Jakarta, [Tanggal Publikasi] – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah resmi menetapkan awal puasa Ramadan 1446 Hijriah. Berdasarkan perhitungan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang menjadi rujukan organisasi tersebut, umat Islam di bawah naungan Muhammadiyah akan memulai ibadah puasa pada hari Sabtu, 1 Maret 2025. Pengumuman ini sekaligus menandai perbedaan pendekatan penentuan awal Ramadan antara Muhammadiyah dengan pemerintah Indonesia yang masih akan melakukan sidang isbat.
Penggunaan KHGT oleh Muhammadiyah merupakan konsekuensi dari komitmen organisasi ini terhadap metode hisab dalam penentuan awal bulan kamariah. Metode hisab, yang berbasis perhitungan astronomi, memberikan kepastian tanggal awal Ramadan jauh sebelum bulan Sya’ban berakhir. Hal ini berbeda dengan pendekatan pemerintah yang menggabungkan metode hisab dan rukyat (pengamatan hilal).
Ketua Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto, menjelaskan secara rinci data hisab yang mendasari penetapan tersebut. "Ijtimak Akhir Bulan Sya’ban 1446 terjadi pada Jumat Legi, 28 Februari 2025 pukul 00:44:38 GMT," ujar Kuscahyanto dalam keterangan resminya. Lebih lanjut, ia merinci bahwa "Kawasan Imkanu Rukyat (wilayah yang memungkinkan dilakukannya rukyat hilal) pada Jumat, 28 Februari 2025 pukul 14:43:34 GMT di Kota Ais Yaman, menunjukkan posisi Hilal T 05° 42′ 57" dengan E 08° 00′ 22". Data ini, menurut Kuscahyanto, menunjukkan hilal telah terpenuhi kriteria untuk memulai bulan Ramadan. Berdasarkan perhitungan tersebut, awal Ramadan 1446 H ditetapkan jatuh pada Sabtu Pahing, 1 Maret 2025 M.
Data yang disampaikan Kuscahyanto juga mencakup detail perhitungan waktu di berbagai zona waktu, termasuk New Zealand, untuk memastikan akurasi perhitungan hisab yang dilakukan. Detail ini menunjukkan komitmen Muhammadiyah terhadap transparansi dan akurasi dalam penetapan awal Ramadan. Perhitungan yang cermat dan penggunaan data astronomi yang akurat menjadi landasan utama dalam metode hisab yang dianut Muhammadiyah.
Muhammadiyah menetapkan bahwa Ramadan 1446 H akan berlangsung selama 29 hari. Oleh karena itu, Idul Fitri 1446 H diprediksi jatuh pada Minggu, 30 Maret 2025. Perhitungan ini juga didasarkan pada data hisab yang terperinci, dengan ijtimak akhir bulan Ramadan terjadi pada Sabtu Kliwon, 29 Maret 2025 pukul 10:57:38 GMT. "Kawasan Imkanu Rukyat pada Ahad, 30 Maret 2025 pukul 00:43:03 GMT di Kota Shamattawa Manitoba Kanada, menunjukkan posisi Hilal T 06° 03′ 50" dengan E 08° 18′ 04"," lanjut Kuscahyanto menjelaskan data yang mendukung penetapan Idul Fitri. Sekali lagi, detail perhitungan waktu di berbagai zona waktu, termasuk New Zealand, disertakan untuk menjamin transparansi dan akurasi.
Pengumuman resmi ini telah memberikan kepastian bagi umat Islam di bawah naungan Muhammadiyah untuk mempersiapkan diri menyambut bulan Ramadan. Kalender Ramadan 2025 versi Muhammadiyah yang telah dirilis secara lengkap, mencantumkan tanggal 1 hingga 29 Ramadan 1446 H, memberikan panduan yang jelas bagi seluruh jemaah. Kepastian tanggal ini penting bagi perencanaan berbagai kegiatan keagamaan selama bulan Ramadan, termasuk ibadah tarawih, tadarus Al-Quran, dan berbagai kegiatan sosial lainnya.
Namun, penetapan awal Ramadan oleh Muhammadiyah kemungkinan besar akan berbeda dengan penetapan pemerintah. Pemerintah Indonesia, sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, menggunakan metode rukyat dan hisab secara komprehensif. Sidang isbat, yang melibatkan para ahli astronomi dan representatif dari berbagai organisasi Islam, akan menjadi forum penentuan akhir. Hasil rukyat hilal, khususnya dari lokasi-lokasi yang memiliki peluang pengamatan terbaik, akan menjadi pertimbangan utama dalam sidang tersebut.
Perbedaan metode ini telah menjadi perdebatan panjang di Indonesia. Muhammadiyah konsisten menggunakan metode hisab karena dianggap lebih akurat dan memberikan kepastian, sedangkan pemerintah mempertimbangkan aspek rukyat untuk mengakomodasi tradisi dan aspek keagamaan yang terkait dengan pengamatan hilal secara langsung. Meskipun perbedaan ini sering terjadi, kedua pendekatan tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu menetapkan awal bulan kamariah dengan metodologi yang berbeda.
Sidang isbat pemerintah biasanya diadakan pada 29 Syakban. Hasil sidang ini akan menentukan tanggal 1 Ramadan versi pemerintah. Perbedaan antara penetapan Muhammadiyah dan pemerintah merupakan fenomena yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan merupakan bagian dari dinamika keagamaan di Indonesia. Penting untuk diingat bahwa kedua penetapan sama-sama sah dan berasal dari interpretasi yang berbeda terhadap teks keagamaan dan kaidah-kaidah penentuan awal bulan kamariah.
Toleransi dan saling menghormati di antara umat Islam dengan berbagai pendekatan dalam menentukan awal Ramadan sangat penting untuk menjaga keharmonisan beragama di Indonesia. Perbedaan ini bukanlah alasan untuk perpecahan, melainkan merupakan cerminan dari kekayaan interpretasi agama yang ada di Indonesia. Yang penting adalah semangat kebersamaan dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah Ramadan.
Ke depan, perbedaan penentuan awal Ramadan ini diharapkan dapat dikelola dengan bijak. Komunikasi dan dialog antar lembaga keagamaan dan pemerintah perlu terus diperkuat untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik dan menghindari kesalahpahaman. Tujuan utama adalah untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi seluruh umat Islam dalam menjalankan ibadah Ramadan dengan tenang dan khusyuk. Perbedaan metode tidak harus menjadi sumber perselisihan, tetapi justru dapat menjadi peluang untuk memperkaya pemahaman kita tentang Islam dan tradisi keislaman di Indonesia.
Kesimpulannya, penetapan awal Ramadan 1446 H oleh Muhammadiyah pada 1 Maret 2025 memberikan kepastian bagi jemaahnya. Namun, perbedaan metode dengan pemerintah mengindikasikan kemungkinan perbedaan tanggal awal puasa secara nasional. Hal ini menuntut kesadaran dan toleransi dari semua pihak untuk menjaga keharmonisan dan persatuan umat Islam di Indonesia. Perbedaan bukan berarti perpecahan, tetapi justru menjadi warna keberagaman yang menghiasi kehidupan beragama di Indonesia.