Jakarta – Pengucapan yang tepat dan fasih dalam membaca Al-Qur’an merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Aspek kunci dalam mencapai kefasihan tersebut adalah tajwid, sebuah ilmu yang mengatur kaidah-kaidah pengucapan huruf, panjang pendek bacaan, serta teknik berhenti dan memulai bacaan. Lebih dari sekadar memperindah bacaan, pemahaman dan penerapan tajwid menjadi pilar penting dalam menjaga kesucian dan keaslian pesan ilahi yang terkandung dalam kitab suci umat Islam. Membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar merupakan bentuk penghormatan dan kecintaan terhadap firman Allah SWT, serta upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Hadits Nabi Muhammad SAW, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya,” (HR. Bukhari, No. 5027), menegaskan pentingnya penguasaan Al-Qur’an, termasuk pemahaman mendalam tentang tajwid. Ajaran ini tidak hanya menekankan pentingnya membaca Al-Qur’an, tetapi juga mengajarkannya kepada orang lain. Namun, sebelum dapat mengajarkannya, seseorang harus terlebih dahulu menguasai bacaan yang benar dan sesuai dengan kaidah tajwid. Ketidaktepatan dalam membaca Al-Qur’an dapat berdampak pada makna dan pesan yang disampaikan, sehingga penting bagi setiap muslim untuk senantiasa memperbaiki dan menyempurnakan bacaannya.
Secara etimologis, kata "tajwid" berasal dari bahasa Arab yang berarti "tahsin," yang berarti memperindah atau memperbaiki. Ilmu tajwid, karenanya, merupakan ilmu yang mengajarkan cara membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengeluarkan huruf-hurufnya dari makhraj (tempat keluarnya huruf) yang benar dan sesuai dengan sifat-sifatnya. Tujuan utama mempelajari ilmu tajwid adalah untuk mencapai bacaan Al-Qur’an yang fasih, benar, dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Hal ini tidak hanya untuk memperindah bacaan, tetapi juga untuk menjaga lisan dari kesalahan dan memelihara keaslian bacaan Al-Qur’an dari perubahan-perubahan yang mungkin terjadi seiring berjalannya waktu.
Keutamaan membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar tidak hanya terletak pada aspek duniawi, tetapi juga menyangkut pahala dan keberkahan di akhirat. Dengan membaca firman Allah SWT secara benar dan fasih, seorang qari (pembaca Al-Qur’an) diharapkan mendapatkan ridha Allah SWT dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Keberkahan ini mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari ketenangan hati hingga keberhasilan dalam berbagai urusan.
Hukum-hukum tajwid yang perlu dipahami cukup banyak dan kompleks. Namun, pemahaman yang sistematis dan bertahap akan memudahkan proses pembelajaran. Berdasarkan berbagai referensi, setidaknya terdapat 16 hukum tajwid utama yang perlu dipelajari dan diterapkan. Berikut uraian singkat beserta contohnya:
1. Idzhar Halqi: Idzhar halqi, secara harfiah berarti "penampakan tenggorokan," merupakan hukum tajwid yang mengatur pengucapan nun sukun atau tanwin dengan jelas dan tanpa dengung (ghunnah) ketika bertemu dengan huruf-huruf halqiyyah (huruf yang dilafalkan dari tenggorokan), yaitu hamzah (ء), kha (خ), ha (ه), ain (ع), ghain (غ), dan ha’ (ح).
Contoh: "Ma agna ‘an-hu" (QS Al Lahab: 2) – Nun sukun pada kata "an" dilafalkan dengan jelas tanpa dengung ketika bertemu dengan huruf ha’ pada kata "hu".
2. Idgham Bighunnah: Idgham bighunnah berarti "peleburan dengan dengung." Hukum ini mengatur peleburan nun sukun atau tanwin dengan huruf-huruf idgham (huruf yang dapat dileburkan), yang kemudian dilafalkan menjadi satu dan disertai dengung. Huruf-huruf idgham bighunnah adalah ya (ي), nun (ن), mim (م), dan wau (و).
Contoh: "Abi lahabiw wa tabb" (QS Al Lahab: 1) – Nun sukun pada kata "Abi" dan tanwin pada kata "lahabi" dileburkan dengan huruf mim dan wau berikutnya, disertai dengung.
