Jakarta – Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern, khususnya di era digital yang dibanjiri informasi, seringkali kita terjebak dalam aktivitas yang sia-sia, bahkan berpotensi mendatangkan dosa. Tulisan ini akan mengupas pentingnya menghindari perbuatan yang tidak bermanfaat, dengan mengarahkan fokus pada aspek spiritual dan sosial, menganalisis dampak perilaku negatif seperti ghibah di media sosial, serta mengajak pembaca untuk memanfaatkan waktu dengan lebih bijak dan produktif.
Salah satu bentuk kesia-siaan yang semakin marak di era digital adalah ghibah, atau membicarakan keburukan orang lain. Platform media sosial, dengan jangkauan yang luas dan kecepatan penyebaran informasi yang menakjubkan, justru seringkali disalahgunakan untuk memperluas ghibah. Berita-berita yang sumbernya tidak jelas, seringkali berisi fitnah dan pencemaran nama baik, dengan cepat menjadi viral, menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi pihak yang difitnah dan menciptakan iklim sosial yang tidak sehat. Hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa ghibah lebih berat daripada zina menunjukkan betapa parahnya dampak ghibah bagi pelakunya. Perbedaannya terletak pada kemudahan Allah SWT menerima taubat bagi pelaku zina yang bertobat dengan sungguh-sungguh, sedangkan ampunan bagi pelaku ghibah tergantung pada maaf dari orang yang dighibahnya. Ini menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dalam berbicara dan menyebarkan informasi, khususnya di media sosial.
Rasulullah SAW sendiri memberikan teladan yang luar biasa dalam hal berbicara. Beliau hanya berbicara sesuai keperluan, dengan kata-kata yang ringkas, tetapi sarat makna. Setiap ucapan Beliau bermanfaat dan tidak sia-sia. Ini mengajarkan kita untuk memfilter ucapan kita dengan baik, dengan mempertimbangkan manfaat dan dampaknya terhadap diri sendiri dan orang lain. Sebelum mengucapkan sesuatu, kita harus melakukan evaluasi diri, apakah ucapan tersebut bermanfaat atau justru membawa kerugian. Jika tidak bermanfaat, maka lebih baik diam.
Selain ghibah di media sosial, kesia-siaan juga dapat terjadi dalam penggunaan waktu dan usia. Usia merupakan anugerah dari Allah SWT, yang tidak dapat diperpanjang maupun dipersingkat. Firman Allah SWT dalam Surah Al-A’raf ayat 34 dengan jelas menyatakan bahwa tiap-tiap umat mempunyai batas waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan usia yang diberikan dengan sebaik-baiknya, dengan melakukan amal saleh dan perbuatan baik. Panjang pendeknya usia bukanlah ukuran nilai hidup seseorang, melainkan kualitas amal dan perbuatannya yang menentukan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa usia yang panjang hakikatnya adalah usia yang diisi dengan perbuatan baik dan amal saleh. Hadits Beliau yang mengajarkan untuk berbuat baik kepada orang tua dan menjalin silaturahmi menunjukkan bahwa hubungan sosial yang baik juga merupakan bagian penting dari penggunaan waktu yang bermanfaat.
Lagu religi "Bermata Tapi Tak Melihat" yang dirilis pada tahun 1991 oleh grup musik asal Bandung, dengan lirik karya Taufiq Ismail dan Jaka Harjakusumah (Bimbo), merupakan refleksi yang mendalam tentang kesia-siaan hidup. Lagu tersebut menggambarkan kondisi orang yang dikaruniai panca indera, harta, ilmu, dan hati, tetapi tidak memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Memiliki harta tetapi tidak bersedekah dan berzakat, memiliki ilmu tetapi tidak diamalkan, memiliki mata tetapi tidak digunakan untuk melihat kebaikan, memiliki hati tetapi tidak peka terhadap kebaikan dan keburukan, serta berjanji tetapi tidak menepatinya, merupakan contoh kesia-siaan yang harus dihindari.
Rasulullah SAW bersabda bahwa meninggalkan sesuatu yang tidak berguna merupakan tanda kebaikan Islam seseorang. Orang yang keislamannya baik akan memilih untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat dan menjauhi aktivitas yang tidak produktif. Kesibukan yang tidak bermanfaat, seperti yang dialami oleh pengangguran yang bingung dan mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat, merupakan contoh lain dari kesia-siaan. Kita harus menghindari kondisi di mana kita sibuk dengan hal-hal yang tidak diperintahkan Allah SWT dan meninggalkan hal-hal yang diperintahkan-Nya.
Kesibukan di dunia ini harus dibarengi dengan niat yang baik. Jika niatnya tidak baik, maka kesibukan tersebut justru akan mendatangkan murka Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus memulai dengan menyucikan hati terlebih dahulu, kemudian mendalami makrifatullah. Hati yang benar penuh dengan tauhid, tawakal, keyakinan, ilmu, dan iman, serta dekat dengan Allah SWT. Hati yang benar akan menghindari kesombongan dan merasa rendah hati di hadapan Allah SWT dan orang-orang saleh. Sifat keras harus ditujukan kepada orang-orang kafir, bukan kepada sesama muslim. Firman Allah SWT dalam Surah Al-Fath ayat 29 mengajarkan kita untuk bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama muslim.
Setelah mencapai maqam penyucian hati, kita harus menghindari pamer ketaatan. Menceritakan ketaatan sendiri dapat memiliki tiga kondisi negatif. Oleh karena itu, ketaatan harus dilakukan dengan ikhlas dan tanpa maksud untuk pamer.
Sebagai penutup, usia kita akan terus bertambah. Kita harus berhati-hati dalam bertindak agar tidak menimbun beban kesia-siaan di hari akhir. Marilah kita berbuat baik dan memberikan contoh kebaikan bagi generasi mendatang. Hindarilah percakapan yang tidak bermanfaat, khususnya ghibah, termasuk perdebatan politik yang seringkali menimbulkan perselisihan. Semoga Allah SWT menuntun kita semua untuk menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat.
(Aunur Rofiq, Ketua DPP PPP periode 2020-2025)
(Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.)