus globalisasi, melainkan sebagai upaya untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk kepentingan umat dan bangsa. Kelima pilar Strategi 5G NU tersebut adalah:
-
Grand Idea: Merumuskan visi dan misi NU yang kuat dan terarah, dengan tetap memperkuat semangat khidmah (pengabdian) sebagai landasan utama seluruh aktivitas organisasi. Visi ini harus mampu menginspirasi dan memotivasi seluruh kader NU untuk berkontribusi nyata bagi masyarakat.
-
Grand Design: Perencanaan program kerja yang terukur dan terintegrasi di semua tingkatan organisasi, mulai dari tingkat ranting hingga pusat. Program kerja yang terencana dengan baik akan memastikan efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
-
Grand Strategy: Penyebaran dan penguatan pemahaman ideologi dan program kerja NU secara terencana dan terkelola dengan baik kepada kader dan masyarakat luas. Istilah “penguatan” dipilih secara sengaja untuk menggantikan “invasi”, menunjukkan pendekatan yang inklusif dan partisipatif dalam menyebarkan nilai-nilai NU.
-
Grand Control: Penetapan garis komando organisatoris yang jelas dan efektif untuk memastikan koordinasi dan pengawasan yang optimal dalam pelaksanaan program kerja. Sistem ini penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan memastikan tercapainya tujuan organisasi.
-
Grand Sami’na wa Atha’na: Penguatan budaya kepatuhan dan ketaatan terhadap pimpinan dan keputusan organisasi. Hal ini penting untuk menjaga kesatuan dan soliditas internal organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan.
Kiai Miftach mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi penggerogotan program-program NU oleh kepentingan-kepentingan sesaat. Beliau menekankan perlunya pengawasan ketat untuk memastikan bahwa program-program yang telah dirumuskan dan disepakati tetap berjalan sesuai rencana dan tidak terganggu oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat pragmatis.
Harlah ke-102 NU, menurut Kiai Miftach, menjadi titik tolak bagi organisasi untuk “terbang landas”, bersaing secara positif (fastabiqul khairat) dengan organisasi lain dalam memperkuat persatuan dan persaudaraan. Beliau juga menyampaikan dukungannya terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, berharap kepemimpinannya mampu membawa Indonesia keluar dari kemiskinan ekstrem dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2025 diharapkan tidak hanya menghasilkan aturan perundang-undangan semata, tetapi juga memperhatikan aspek kepatutan dan etika dalam seluruh proses pembahasan. Kiai Miftach bahkan menyoroti perlunya evaluasi terhadap kriteria Ahlul Halli wal Aqdi (orang yang berhak menentukan) dalam memilih pimpinan puncak NU, agar pemilihan tersebut mampu menghasilkan pemimpin yang sesuai dengan cita-cita pendiri NU.
Di bidang ekonomi, Kiai Miftach berharap Munas dan Konbes NU dapat menghasilkan rumusan yang bermanfaat dan berdampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Beliau kembali menekankan pentingnya menjaga ukhuwah Nahdliyah sebagai modal utama dalam menghadapi bonus demografi. Ukhuwah yang kuat akan melahirkan generasi emas yang berkualitas, berakhlak mulia, dan mampu berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa dan negara.
Secara keseluruhan, Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2025 bukan sekadar forum silaturahmi, tetapi merupakan momentum strategis bagi Nahdlatul Ulama untuk menegaskan komitmennya dalam menjaga keutuhan NKRI, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan menghadapi tantangan masa depan dengan strategi yang terukur dan terencana. Harapannya, hasil dari Munas dan Konbes ini akan menjadi pedoman bagi seluruh kader NU dalam menjalankan pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Perhelatan ini menjadi bukti nyata peran Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dalam berkontribusi aktif bagi pembangunan nasional.