Jakarta – Pertanyaan seputar boleh tidaknya membaca surat yang sama setelah Al-Fatihah di setiap rakaat shalat sering muncul di kalangan umat Islam. Kejelasan hukum ini penting untuk memastikan kesahan ibadah dan memberikan ketenangan batin bagi para pelakunya. Berdasarkan kajian berbagai sumber hadis dan kitab fikih, praktik membaca surat yang sama atau berbeda setelah Al-Fatihah pada setiap rakaat shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah, ternyata memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak membatalkan shalat.
Shalat, sebagai tiang agama Islam, merupakan ibadah yang sangat fundamental. Ia merupakan sarana komunikasi langsung hamba dengan Allah SWT, di mana setiap gerakan dan bacaan memiliki makna dan tata cara tersendiri. Salah satu elemen penting dalam shalat adalah membaca Al-Fatihah, surat pembuka yang wajib dibaca pada setiap rakaat. Namun, setelah membaca Al-Fatihah, umat Islam dianjurkan untuk melanjutkan dengan membaca surat-surat lain dari Al-Qur’an. Pertanyaan mengenai pengulangan surat yang sama setelah Al-Fatihah inilah yang menjadi fokus pembahasan.
Hukum Membaca Surat Setelah Al-Fatihah: Sunnah Muakkadah dan Kesahan Shalat
Imam an-Nawawi, ulama besar mazhab Syafi’i, dalam kitabnya Al-Adzkar, menjelaskan secara gamblang hukum membaca surat setelah Al-Fatihah. Beliau menyatakan bahwa membaca surat lain setelah Al-Fatihah hukumnya adalah sunnah. Penting untuk dicatat bahwa an-Nawawi menekankan bahwa keutamaan ini berlaku baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah. Lebih lanjut, Imam an-Nawawi menegaskan bahwa meninggalkan bacaan surat setelah Al-Fatihah tidak membatalkan shalat dan tidak mewajibkan sujud sahwi (sujud karena lupa atau khilaf dalam shalat). Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban utama dalam shalat terfokus pada bacaan Al-Fatihah dan gerakan-gerakan shalat lainnya. Membaca surat setelah Al-Fatihah merupakan amalan sunnah yang dianjurkan untuk menambah kekhusyukan dan pahala shalat, bukan syarat sahnya shalat itu sendiri.
Penjelasan Imam an-Nawawi ini memberikan kepastian hukum yang jelas bagi umat Islam. Mereka tidak perlu merasa khawatir atau ragu akan kesahan shalatnya jika memilih untuk membaca surat yang sama di setiap rakaat. Keutamaan membaca Al-Qur’an dalam shalat memang sangat dianjurkan, namun pilihan surat dan pengulangannya tetap berada dalam koridor sunnah, bukan kewajiban mutlak.
Bukti dari Hadis Nabi Muhammad SAW
Pendapat Imam an-Nawawi tersebut diperkuat oleh beberapa hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadis yang diriwayatkan, misalnya, menjelaskan praktik Nabi SAW dalam membaca surat setelah Al-Fatihah. Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi SAW terkadang membaca surat yang berbeda-beda, dan terkadang mengulang surat yang sama dalam rakaat yang berbeda. Variasi ini menunjukkan fleksibilitas dalam praktik membaca surat setelah Al-Fatihah, selama tetap dijalankan dengan khusyuk dan niat yang ikhlas. Ketidakkonsistenan dalam pemilihan surat tersebut justru menunjukkan bahwa yang lebih penting adalah kekhusyukan dan keikhlasan dalam menjalankan shalat, bukan pada persamaan atau perbedaan surat yang dibaca.
Hadis lain yang diriwayatkan dari Abu Qotadah Al-Anshory RA menjelaskan praktik Nabi SAW dalam shalat Dhuhur dan Ashar. Nabi SAW membaca Al-Fatihah dan dua surat lainnya pada dua rakaat awal, dengan memanjangkan bacaan pada rakaat pertama dan memendekkan pada rakaat kedua. Pada dua rakaat terakhir, beliau hanya membaca Al-Fatihah. Praktik ini menunjukkan bahwa Nabi SAW memiliki variasi dalam pemilihan dan panjang pendeknya bacaan, tanpa mengkhususkan pada pengulangan atau perbedaan surat tertentu. Hal ini kembali menegaskan bahwa tidak ada ketentuan khusus mengenai pengulangan surat yang sama setelah Al-Fatihah.
