Yerusalem, 27 Desember 2024 – Tensi di Yerusalem kembali memanas menyusul kunjungan kontroversial Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, ke kompleks Masjid Al-Aqsa pada Kamis (26/12/2024) pagi waktu setempat, bertepatan dengan hari raya Yahudi Hanukkah. Aksi Ben-Gvir, yang secara terang-terangan berdoa di area suci tersebut, memicu gelombang kecaman keras dari Palestina, Yordania, Arab Saudi, dan komunitas internasional, yang menilai tindakannya sebagai provokasi dan pelanggaran serius terhadap status quo di situs suci tersebut.
Ben-Gvir, yang dikenal karena pandangannya yang ultranasionalis dan sikapnya yang keras terhadap Palestina, mengunggah foto dirinya di kompleks Masjid Al-Aqsa di platform media sosial X, dengan keterangan yang menyatakan kunjungannya sebagai bentuk doa untuk keselamatan tentara Israel dan kemenangan dalam konflik di Gaza. "Pagi ini saya pergi ke tempat kuil kami, untuk berdoa bagi kedamaian para prajurit kami, agar semua korban penculikan segera kembali dan untuk kemenangan penuh dengan pertolongan Tuhan," tulisnya. Pernyataan ini, yang secara implisit mengklaim Masjid Al-Aqsa sebagai "tempat kuil," semakin mengobarkan kemarahan dunia internasional.
Kunjungan Ben-Gvir bukanlah insiden terisolasi. Menurut laporan berbagai media, termasuk detikcom dan Anadolu Agency, ini merupakan kunjungan kelimanya ke kompleks Masjid Al-Aqsa sejak bergabung dengan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada tahun 2022. Sebelumnya, pada bulan Agustus 2024, ia memimpin ratusan pemukim Israel ke kompleks tersebut untuk beribadah, sebuah tindakan yang juga menuai kecaman luas. Bahkan Menteri Urusan Israel Negev dan Galilea, Yitzhak Wasserlauf, turut serta dalam penyerbuan tersebut, menunjukkan dukungan pemerintah terhadap tindakan provokatif ini.
Reaksi internasional terhadap tindakan Ben-Gvir sangat keras. Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina mengecam keras kunjungan tersebut sebagai "pelanggaran serius" dan "provokasi terhadap jutaan warga Palestina dan Muslim." Pernyataan resmi mereka menyebut aksi Ben-Gvir sebagai tindakan seorang "menteri teroris" dan menggambarkannya sebagai eskalasi agresi pemerintah Israel terhadap Al-Aqsa.
Yordania, yang secara historis memegang tanggung jawab atas pengelolaan kompleks Masjid Al-Aqsa, menyatakan kecamannya yang tegas terhadap tindakan Ben-Gvir. Kementerian Luar Negeri Yordania, seperti yang dikutip oleh Jordan Times, mengatakan bahwa kunjungan tersebut merupakan tindakan yang "tidak dapat diterima dan tercela," yang melanggar status quo historis dan hukum di situs suci tersebut, serta kewajiban Israel sebagai kekuatan pendudukan di Yerusalem Timur. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Sufian Qudah, menegaskan kembali penolakan dan kecaman keras Kerajaan terhadap tindakan menteri Israel tersebut.
Arab Saudi juga turut mengecam keras tindakan Ben-Gvir. Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, melalui pernyataan yang dirilis oleh SPA, menyatakan bahwa tindakan Ben-Gvir merupakan "pelanggaran terang-terangan dan provokasi terhadap perasaan umat Islam di seluruh dunia." Pernyataan tersebut juga menggarisbawahi tindakan militer Israel di Suriah, mengatakan bahwa operasi militer yang berkelanjutan di Suriah merupakan upaya untuk "menyabotase peluang Suriah dalam memulihkan keamanan dan stabilitasnya." Kaitan antara tindakan di Al-Aqsa dan operasi militer di Suriah menunjukkan bahwa Arab Saudi melihat tindakan Israel sebagai bagian dari strategi regional yang lebih luas.
Insiden ini menyoroti meningkatnya ketegangan di Yerusalem dan wilayah sekitarnya. Kunjungan Ben-Gvir, yang dilakukan pada hari raya Yahudi, dapat diinterpretasikan sebagai tindakan yang disengaja untuk memprovokasi dan menantang sentimen Muslim. Tindakan ini juga menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap kesucian situs tersebut bagi umat Islam dan mengabaikan status quo yang telah lama ada.
Lebih jauh lagi, tindakan Ben-Gvir menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen pemerintah Israel terhadap perdamaian dan stabilitas regional. Sikapnya yang keras dan provokatif berpotensi memicu eskalasi konflik dan kekerasan, yang akan berdampak negatif pada upaya perdamaian di wilayah tersebut. Keengganan pemerintah Israel untuk mengekang tindakan Ben-Gvir menunjukkan kurangnya niat baik dan komitmen untuk menjaga perdamaian.
Kejadian ini juga menggarisbawahi pentingnya peran komunitas internasional dalam melindungi situs suci dan mencegah tindakan yang dapat memicu kekerasan. PBB dan negara-negara lain perlu mendesak Israel untuk menghormati status quo di kompleks Masjid Al-Aqsa dan mencegah tindakan provokatif yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan regional. Ketidakpedulian terhadap kecaman internasional hanya akan semakin memperburuk situasi dan memperkuat sentimen anti-Israel di dunia.
Secara keseluruhan, kunjungan Ben-Gvir ke Masjid Al-Aqsa merupakan tindakan yang sangat provokatif dan berbahaya. Tindakan ini bukan hanya melanggar norma-norma internasional dan hukum internasional humaniter, tetapi juga mengancam perdamaian dan stabilitas regional. Reaksi internasional yang keras menunjukkan keprihatinan global yang mendalam atas meningkatnya ketegangan di Yerusalem dan kebutuhan mendesak untuk melindungi situs suci dan menghormati kesuciannya bagi semua umat beragama. Kegagalan untuk bertindak tegas terhadap tindakan seperti ini hanya akan semakin mengobarkan api konflik dan menghambat upaya perdamaian di Timur Tengah. Peristiwa ini sekali lagi menyoroti urgensi dialog dan negosiasi yang konstruktif untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina secara adil dan berkelanjutan. Ketiadaan solusi damai yang komprehensif hanya akan terus menciptakan siklus kekerasan dan ketidakstabilan yang berdampak pada seluruh kawasan.