Shalat, tiang agama Islam, menjadi momen sakral yang menghubungkan hamba dengan Tuhannya. Di penghujung shalat, umat muslim melantunkan tahiyat akhir, sebuah doa yang memuat kalimat syahadat dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW serta Nabi Ibrahim AS. Kehadiran nama Nabi Ibrahim AS dalam bacaan ini kerap menimbulkan pertanyaan: mengapa beliau disebut bersama Rasulullah SAW? Penjelasannya memerlukan pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah ketauhidan dan hubungan erat kedua nabi agung ini.
Tahiyat Akhir: Lebih dari Sekedar Salam Penutup
Tahiyat akhir bukanlah sekadar salam penutup shalat. Ia merupakan bagian integral dari ibadah shalat yang mengandung makna dan pesan teologis yang mendalam. Kalimat-kalimatnya mengandung unsur persaksian (syahadat) atas keesaan Allah SWT dan kenabian Nabi Muhammad SAW, sekaligus ungkapan penghormatan dan shalawat kepada kedua nabi tersebut. Pengulangan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS, bukanlah tindakan ritual belaka, melainkan refleksi spiritual yang mendalam atas peran monumental kedua nabi dalam tegaknya agama tauhid.
Nabi Muhammad SAW: Puncak Kenabian dan Rahmat bagi Alam Semesta
Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi terakhir dan penutup para nabi, menempati posisi yang sangat mulia dalam Islam. Shalawat yang dilantunkan dalam shalat, khususnya dalam tahiyat akhir, merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan atas kedudukan beliau sebagai utusan Allah SWT yang membawa risalah Islam, agama yang sempurna dan rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur keagamaan, penyebutan nama Nabi Muhammad SAW dalam shalat fardhu mencapai 30 kali (dengan memperhitungkan bacaan tahiyat akhir dalam setiap rakaat), menunjukkan betapa besarnya kedudukan dan pengaruh beliau dalam kehidupan umat manusia. Miliaran umat muslim di seluruh dunia menyebut nama beliau setiap hari, menunjukkan betapa luasnya pengaruh dan teladan yang diberikannya. Shalawat kepada Rasulullah SAW bukan hanya sekadar ucapan, tetapi merupakan bentuk pengakuan atas kepemimpinan spiritual dan keteladanan beliau yang abadi.
Nabi Ibrahim AS: Bapak Para Nabi dan Teladan Ketauhidan
Nabi Ibrahim AS, yang dikenal sebagai "Khalilullah" (kekasih Allah), memegang peranan penting dalam sejarah ketauhidan. Beliau adalah teladan utama dalam keikhlasan dan keteguhan beriman kepada Allah SWT. Kisah perjuangan beliau melawan kemusyrikan dan mempertahankan tauhid menjadi inspirasi bagi generasi-generasi selanjutnya. Dalam Al-Quran, Allah SWT sendiri memuji keikhlasan dan ketaatan Nabi Ibrahim AS, sebagaimana termaktub dalam Surat An-Nisa ayat 125:
"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia juga berbuat kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya."
Ayat ini menegaskan keistimewaan Nabi Ibrahim AS di sisi Allah SWT. Keteguhan beliau dalam menegakkan tauhid, bahkan di tengah tekanan dan godaan yang sangat berat, menjadikannya panutan bagi seluruh umat manusia. Keikhlasan dan ketaatannya yang luar biasa bahkan dikisahkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab Qashash al-Anbiya, di mana degup jantung beliau yang dipenuhi rasa takut dan khusyuk kepada Allah SWT terdengar dari kejauhan. Kisah ini menggambarkan betapa dalamnya keimanan dan kedekatan beliau dengan Sang Khalik.
Hubungan Erat Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW: Pewarisan Tauhid
Penyebutan bersama Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS dalam tahiyat akhir bukan tanpa alasan. Kedua nabi agung ini memiliki hubungan yang erat, terutama dalam konteks pewarisan dan kelanjutan ajaran tauhid. Melalui jalur keturunan Nabi Ibrahim AS, baik melalui Ismail maupun Ishaq, terlahir banyak nabi dan rasul, termasuk Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS. Jalur keturunan Ismail AS kemudian berlanjut hingga pada Nabi Muhammad SAW, nabi terakhir yang membawa risalah Islam dan menyempurnakan ajaran tauhid. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW dapat dianggap sebagai pewaris dan penyempurna ajaran tauhid yang telah dirintis oleh Nabi Ibrahim AS. Keduanya merupakan tokoh sentral dalam sejarah ketauhidan, yang perjuangannya saling berkaitan dan melengkapi. Keberadaan Nabi Ibrahim AS sebagai "bapak para nabi" dan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi penutup menjadi simbol kesinambungan dan kelanjutan ajaran tauhid sepanjang zaman.
Jumlah Penyebutan: Sebuah Simbolisme
Meskipun tidak terdapat dalil eksplisit yang menjelaskan jumlah pasti penyebutan nama kedua nabi dalam shalat, beberapa literatur menyebutkan bahwa dalam shalat fardhu, nama Nabi Muhammad SAW disebut sekitar 30 kali dan nama Nabi Ibrahim AS sekitar 20 kali (jika dihitung dari bacaan tahiyat akhir). Angka-angka ini mungkin dapat diinterpretasikan sebagai simbolisme yang menunjukkan pentingnya kedua nabi dalam ajaran Islam. Namun, yang lebih penting adalah makna dan niat di balik penyebutan nama kedua nabi tersebut, yaitu sebagai bentuk penghormatan, pengakuan, dan teladan dalam kehidupan.
Gelar-Gelar Kenabian: Refleksi Keistimewaan
Gelar-gelar yang diberikan kepada para nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS, merefleksikan keistimewaan dan kapasitas masing-masing nabi. Allah SWT memberikan gelar yang sesuai dengan peran dan keutamaan para nabi-Nya. Gelar "Rasulullah" untuk Nabi Muhammad SAW menunjukkan beliau sebagai utusan Allah SWT yang membawa risalah terakhir dan sempurna, sedangkan gelar "Khalilullah" untuk Nabi Ibrahim AS menunjukkan kedekatan dan kasih sayang Allah SWT yang luar biasa kepada beliau. Kedua gelar ini mencerminkan keistimewaan dan peran sentral kedua nabi dalam sejarah agama.
Kesimpulan: Sebuah Pengakuan dan Penghormatan
Penyebutan nama Nabi Ibrahim AS bersama Nabi Muhammad SAW dalam tahiyat akhir merupakan pengakuan atas peran monumental kedua nabi dalam sejarah ketauhidan. Hubungan erat keduanya dalam pewarisan dan penyempurnaan ajaran tauhid menjadi landasan utama mengapa nama mereka disebut bersama dalam doa penutup shalat. Tahiyat akhir, dengan demikian, bukan sekadar doa penutup, tetapi juga merupakan pengakuan atas kepemimpinan spiritual dan keteladanan kedua nabi agung tersebut, sekaligus pengingat bagi umat muslim untuk senantiasa mengikuti jejak langkah mereka dalam menegakkan tauhid dan berbuat kebaikan. Shalawat yang dilantunkan merupakan bentuk penghormatan dan permohonan syafaat dari kedua nabi tersebut di hadapan Allah SWT. Semoga dengan memahami makna yang terkandung dalam tahiyat akhir, kita dapat semakin meningkatkan kualitas ibadah shalat dan meneladani keteladanan kedua nabi agung ini dalam kehidupan sehari-hari.