Jakarta, 26 Desember 2024 – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), menyerukan panggilan mendalam untuk muhasabah atau introspeksi diri kepada seluruh warga Nahdlatul Ulama dan masyarakat Indonesia menjelang pergantian tahun menuju 2025. Seruan ini disampaikan melalui pidato virtual yang sarat makna dan relevansi, khususnya dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah.
Dalam amanatnya yang penuh hikmah, Gus Yahya tidak hanya sekedar menyampaikan ucapan selamat tahun baru, melainkan mengajak seluruh umat untuk melakukan evaluasi diri secara komprehensif. Mengutip ayat suci Al-Qur’an Surah Al-Hasyr ayat 18 yang menekankan pentingnya ketakwaan kepada Allah SWT dan persiapan diri menghadapi masa depan, Gus Yahya mendorong refleksi mendalam atas perjalanan hidup sepanjang tahun yang telah berlalu.
"Mari kita gunakan momentum pergantian tahun ini untuk secara lebih mendalam bermuhasabah, merenungkan kembali semua yang telah kita lakukan, yang telah kita jalani, kita lalui sebelum ini," ujar Gus Yahya dalam video pidato yang diterima oleh detikHikmah. Pesan ini bukan sekadar ajakan seremonial, melainkan panggilan batin untuk menilik kembali setiap langkah, setiap keputusan, dan setiap tindakan yang telah diambil, baik yang membuahkan hasil positif maupun yang berujung pada kekecewaan.
Lebih dari sekadar penyesalan atas kesalahan masa lalu, muhasabah yang digagas Gus Yahya menekankan pentingnya pengambilan hikmah dari setiap peristiwa. Baik suka maupun duka, keberhasilan maupun kegagalan, semuanya menjadi bagian dari pembelajaran berharga yang dapat membentuk karakter dan memperkuat keimanan. Proses ini bukan hanya untuk individu semata, melainkan juga untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Gus Yahya dengan bijak mengingatkan bahwa kehidupan manusia dipenuhi dengan berbagai tantangan dan cobaan. Namun, ia mengajak umat Islam untuk tidak larut dalam keputusasaan dan pesimisme. Sebaliknya, ia mendorong sikap optimistis dan penuh harapan, dengan memahami bahwa setiap musibah yang menimpa merupakan bagian dari rencana Ilahi yang bertujuan menguji keimanan dan ketabahan hamba-Nya.
"Segala musibah, segala ketidakberuntungan, segala hal-hal yang kita anggap tidak nyaman atau tidak baik, adalah hidayah, petunjuk Tuhan. Segala nikmat karunia adalah ujian," tegas Gus Yahya. Pernyataan ini mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang takdir dan ujian hidup dalam perspektif Islam. Bukannya mengeluh dan menyalahkan takdir, Gus Yahya mengajak untuk menerima setiap cobaan sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lebih lanjut, Gus Yahya menekankan pentingnya memohon ampun atas segala kesalahan dan kekurangan yang telah dilakukan. Ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan tindakan nyata untuk membersihkan hati dan jiwa, membangun komitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa mendatang. Proses ini membutuhkan kejujuran dan keberanian untuk mengakui kesalahan, tanpa bersembunyi di balik pembenaran diri.
Pidato Gus Yahya tidak hanya berfokus pada aspek spiritual individu, melainkan juga menyoroti pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bergandengan tangan, saling mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi bangsa. Harapannya, dengan persatuan dan kerja keras, Indonesia dapat mencapai kemajuan dan kesejahteraan yang lebih merata bagi seluruh rakyatnya.
"Kita jalani hidup ini selanjutnya dengan cara yang lebih baik, untuk masa depan yang lebih baik, dengan memohon agar Tuhan mengaruniakan ketakwaan dalam segala langkah, segala keadaan, segala apa pun yang kita lalui sepanjang hidup kita," ungkap Gus Yahya, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang. Ajakan ini bukan hanya ditujukan kepada umat Islam, melainkan kepada seluruh warga negara Indonesia, tanpa memandang latar belakang agama dan suku.
Di penutup pidatonya, Gus Yahya menyampaikan harapan agar tahun baru 2025 membawa berkah dan kebaikan bagi seluruh umat Islam dan bangsa Indonesia. Ia mendoakan agar semua mendapatkan ridho, kerelaan, dan kasih sayang yang lebih besar dari Allah SWT. Doa ini merupakan refleksi dari harapan dan cita-cita Gus Yahya untuk Indonesia yang lebih maju, adil, dan sejahtera, di mana nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan menjadi landasan utama dalam pembangunan bangsa.
Secara keseluruhan, pidato Gus Yahya menjelang tahun baru 2025 bukan sekadar seruan untuk introspeksi diri, melainkan juga ajakan untuk membangun komitmen bersama dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Muhasabah diri yang diusungnya bukan hanya untuk memperbaiki diri secara individu, tetapi juga untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Pesan ini relevan tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh warga negara Indonesia yang menginginkan kemajuan dan kesejahteraan bagi negeri tercinta. Ajakan ini menjadi pengingat penting bahwa pembangunan bangsa tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada kesadaran dan komitmen moral setiap individu untuk menjadi bagian dari solusi, bukan masalah. Dengan demikian, muhasabah diri menjelang tahun baru 2025 bukan sekadar ritual, melainkan langkah strategis menuju Indonesia yang lebih baik. Pesan Gus Yahya ini menjadi pengingat akan pentingnya refleksi diri, perbaikan diri, dan komitmen bersama untuk membangun bangsa yang lebih adil dan sejahtera.