Jakarta, 29 Januari 2025 – Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar, memuji penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di Indonesia yang telah menjelma menjadi tradisi tahunan yang begitu melekat di hati masyarakat. Dalam konferensi pers pembukaan MTQ Internasional IV di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Menag menyatakan bahwa MTQ telah melampaui sekadar kompetisi keagamaan, dan telah menjelma menjadi sebuah pesta rakyat yang sesungguhnya.
"Fenomena ini unik dan patut diapresiasi," tegas Menag Nasaruddin. "Tidak ada negara lain di dunia yang secara sistematis dan berkelanjutan menyelenggarakan MTQ seperti Indonesia. Setiap tahunnya, tak kurang dari 28 event MTQ digelar di berbagai penjuru negeri," tambahnya. Pernyataan tersebut menggarisbawahi keunikan dan skala penyelenggaraan MTQ di Indonesia yang telah berlangsung secara konsisten sejak tahun 1970-an.
Menag, yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, menjelaskan bahwa keunikan MTQ di Indonesia terletak pada partisipasi masyarakat yang begitu luas dan merata. "MTQ bukan hanya sekadar perhelatan di tingkat nasional atau internasional," ujarnya. "Mulai dari tingkat RT, RW, Kelurahan, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Kota, Provinsi, hingga ke tingkat nasional dan internasional, MTQ telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Ini benar-benar pesta rakyat," tegas Menag.
Popularitas dan frekuensi penyelenggaraan MTQ yang begitu tinggi bahkan pernah memicu wacana untuk menggelar event ini setiap dua tahun sekali. Namun, wacana tersebut langsung mendapat penolakan dari masyarakat yang telah terbiasa dengan penyelenggaraan tahunan yang mereka anggap sebagai bagian integral dari budaya dan kehidupan sosial mereka.
Lebih jauh lagi, Menag Nasaruddin menyoroti aspek toleransi dan inklusivitas yang terbangun di sekitar penyelenggaraan MTQ. Acara ini, yang secara umum identik dengan komunitas muslim, justru menunjukkan semangat kebersamaan dan kerukunan antar umat beragama.
"MTQ bukan hanya milik umat muslim saja," kata Menag. "Kita sering melihat kolaborasi antar umat beragama dalam penyelenggaraannya. Panitia MTQ seringkali melibatkan individu dari berbagai latar belakang agama. Bahkan, mars MTQ sering dinyanyikan oleh kelompok paduan suara dari gereja Katolik atau Protestan. Ini menunjukkan bagaimana MTQ telah menjadi bagian dari budaya lokal kita yang kaya akan keberagaman," jelasnya.
Menag mengungkapkan rasa bangganya terhadap keberhasilan Indonesia dalam menjadikan MTQ sebagai sebuah tradisi yang berkelanjutan dan mencakup berbagai lapisan masyarakat. "Tidak ada negara lain yang mampu konsisten menyelenggarakan MTQ sejak tahun 1970 hingga saat ini tanpa henti," ujarnya dengan nada penuh kebanggaan.
Lebih lanjut, Menag menekankan eksistensi MTQ yang telah merambah berbagai lembaga, baik pemerintahan maupun swasta. "Saat ini, kita melihat MTQ diselenggarakan di berbagai instansi, mulai dari lembaga pendidikan, pemerintahan, hingga organisasi profesi," jelasnya. "Ada MTQ Korpri, MTQ perguruan tinggi, MTQ guru, MTQ Polri, MTQ TNI, MTQ imam masjid, bahkan MTQ partai politik. Ini menunjukkan betapa luasnya jangkauan dan pengaruh MTQ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tambah Menag.
Kesimpulannya, menurut Menag Nasaruddin, keberhasilan Indonesia dalam menjadikan MTQ sebagai pesta rakyat merupakan bukti nyata dari kekuatan persatuan dan kesatuan bangsa. Keberhasilan ini juga menunjukkan bagaimana sebuah kegiatan keagamaan dapat berkembang menjadi tradisi sosial yang menyatukan berbagai elemen masyarakat, melebihi batas-batas agama dan kebudayaan. MTQ, bukan hanya sebuah kompetisi bacaan Al-Quran, tetapi sebuah manifestasi dari kekuatan persatuan dan kearifan lokal Indonesia.
Keberhasilan ini juga menunjukkan kemampuan Indonesia dalam mengolah nilai-nilai keagamaan menjadi sebuah aset sosial yang berharga. Hal ini patut dijadikan contoh dan inspirasi bagi negara-negara lain dalam membangun kerukunan dan persatuan di tengah keberagaman. MTQ bukan hanya sebuah perhelatan tahunan, tetapi sebuah investasi jangka panjang bagi pembangunan karakter bangsa yang religius, toleran, dan bersatu.
Lebih dari itu, penyelenggaraan MTQ yang konsisten dan merata di berbagai tingkatan menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan keagamaan. Hal ini menunjukkan bahwa agama bukanlah sesuatu yang terisolasi, tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Keberhasilan MTQ juga tidak lepas dari peran serta para pendukung dan panitia yang berasal dari berbagai kalangan. Dedikasi dan kerja keras mereka telah membuahkan hasil yang sangat membanggakan. Mereka telah berhasil menjadikan MTQ sebagai sebuah acara yang diharapkan dan dinantikan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dalam konteks global, keberhasilan Indonesia dalam menyelenggarakan MTQ juga dapat dijadikan sebagai contoh bagi negara-negara lain dalam menangani keberagaman agama dan budaya. MTQ menunjukkan bahwa keberagaman bukanlah sebuah ancaman, tetapi sebuah kekayaan yang dapat dijadikan sebagai modal untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa.
Secara kesimpulan, pernyataan Menag Nasaruddin Umar mengenai MTQ sebagai "pesta rakyat" bukanlah sekedar ungkapan retorika, tetapi merupakan refleksi dari realitas yang terjadi di lapangan. MTQ telah berhasil menyatukan berbagai elemen masyarakat Indonesia dan menjadi sebuah lambang persatuan dan kesatuan bangsa. Keberhasilan ini patut diapresiasi dan dijadikan sebagai inspirasi bagi pembangunan bangsa di masa yang akan datang.