Jakarta, [Tanggal Publikasi] – Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, dalam wawancara eksklusif di program dRooftalk detikcom, mengungkap detail menarik di balik penunjukannya sebagai menteri. Kisah tersebut bermula dari sebuah panggilan tak terduga dari Presiden Republik Indonesia, yang datang saat ia baru saja kembali dari Mesir dan belum sempat berganti pakaian. Suasana yang awalnya dikira hanya pertemuan biasa untuk membacakan doa, bertransformasi menjadi momen krusial yang menentukan arah karier dan pengabdiannya kepada negara.
Awalnya, Nasaruddin Umar, yang terbiasa dipanggil untuk membacakan doa dalam berbagai kesempatan kenegaraan, mengira panggilan tersebut hanyalah rutinitas biasa. Namun, sesampainya di lokasi pertemuan, pemandangan yang disaksikannya langsung membuyarkan asumsi tersebut. Kehadiran sejumlah kandidat lain yang turut dipanggil menjadi pertanda bahwa pertemuan tersebut memiliki agenda yang jauh lebih penting daripada sekadar pembacaan doa. Situasi semakin menegangkan ketika ia diprioritaskan untuk masuk lebih dulu, sebuah isyarat kuat akan peran sentral yang akan dimainkannya.
"Pada malam itu, saat dipanggil Bapak Presiden, saya benar-benar tidak menyangka," ungkap Nasaruddin Umar dalam wawancara tersebut. Ia menambahkan, "Dari cerita teman-teman yang hadir, saya diberitahu bahwa saya adalah orang yang paling lama berdiskusi dengan Bapak Presiden malam itu. Kira-kira hampir satu jam lamanya. Yang lain hanya lima atau sepuluh menit saja." Durasi pertemuan yang tidak lazim ini menjadi indikator kuat bahwa Presiden memiliki agenda serius dan pertimbangan mendalam dalam memilih sosok yang tepat untuk memimpin Kementerian Agama.
Diskusi yang berlangsung selama hampir satu jam tersebut menyingkap substansi pembicaraan yang mendalam dan luas. Topik utama yang dibahas adalah perkembangan dunia Islam, baik secara global maupun di Indonesia. Nasaruddin Umar terkesan dengan wawasan internasional Presiden yang begitu kuat dan mendalam dalam isu-isu keagamaan. Kemampuan Presiden dalam memahami dinamika global Islam menunjukkan keseriusannya dalam memilih figur yang tepat untuk memimpin Kementerian Agama di tengah kompleksitas tantangan zaman.
Puncak dari pertemuan tersebut adalah momen penunjukan resmi Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama. "Terakhir, saya bertanya kepada Bapak Presiden, ‘Bapak, saya bisa membantu di mana?’" kenang Nasaruddin Umar. "Lalu beliau menjawab, ‘Iya, Anda kami minta untuk membantu kami di Kementerian Agama.’ Saya kaget. Saya pikir saat itu keputusan sudah final," tambahnya, menggambarkan kejutan dan sekaligus kehormatan yang ia rasakan.
Namun, penunjukan tersebut juga diiringi dengan kekhawatiran yang muncul dalam benaknya. Sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, sebuah posisi yang sangat penting dan memiliki pengaruh luas, Nasaruddin Umar merasa perlu untuk memastikan kelanjutan perannya di masjid kebanggaan Indonesia tersebut. Ia pun langsung menanyakan hal tersebut kepada Presiden.
"Saya bertanya, bagaimana dengan Masjid Istiqlal, Pak? Beliau menjawab, ‘Oh, sudah. Anda tetap saja di situ. Panggil Pak Dasko. Pak Dasko, sini. Nanti coba cari cara bagaimana Pak Nasar tetap di Masjid Istiqlal sebagai Imam Besar’," jelas Nasaruddin Umar, menggambarkan bagaimana Presiden langsung mengambil tindakan untuk memastikan kelancaran tugasnya di kedua posisi tersebut. Kecepatan dan ketegasan Presiden dalam menyelesaikan masalah ini menunjukkan komitmennya terhadap peran penting Masjid Istiqlal dan figur Nasaruddin Umar di dalamnya.
Masjid Istiqlal, menurut Nasaruddin Umar, memiliki pengaruh internasional yang sangat besar, bahkan melebihi popularitas Kementerian Agama itu sendiri di kancah internasional. Oleh karena itu, struktur kepengurusan Masjid Istiqlal perlu sedikit dirombak untuk memastikan peran ganda Nasaruddin Umar dapat berjalan dengan harmonis dan efektif. Hal ini bertujuan untuk menjadikan Masjid Istiqlal sebagai Masjid Negara yang sesungguhnya, sekaligus sebagai model bagi masjid-masjid lain di Indonesia. Perombakan struktur ini bukan sekadar penyesuaian administratif, melainkan upaya strategis untuk mengoptimalkan peran Masjid Istiqlal sebagai simbol persatuan dan kebanggaan bangsa Indonesia.
"Alhamdulillah, banyak sekali penerimaan positif terhadap peran Istiqlal dalam memberikan payung bagi masjid-masjid lain di Indonesia," tutup Nasaruddin Umar, menunjukkan optimismenya terhadap peran Masjid Istiqlal dalam memajukan kehidupan keagamaan di Indonesia. Pernyataan ini menunjukkan bahwa penunjukannya sebagai Menteri Agama tidak hanya berfokus pada Kementerian Agama semata, tetapi juga mempertimbangkan peran strategis Masjid Istiqlal dalam konteks nasional dan internasional.
Wawancara eksklusif ini memberikan gambaran yang lebih utuh tentang proses penunjukan Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama. Bukan hanya sekadar penunjukan biasa, tetapi sebuah proses yang penuh pertimbangan, diskusi mendalam, dan penyesuaian strategis untuk memastikan kelancaran tugas dan pengabdiannya kepada negara dan umat. Kisah ini juga menyoroti peran penting Masjid Istiqlal sebagai simbol keagamaan dan kebanggaan nasional, serta komitmen Presiden dalam menjaga dan mengembangkan perannya di masa mendatang. Seluruh proses tersebut menunjukkan adanya perencanaan matang dan visi yang jelas dalam kepemimpinan Presiden dalam memilih figur yang tepat untuk memimpin Kementerian Agama dan menjaga harmoni kehidupan beragama di Indonesia. Wawancara lengkapnya dapat disaksikan di dRooftalk detikcom pada [Tanggal Tayang] pukul 19.00 WIB.