ERAMADANI.COM – Menikah erat kaitanya dengan manajemen emosi dalam diri atau sebuah seni menurun ego. Bagi sahabat madani yang siap untuk menikah artinya kamu juga siap belajar untuk menyeimbangkan situasi rumah tangga dalam kondisi apapun.
Kecewa dengan perlakuan pasangan mu adalah hal yang lumrah. Karena pasangan kamu nggak 100% sempurna, bahkan kamu juga bisa mengecawakanya.
Yang paling penting kamu dan pasangan sadar akan kekurangan masing masing, saling sulam tamban dan saling tutup menupi setiap kekurangan.
Kamu memutuskan menikah dengannya, tentu sudah dengan banyak pertimbangan, dan secara tidak langsung kamu sudah menerima segala bentuk kekurangan dirinya.
Bagi kebanyakan pasangan, hal yang sulit untuk diperbaiki adalah ketika terlibat konflik rumah tangga yang tidak mau mengalah dengan pendirian sendiri, disanalah ego menjadi penguasa hati.
Menikah adalah seni Mengendalikan Lisan
Dalam urusan ini, menahan lisan dari perkataan yang tidak diperlukan sangat tidak bisa dilakukan, lisan memang tajam, bahkan lebih tajam dari belati yang sudah di asah beberapa kali.
“Luka karena belati ada obatnya, sedangkan luka karena lidah kemana obat hendak di cari” begitulah kira kira ungkapan para punjanga tentang sebuah luka.
Sementara itu, kata yang diucapkan dalam hitungan detik mampu membuat hati cerah merona, namun dalam beberapa detik pula mampu menyayat hati hingga terluka.
Lisan mu berkaitan dengan pengendalian diri saat emosi, akankah kamu mampu menahan diri, atau justru dengan mudahnya kamu mengucapkan kata yang mengores hati?
Ketahuilah sahabat madani, setan nggak akan berhenti mengusik setiap rumah tangga, ketika amarah itu datang, maka kendalikanlah diri dengan banyak mengingat Allah.
Nggak hanya badan mu yang butuh istirahat, tapi lisan mu juga butuh istirahat dari setiap ucapan yang nggak penting, karena kamu tidak tahu sebarapa besar dan kuatnya pengaruh kata kata kamu terhadap diri pasanganmu.
Mengucapkan kata-kata manis yang berisi tentang pujian, apresiasi, dukungan, atau cinta, tentu akan lebih baik bagi mental pasangan mu.
Mari berikan gizi yang cukup untuk hatinya, jangan sampai justru kamu menjadi orang yang lihai dalam mematahkan hati pasangan mu.
Jika kamu belum bisa membuatnya tersenyum ketika lelah datang berkunjung, maka janganlah membuatnya bersedih ketika hatinya sedang rapuh.
Dan jika kamu belum bisa mengucapkan kata kata manis padanya, maka janganlah mengucapkan kata kata yang menyakitinya.
Hal yang paling penting adalah ketika kamu bisa menjadikan rasa kecewa itu sebagai perekat hubungan yang semakin kuat.
Ketahuilah, ketika rumah tangga dilanda konflik, hal pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengelola emosi itu dengan baik.
Solusi Ketika Terjadi Konflik
Instropeksi diri, tabayyun, bertanya tanpa menghakimi, berbicara tanpa menjudge, memberitahu tentang kesalahannya tanpa nyinyiran, atau mengajak memperbaiki diri bersama tanpa merasa diri lebih hebat, adalah bagian dari cara kita mengelola emosi dengan baik.
Tidak dengan cara menuduh, berprasangka buruk, menafsirkan sesuka hati sesuai pemikiran kita, atau bahkan sampai mengeluarkan kata-kata yang sifatnya merendahkan pasangan.
Jika ada cara yang menenangkan, mengapa harus memilih cara yang membuat gusar? Bukankah kita ingin rumah tangga yang sakinah, mawadah, dah waramah. Ketika menikah doa yang selalu diucapkan semua orang.
Jika kamu ingin mewujudkanya, menjadikan pasangan mu dunia dan akhirat. Maka belajarlah untuk menyelesaikan setiap masalah dengan cara yang menghadirkan ketenangan dalam diri kita.
Redamlah ego dengan meminta maaf tidak hanya ketika kita bersalah saja, tetapi dalam berbagai hal yang menyakiti, karena saling harga-menghargai, hormat-menghormati sangat diperlukaan agar hubungan berada di jalan Allah.
Tidak sedikit juga, masalah dalam rumah tangga yang akhirnya berakhir dengan keharmonisan, karena ada permintaan maaf dari pasangan. Cukup dengan meminta maaf tulus dari hati. Begitu mudah, namun karena ego yang tinggi jadi teramat sulit untuk dilakukan. (MYR)