Makkah, 1 Januari 2025 – Gunung Nur, atau Jabal Nur, bukanlah sekadar bentang alam yang menjulang di atas Kota Suci Makkah. Lebih dari itu, gunung dengan ketinggian 642 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini menyimpan sejarah monumental bagi umat Islam sedunia. Sebagai saksi bisu peristiwa monumental turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira, Jabal Nur menjadi destinasi ziarah yang tak tergantikan bagi para jamaah haji dan umrah. Perjalanan menuju puncaknya, meskipun menantang, menawarkan pengalaman spiritual dan visual yang tak terlupakan.
Puncak Jabal Nur, dengan ketinggian sekitar 200 meter dari kaki gunung dan bentuknya yang menjulang tajam, menawarkan panorama Makkah yang memukau. Pendakian yang membutuhkan waktu sekitar setengah jam ini, merupakan perjalanan fisik yang dibalas dengan keindahan visual yang luar biasa. Bebatuan terjal yang menyelimuti permukaan gunung menjadi bukti kekuatan alam yang mengagumkan, sekaligus menjadi latar belakang bagi pemandangan Kota Suci yang membentang luas di bawahnya.
Dari ketinggian ini, bentangan Masjidil Haram terlihat begitu megah, menyerupai lautan manusia yang khusyuk beribadah. Kubah emas Ka’bah, kiblat umat Islam seluruh dunia, tampak berkilauan di bawah sinar matahari, atau memancarkan cahaya keemasan yang menawan di malam hari. Bangunan-bangunan pencakar langit modern, seperti Zamzam Tower, berdiri kokoh di antara bangunan-bangunan tua yang bersejarah, menunjukkan perpaduan harmonis antara modernitas dan sejarah di kota suci ini. Panorama ini merupakan perpaduan yang menakjubkan antara keagungan spiritual dan perkembangan perkotaan.
Namun, keindahan visual semata bukanlah satu-satunya daya tarik Jabal Nur. Nilai sejarah dan spiritual yang melekat pada gunung ini jauh lebih bermakna. Gua Hira, sebuah gua kecil yang terletak di puncak Jabal Nur, menjadi tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Peristiwa ini menandai dimulainya kenabian Nabi Muhammad SAW dan menjadi tonggak sejarah bagi agama Islam. Bagi para jamaah, mengunjungi Gua Hira merupakan pengalaman spiritual yang mendalam, sebuah kesempatan untuk merenungkan peristiwa agung yang mengubah perjalanan sejarah umat manusia.
Perjalanan menuju Gua Hira sendiri bukanlah perjalanan yang mudah. Jalan setapak yang terjal dan berbatu menuntut kehati-hatian dan stamina fisik yang cukup. Namun, setiap langkah yang terayun di antara bebatuan tersebut terasa bermakna, seolah-olah setiap langkah tersebut membawa kita lebih dekat kepada sejarah dan spiritualitas yang begitu dalam. Kelelahan fisik akan terbayar lunas dengan pemandangan yang disuguhkan sepanjang perjalanan dan puncaknya. Pemandangan lembah-lembah yang hijau, kota Makkah yang membentang luas, dan langit yang membiru, semuanya menjadi bagian dari pengalaman spiritual yang tak terlupakan.
Saat matahari terbenam, pemandangan dari puncak Jabal Nur berubah menjadi lebih dramatis. Langit yang dihiasi warna-warna jingga, merah, dan ungu menjadi latar belakang yang sempurna bagi siluet Kota Makkah yang mulai dipenuhi cahaya lampu. Masjidil Haram, yang tampak berkilauan di kegelapan malam, menawarkan pemandangan yang begitu khusyuk dan menenangkan. Suasana sunyi dan tenang di puncak gunung, diiringi dengan hembusan angin sepoi-sepoi, membuat momen ini menjadi sangat berkesan.
Pengalaman berziarah ke Jabal Nur tidak hanya sebatas perjalanan fisik, namun juga perjalanan spiritual yang mendalam. Gunung ini menjadi tempat untuk merenungkan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, mengingatkan kita akan pentingnya kesabaran, ketekunan, dan ketaatan kepada Allah SWT. Perjalanan menuju puncaknya, dengan segala tantangannya, merupakan metafora dari perjalanan spiritual yang penuh rintangan, namun pada akhirnya akan membawa kita kepada keindahan dan kedamaian batin.
Lebih dari sekadar destinasi wisata religi, Jabal Nur merupakan simbol keimanan dan keteguhan hati. Gunung ini menjadi saksi bisu atas peristiwa agung yang mengubah sejarah dunia, dan menjadi tempat bagi jutaan umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keindahan alam yang disuguhkan dari puncaknya merupakan anugerah yang tak ternilai, sebuah hadiah bagi mereka yang telah menempuh perjalanan panjang dan penuh tantangan untuk sampai ke sana.
Pengalaman mendaki Jabal Nur juga mengajarkan kita tentang pentingnya menghargai proses. Perjalanan yang panjang dan melelahkan menuju puncak gunung mengajarkan kita tentang kesabaran, ketekunan, dan kerja keras. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan oleh agama Islam. Setiap langkah yang kita ambil, setiap tetes keringat yang kita keluarkan, semuanya menjadi bagian dari proses menuju pencapaian tujuan.
Selain itu, keindahan panorama Makkah dari puncak Jabal Nur juga mengingatkan kita tentang kebesaran dan keagungan Allah SWT. Pemandangan yang begitu menakjubkan merupakan bukti nyata dari kekuasaan dan keindahan ciptaan-Nya. Hal ini dapat meningkatkan rasa syukur dan ketaqwaan kita kepada-Nya.
Dalam konteks kekinian, Jabal Nur juga menjadi simbol penting bagi upaya pelestarian lingkungan dan pengembangan wisata religi yang berkelanjutan. Penting bagi pihak berwenang untuk menjaga kelestarian lingkungan di sekitar Jabal Nur, serta memastikan bahwa pengembangan wisata religi di kawasan ini dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Hal ini untuk memastikan bahwa generasi mendatang juga dapat menikmati keindahan dan nilai sejarah Jabal Nur.
Kesimpulannya, Jabal Nur lebih dari sekadar gunung. Ia adalah saksi bisu sejarah, tempat bersejarah, dan destinasi ziarah yang sarat makna spiritual. Perjalanan menuju puncaknya, dengan segala tantangan dan keindahannya, merupakan pengalaman yang tak terlupakan bagi setiap jamaah yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT dan merenungkan peristiwa agung yang terjadi di Gua Hira. Keindahan panorama Makkah dari puncak Jabal Nur merupakan hadiah yang tak ternilai, sebuah pemandangan yang akan terukir dalam ingatan selamanya. Semoga Jabal Nur tetap lestari dan terus menjadi inspirasi bagi umat Islam di seluruh dunia.