Surah Maryam, surah ke-19 dalam Al-Qur’an, terdiri dari 98 ayat dan dikategorikan sebagai surah Makkiyah, diturunkan di kota Makkah sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW. Ayat 30-35 surah ini menyajikan kisah luar biasa tentang kelahiran Nabi Isa Al-Masih, putra Siti Maryam, yang menjadi salah satu bukti nyata kekuasaan dan keagungan Allah SWT. Ayat-ayat ini tidak hanya menuturkan peristiwa kelahirannya yang ajaib, tetapi juga mengungkap respons Nabi Isa Al-Masih yang masih bayi terhadap keraguan dan penolakan sebagian kaumnya, serta menegaskan kembali keesaan dan kesempurnaan Allah SWT.
Kelahiran Ajaib dan Pengakuan Awal Nabi Isa Al-Masih
Ayat-ayat ini membuka tabir kelahiran Nabi Isa Al-Masih yang unik dan penuh keajaiban. Ia lahir tanpa seorang ayah, sebuah peristiwa yang mustahil menurut hukum alam, namun nyata terjadi atas kuasa Allah SWT. Kejadian ini menjadi bukti nyata kekuasaan Ilahi yang mampu melampaui batas-batas pemahaman manusia. Bayi Isa Al-Masih, dalam dekapan ibundanya, Siti Maryam, menunjukkan mukjizat pertamanya: berbicara dan menyatakan kehambaannya kepada Allah SWT.
Dalam ayat 30, dijelaskan perkataan Nabi Isa Al-Masih: "Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi." (QS. Maryam: 30). Pernyataan ini, yang keluar dari lisan seorang bayi, merupakan bukti nyata kenabiannya dan sekaligus penegasan akan keesaan Allah SWT. Ia tidak mengklaim dirinya sebagai Tuhan atau anak Tuhan, melainkan sebagai hamba Allah yang diberi amanah kenabian. Pengakuan ini langsung membantah berbagai klaim sesat yang kemudian berkembang di kalangan penganut agama Nasrani.
Berkah, Kewajiban, dan Ketaatan Nabi Isa Al-Masih
Ayat selanjutnya (ayat 31) melanjutkan kisah dengan menjelaskan berkah yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Isa Al-Masih: "Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku salat dan zakat selama aku hidup." (QS. Maryam: 31). Ayat ini menunjukkan bahwa kenabian Isa Al-Masih disertai dengan berkah dan rahmat Allah yang melimpah. Keberadaannya membawa kebaikan dan keberkahan bagi sekitarnya. Lebih dari itu, ayat ini juga menegaskan bahwa Nabi Isa Al-Masih, meskipun seorang nabi, tetap menjalankan kewajiban-kewajiban agama seperti salat dan zakat, menunjukkan ketaatan dan kepatuhannya yang sempurna kepada Allah SWT. Ini menjadi teladan bagi seluruh umat manusia, bahwa ketaatan kepada Allah SWT adalah kewajiban bagi semua orang, tanpa terkecuali, termasuk para nabi.
Ayat 32 menambahkan dimensi lain dari kehidupan Nabi Isa Al-Masih, yaitu ketaatannya kepada ibunya: "Dan Dia menjadikan aku berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong dan sengsara." (QS. Maryam: 32). Ayat ini menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua, khususnya ibu, sebuah nilai luhur yang diajarkan dalam Islam dan agama-agama lain. Ketaatan Nabi Isa Al-Masih kepada ibunya menjadi contoh nyata bagaimana seorang nabi yang mulia tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keluarga. Selain itu, ayat ini juga menyingkirkan sifat-sifat tercela seperti kesombongan dan kesengsaraan, menunjukkan kesederhanaan dan kerendahan hatinya.
Doa dan Keselamatan Nabi Isa Al-Masih
Ayat 33 berisi doa Nabi Isa Al-Masih yang mengungkapkan harapan akan keselamatan dan kesejahteraan: "Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku dan hari aku dibangkitkan kembali." (QS. Maryam: 33). Doa ini menunjukkan kerendahan hati dan ketawakkalannya kepada Allah SWT. Ia memohon keselamatan dan keberkahan bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Doa ini juga menjadi gambaran akan perjalanan hidup seorang nabi yang penuh dengan ujian dan cobaan, namun tetap teguh dalam keimanan dan ketaatannya.
Penutup dan Penegasan Keesaan Allah SWT
Ayat 34 dan 35 menjadi penutup kisah ini, sekaligus menegaskan kembali keesaan Allah SWT dan membantah segala bentuk penyimpangan aqidah: "Itulah Isa putra Maryam, (yang merupakan) perkataan yang benar yang mereka (orang-orang Yahudi) ragu-ragu terhadapnya. Tidaklah pantas bagi Allah mengambil anak. Maha Suci Allah; apabila Dia menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: "Jadilah", maka jadilah ia." (QS. Maryam: 34-35). Ayat ini secara tegas membantah anggapan bahwa Isa Al-Masih adalah anak Allah. Allah SWT Maha Suci dan tidak membutuhkan anak atau keturunan. Kekuasaan-Nya mutlak dan tak terbatas. Cukup dengan firman-Nya, "Kun fayakun" (Jadilah, maka jadilah), semua sesuatu tercipta. Kejadian ajaib kelahiran Isa Al-Masih adalah bukti nyata kekuasaan Allah SWT, bukan bukti ketuhanan Isa Al-Masih atau bahwa Allah SWT memiliki anak.
Tafsir Kemenag dan Implikasinya
Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menjelaskan ayat-ayat ini dengan detail, menekankan aspek-aspek penting seperti mukjizat kelahiran Isa Al-Masih, pernyataan kehambaannya kepada Allah SWT, kewajibannya menjalankan ibadah, ketaatannya kepada ibunya, dan doanya memohon keselamatan. Tafsir ini juga secara tegas membantah klaim-klaim sesat yang mengaitkan Isa Al-Masih dengan ketuhanan, menegaskan kembali keesaan dan kesempurnaan Allah SWT.
Kesimpulannya, Surah Maryam ayat 30-35 merupakan bagian penting dalam Al-Qur’an yang menjelaskan kisah kelahiran Nabi Isa Al-Masih yang ajaib dan penuh mukjizat. Ayat-ayat ini tidak hanya menceritakan peristiwa kelahirannya, tetapi juga mengungkap akhlak mulia dan ketaatannya kepada Allah SWT. Lebih penting lagi, ayat-ayat ini menegaskan kembali keesaan Allah SWT dan membantah segala bentuk penyimpangan aqidah yang mengaitkan Isa Al-Masih dengan ketuhanan. Kisah ini menjadi pelajaran berharga bagi umat manusia tentang kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas, pentingnya ketaatan dan keimanan, serta bahaya penyimpangan aqidah. Pemahaman yang benar terhadap ayat-ayat ini sangat penting untuk menjaga keutuhan akidah dan menghindari kesesatan.