Pendapat Ulama Kontemporer: Ijtihad dan Kemudahan
Pendapat ulama kontemporer semakin memperkuat pandangan ini. Sayyid Sabiq, dalam kitabnya Fiqh Sunnah, mengutip pendapat Ibnu Qatadah yang menyatakan diperbolehkannya membaca satu surat yang sama pada rakaat pertama dan kedua, atau bahkan mengulang-ulang surat yang dipilihnya. Alasannya sederhana: semua surat adalah bagian dari Al-Qur’an, dan membaca Al-Qur’an dalam shalat adalah amalan yang sangat dianjurkan. Tidak ada dalil yang melarang pengulangan surat yang sama, selama tetap menjaga kekhusyukan dan keikhlasan dalam shalat.
Dr. Syaikh bin Fauzan bin Abdullah, dalam Ringkasan Fikih Lengkap, menyatakan senada. Beliau menegaskan bahwa seseorang diperbolehkan mengulang satu surat yang sama dalam dua rakaat atau membagi satu surat dalam dua rakaat. Beliau juga mencontohkan hadis yang menyebutkan Nabi SAW membaca surat Az-Zalzalah di rakaat pertama dan kedua shalat Subuh. Hadis ini menunjukkan bahwa pengulangan surat dalam rakaat yang berbeda bukanlah sesuatu yang terlarang. Bahkan, praktik ini dilakukan oleh Nabi SAW sendiri.
Membaca Beberapa Surat dalam Satu Rakaat dan Membaca Ayat Terpilih
Selain pengulangan surat, kitab-kitab fikih juga membahas kebolehan membaca beberapa surat dalam satu rakaat. Hadis Hudzaifah yang diriwayatkan oleh Muslim menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah membaca surat Al-Baqarah, An-Nisa’, dan Ali Imran dalam satu rakaat. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan keluasan dalam praktik membaca Al-Qur’an dalam shalat. Yang penting adalah kemampuan dan kesanggupan masing-masing individu untuk membaca dengan khusyuk dan tidak terburu-buru.
Lebih lanjut, diperbolehkan pula membaca sebagian ayat dari suatu surat, baik bagian tengah maupun bagian akhir. Riwayat Ahmad dan Muslim dari Ibnu Abbas RA menyebutkan bahwa Nabi SAW pernah membaca Al-Baqarah ayat 136 pada rakaat pertama dan Ali Imran ayat 64 pada rakaat kedua. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kewajiban untuk membaca surat secara utuh, selama bacaan tersebut diambil dari Al-Qur’an dan dibaca dengan khusyuk.
Landasan Ayat Al-Qur’an: Kemudahan dan Kesesuaian Kemampuan
Kebolehan membaca surat yang sama atau berbeda, membaca beberapa surat dalam satu rakaat, atau membaca sebagian ayat dari suatu surat, semuanya dilandasi oleh ayat Al-Qur’an sendiri. Ayat Al-Muzammil ayat 20 menganjurkan untuk membaca Al-Qur’an yang mudah (bagimu). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT menginginkan kemudahan bagi hamba-Nya dalam menjalankan ibadah. Pemilihan surat dan jumlah ayat yang dibaca harus disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi masing-masing individu. Yang terpenting adalah keikhlasan dan kekhusyukan dalam menjalankan shalat.
Kesimpulan:
Berdasarkan kajian hadis dan pendapat ulama, membaca surat yang sama setelah Al-Fatihah di setiap rakaat shalat adalah diperbolehkan. Praktik ini tidak membatalkan shalat dan tidak memerlukan sujud sahwi. Yang lebih penting adalah keikhlasan dan kekhusyukan dalam menjalankan shalat, serta kesesuaian pemilihan surat dan jumlah ayat yang dibaca dengan kemampuan dan kondisi masing-masing individu. Allah SWT menginginkan kemudahan bagi hamba-Nya dalam beribadah, sehingga fleksibilitas dalam praktik shalat selama tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah sangatlah dianjurkan. Semoga penjelasan ini memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan memberikan ketenangan bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah shalat. Wallahu a’lam bishawab.