Kemunculan Dabbah, makhluk misterius yang diprediksi muncul menjelang hari kiamat, telah menjadi subjek perdebatan dan penafsiran beragam di kalangan umat Islam selama berabad-abad. Ayat Al-Qur’an dalam surah An-Naml ayat 82, meskipun tidak secara eksplisit menyebut kata "Dabbah," mengindikasikan kehadiran makhluk tersebut sebagai pertanda kehancuran dan ketidakpercayaan manusia terhadap ayat-ayat Allah SWT. Ayat tersebut berbunyi (dalam terjemahan bebas): "Dan apabila keputusan (azab) telah datang atas mereka, Kami keluarkan dari bumi suatu makhluk yang akan berbicara kepada mereka, karena sesungguhnya manusia itu dahulu tidak meyakini ayat-ayat Kami." Interpretasi ayat ini, dikaitkan dengan berbagai hadis dan literatur tafsir, mengarah pada pemahaman akan Dabbah sebagai makhluk luar biasa yang berperan sebagai penanda akhir zaman.
Berbagai literatur keagamaan, seperti kitab An Nihayah Fitan wa Ahwal Akhir az Zaman karya Ibnu Katsir (dengan terjemahan Anshori Umar Sitanggal dan Imron Hasan), menjelaskan peran Dabbah dalam membedakan antara mukmin dan kafir. Beberapa tafsir menyebutkan Dabbah akan menandai status keimanan seseorang, mungkin dengan menorehkan tanda pada dahi masing-masing manusia. Namun, detail mekanisme penandaan ini masih menjadi perdebatan dan interpretasi yang beragam.
Definisi Dabbah sendiri, menurut Lilik Agus Saputro dalam bukunya Fitnah Dajjal & Ya’juj dan Ma’juj, secara bahasa berarti hewan yang berjalan di bumi. Rasulullah SAW, dalam beberapa hadis, menyebut Dabbah sebagai hewan melata. Hadis riwayat Hudzaifah bin Usaid al-Ghifari RA, misalnya, menyebutkan Dabbah sebagai salah satu dari sepuluh tanda kiamat: "Rasulullah SAW mengawasi kami dari kamar saat kami berdialog tentang hari Kiamat, maka beliau bersabda, ‘Hari Kiamat tidak akan terjadi hingga kalian melihat 10 tanda: terbitnya matahari dari barat, kepulan asap, binatang (dabbah), keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, keluarnya Isa bin Maryam, keluarnya Dajjal, serta tiga longsoran; longsoran di barat, longsoran di timur, dan longsoran di Jazirah Arab, serta api yang akan keluar dari bawah bumi ‘Adn yang menggiring manusia di mana saja mereka bermalam dan di mana saja mereka tidur siang.’" (HR Ahmad).
Hadis ini menempatkan Dabbah sebagai salah satu tanda yang sangat signifikan dalam rangkaian peristiwa menjelang hari kiamat. Kehadirannya menjadi bukti nyata akan dekatnya hari akhir dan menjadi pengingat akan perhitungan akhirat.
Namun, deskripsi fisik Dabbah sendiri masih menjadi misteri dan beragam dalam berbagai literatur. Nihayatul ‘Alam karya Muhammad Al-‘Areifi (terjemahan Zulfi Askar) misalnya, mencatat beberapa pendapat yang berbeda. Ada yang mengaitkan Dabbah dengan unta Nabi Saleh AS, atau anak dari unta tersebut. Pendapat lain menggambarkan Dabbah sebagai hewan besar dengan kaki tinggi yang muncul dari dalam tanah.
Kasyf al-Minan fi ‘Alamat as-Sa’ah wa al-Malahim wa al-Fitan karya Mahmud Rajab Hamady (terjemahan Ibnu Tirmidzi) menambahkan dimensi unik pada deskripsi Dabbah. Buku ini menekankan bahwa Dabbah bukanlah hewan biasa. Ia memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda, bahkan dikaruniai mukjizat oleh Allah SWT. Ibnu Abbas RA menggambarkan Dabbah memiliki rambut dengan berbagai warna, empat kaki, dan mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Arab. Sementara itu, Hudzaifah bin Yaman RA menggambarkan Dabbah sebagai makhluk yang bercahaya, dengan bulu dan rambut yang sulit ditemukan. Zubair RA menambahkan detail lain, menggambarkan telinga Dabbah selebar telinga gajah, dengan tanduk seperti kijang, leher seperti burung unta, dada seperti singa, dan warna seperti harimau. Deskripsi-deskripsi yang beragam ini menunjukkan kompleksitas dan misteri yang menyelimuti wujud Dabbah.
Lokasi kemunculan Dabbah juga menjadi subjek perdebatan. Kitab At Tadzkirah karya Imam Syamsuddin Al-Qurthubi (terjemahan Anshori Umar Sitanggal) menyebutkan hadis yang menyatakan bahwa Dabbah akan muncul di tempat bernama Jiyad. Rasulullah SAW dikatakan bersabda: "Seburuk-buruk kampung adalah Jiyad," dan ketika ditanya alasannya, beliau menjawab: "Dabbah akan muncul dari kampung itu, lalu berteriak tiga kali, terdengar ke timur dan barat." Namun, perlu dicatat bahwa hadis ini berasal dari perawi bernama Rabah dan memiliki derajat sanad yang lemah, meskipun dikeluarkan oleh Abu Ahmad bin Adi Al-Jurjani RA. Hal ini menunjukkan perlunya kehati-hatian dalam menerima hadis tersebut sebagai informasi yang pasti.
Waktu kemunculan Dabbah juga dikaitkan dengan beberapa peristiwa penting. Beberapa pendapat mengaitkannya dengan terbitnya matahari dari barat, sementara yang lain mengaitkannya dengan kondisi kemerosotan moral dan kemaksiatan manusia di akhir zaman, ketika manusia telah jauh meninggalkan perintah Allah SWT.
Kesimpulannya, Dabbah tetap menjadi misteri yang penuh teka-teki. Meskipun Al-Qur’an dan hadis mengindikasikan kehadirannya sebagai tanda kiamat, deskripsi fisik, waktu, dan tempat kemunculannya masih menjadi subjek interpretasi dan perdebatan di kalangan ulama. Keberagaman penafsiran ini justru menunjukkan kekayaan dan kedalaman pemahaman keagamaan, mengingatkan kita akan pentingnya mencari ilmu dan mengedepankan sikap tawadhu’ dalam memahami ayat-ayat Allah SWT. Yang terpenting adalah mempersiapkan diri menghadapi hari akhir dengan meningkatkan keimanan dan amal saleh, bukan terpaku pada detail-detail yang masih menjadi perdebatan. Wallahu a’lam bisshawab.