Jakarta, 19 Februari 2025 – Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menggemakan seruan boikot terhadap produk-produk Israel dan perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan negara tersebut, khususnya menjelang dan selama bulan suci Ramadan 1446 H. Langkah ini, menurut MUI, merupakan bagian integral dari upaya diplomasi sipil untuk menekan agresi Israel terhadap Palestina dan mendukung perjuangan kemerdekaan negara tersebut.
Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Rabu lalu bersama sejumlah organisasi masyarakat Islam (ormas), lembaga filantropi, dan aliansi solidaritas Palestina, menegaskan pentingnya intensifikasi boikot ini. "Kami mendorong seluruh kekuatan masyarakat sipil di berbagai belahan dunia untuk terus melakukan aksi damai dan bermartabat, serta menekan semua kekuatan yang mengancam kemerdekaan Palestina, antara lain dengan terus mengintensifkan pemboikotan terhadap produk Israel dan pihak manapun yang berafiliasi dengan Israel," tegasnya, seperti dikutip dari situs resmi MUI Digital.
Pernyataan tersebut bukanlah seruan spontan. Ia merupakan kelanjutan dari Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina, yang secara tegas mewajibkan umat Islam untuk memberikan dukungan, baik berupa zakat, infak, maupun sedekah, bagi perjuangan kemerdekaan Palestina. Fatwa tersebut juga menyerukan penghindaran transaksi dan penggunaan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.
Prof. Asrorun Niam Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa, lebih jauh menegaskan haramnya dukungan terhadap agresi Israel, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam konferensi pers di Kantor MUI Menteng Jakarta Pusat pada Jumat, 10 November 2023, beliau menyatakan, "Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel, hukumnya haram." Pernyataan ini memberikan landasan hukum keagamaan yang kuat bagi seruan boikot yang diluncurkan MUI.
Seruan MUI kali ini tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi melalui boikot. Organisasi tersebut juga menyerukan penguatan solidaritas umat Islam terhadap Palestina selama Ramadan 2025. Sudarnoto mengajak masyarakat Indonesia untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan melalui lembaga filantropi yang kredibel. "Mendorong seluruh masyarakat Indonesia untuk meneguhkan semangat dan langkah bersama pemerintah dan konsolidasi antar kelompok masyarakat secara nasional untuk lebih kuat lagi mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina," imbuhnya.
Langkah MUI ini perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas. Boikot produk Israel bukanlah sekadar aksi ekonomi semata, melainkan bagian dari strategi diplomasi sipil yang bertujuan untuk memberikan tekanan politik dan moral kepada Israel. Dengan mengurangi daya beli produk-produk Israel, masyarakat internasional, khususnya umat Islam, secara kolektif mengirimkan pesan kuat penolakan terhadap kebijakan dan tindakan Israel yang dianggap melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia.
Efektivitas boikot ini, tentu saja, bergantung pada partisipasi aktif masyarakat. Semakin luas jangkauan boikot dan semakin konsisten pelaksanaannya, semakin besar tekanan yang dapat diberikan kepada Israel. MUI, melalui seruannya, berupaya untuk memobilisasi kekuatan masyarakat sipil untuk bersama-sama mencapai tujuan tersebut. Namun, tantangannya terletak pada bagaimana memastikan agar seruan ini benar-benar diimplementasikan secara efektif dan meluas.
Salah satu tantangan utama adalah identifikasi produk-produk yang berafiliasi dengan Israel. Tidak semua produk yang berasal dari Israel secara eksplisit mencantumkan asal usulnya. Beberapa perusahaan Israel mungkin beroperasi melalui anak perusahaan atau menggunakan label yang menyamarkan asal usul sebenarnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya edukasi dan penyadaran masyarakat untuk mengenali dan menghindari produk-produk tersebut. MUI, bersama dengan organisasi-organisasi yang terlibat, memiliki peran penting dalam memberikan informasi dan panduan kepada masyarakat untuk mengidentifikasi produk-produk yang perlu diboikot.
Selain itu, tantangan juga datang dari sisi ekonomi. Beberapa produk Israel mungkin memiliki kualitas dan harga yang kompetitif, sehingga sulit bagi konsumen untuk menggantinya dengan produk alternatif. MUI perlu mempertimbangkan aspek ini dan mendorong pengembangan produk-produk alternatif lokal yang berkualitas dan terjangkau sebagai bagian dari strategi boikot yang berkelanjutan. Hal ini memerlukan kerjasama yang erat antara MUI, pemerintah, dan sektor swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan mengurangi ketergantungan pada produk-produk Israel.
Lebih jauh, penting untuk memahami bahwa boikot ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendukung perjuangan Palestina. Boikot semata tidak akan menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Namun, ia dapat menjadi alat yang efektif untuk memberikan tekanan politik dan moral kepada Israel, sekaligus meningkatkan kesadaran global terhadap penderitaan rakyat Palestina. MUI perlu memastikan bahwa seruan boikot ini diiringi dengan upaya-upaya lain untuk mendukung Palestina, seperti advokasi politik, bantuan kemanusiaan, dan peningkatan pemahaman publik tentang konflik Israel-Palestina.
Dalam konteks global, seruan boikot MUI juga perlu dilihat sebagai bagian dari gerakan Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) yang lebih luas. Gerakan BDS merupakan gerakan internasional yang menyerukan boikot terhadap Israel sebagai bentuk protes terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan penjajahan di Palestina. MUI, dengan seruan boikotnya, secara efektif bergabung dengan gerakan BDS dan memperkuat suara internasional yang menuntut keadilan dan perdamaian di Palestina.
Namun, penting untuk menekankan bahwa boikot ini harus dilakukan secara damai dan bermartabat, sesuai dengan prinsip-prinsip gerakan BDS. Kekerasan dan tindakan anarkis tidak akan membantu perjuangan Palestina dan justru dapat merugikan upaya-upaya diplomasi sipil. MUI perlu memastikan bahwa seruan boikot ini diimplementasikan dengan cara yang bertanggung jawab dan tidak menimbulkan konflik atau perselisihan.
Kesimpulannya, seruan MUI untuk mengintensifkan boikot produk Israel menjelang Ramadan 2025 merupakan langkah strategis dalam upaya mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina. Langkah ini, meskipun menghadapi berbagai tantangan, merupakan bagian penting dari strategi diplomasi sipil yang bertujuan untuk memberikan tekanan politik dan moral kepada Israel, meningkatkan kesadaran global terhadap penderitaan rakyat Palestina, dan memperkuat solidaritas internasional untuk perdamaian di kawasan tersebut. Keberhasilannya bergantung pada partisipasi aktif masyarakat, edukasi publik yang efektif, dan kerjasama yang erat antara berbagai pihak, termasuk MUI, pemerintah, dan sektor swasta. Lebih dari itu, penting untuk memastikan bahwa boikot ini dilakukan dengan cara yang damai, bertanggung jawab, dan selaras dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan hukum internasional.