3. Idgham Bilaghunnah: Idgham bilaghunnah berarti "peleburan tanpa dengung." Hukum ini serupa dengan idgham bighunnah, namun tanpa dengung. Huruf-huruf idgham bilaghunnah adalah lam (ل) dan ra (ر).
Contoh: "Walam yakullahu" (QS Al Ikhlas: 4) – Nun sukun pada kata "Walam" dileburkan dengan lam berikutnya tanpa dengung.
4. Iqlab: Iqlab berarti "perubahan." Hukum ini mengatur perubahan nun sukun atau tanwin menjadi mim ketika bertemu dengan huruf ba (ب), disertai dengung.
Contoh: "mimmba’di" (QS Al Bayyinah: 4) – Nun sukun pada kata "mimmba" berubah menjadi mim dan dilafalkan dengan dengung.
5. Ikhfa Hakiki: Ikhfa hakiki berarti "pemalsuan yang sebenarnya." Hukum ini mengatur pengucapan nun sukun atau tanwin dengan samar dan disertai dengung ketika bertemu dengan huruf-huruf ikhfa hakiki. Huruf-huruf ikhfa hakiki meliputi sebagian besar huruf hijaiyah, kecuali huruf-huruf idgham dan idzhar.
Contoh: "Laqad khalaqnal-insana" (QS At Tin: 4) – Nun sukun pada kata "Laqad" dilafalkan dengan samar dan dengung ketika bertemu dengan huruf kaf pada kata "khalaqna".
6. Ikhfa Syafawi: Ikhfa syafawi merupakan pengecualian dari ikhfa hakiki, yaitu ketika mim sukun bertemu dengan huruf ba (ب). Pengucapannya samar dan disertai dengung.
Contoh: "Tarmihim bihijaratim" (Al Fil ayat 4) – Mim sukun pada kata "Tarmihim" dilafalkan samar dan disertai dengung ketika bertemu dengan huruf ba pada kata "bihijaratim".
7. Idgham Mitslain: Idgham mitslain berarti "peleburan yang sama." Hukum ini mengatur peleburan mim sukun dengan mim berharakat, disertai dengung.
Contoh: "lahummmaa yattaquuna" – Mim sukun dileburkan dengan mim berharakat berikutnya, disertai dengung.
8. Idzhar Syafawi: Idzhar syafawi berarti "penampakan bibir." Hukum ini mengatur pengucapan mim sukun dengan jelas dan tanpa dengung ketika bertemu dengan huruf selain mim (م) dan ba (ب).
Contoh: "An’amta ‘alaihim" (Al Fatihah ayat 7) – Mim sukun pada kata "An’amta" dilafalkan dengan jelas tanpa dengung.
9. Mim dan Nun Bertasydid (Ghunnatu Musyaddadah): Mim dan nun bertasydid harus dilafalkan dengan dengung yang panjangnya dua harakat.
Contoh: "wa mimma" (mim bertasydid) dan "innahum" (nun bertasydid).
10. Mad Ashli/Thabi’i: Mad asli atau mad thabi’i adalah mad yang murni, berasal dari huruf mad (alif, ya, wau) itu sendiri tanpa dipengaruhi oleh huruf lain.
Contoh: "Birabbin-nāsi" (QS An Nas ayat 1).
11. Mad Far’i: Mad far’i adalah mad yang terjadi karena pengaruh huruf lain, seperti hamzah atau sukun. Terdapat beberapa jenis mad far’i, seperti mad jaiz munfasil, mad wajib muthlaq, dan lain-lain.
Contoh: "Allahu khairun" (QS An Naml ayat 59).
12. Idgham Mutamatsilain (Idgham Mimi): Idgham mutamatsilain adalah peleburan dua huruf yang sama makhraj dan sifatnya, kecuali ya dan wau.
Contoh: "balla tukrim" (QS Al Fajr ayat 17).
13. Idgham Mutajanisain: Idgham mutajanisain adalah peleburan dua huruf yang sama makhrajnya tetapi berbeda sifatnya.
Contoh: "Fa lamma asqalad da’awallaha rabbahuma" (QS Al A’raf ayat 189).
14. Idgham Mutaqaribain: Idgham mutaqaribain adalah peleburan dua huruf yang makhraj dan sifatnya berdekatan.
Contoh: "Faqur rabbukum" (QS Al An’am ayat 147).
15. Qalqalah Sugra: Qalqalah sugra adalah pantulan suara yang lemah pada huruf qalqalah (ب ج د ط ق) di tengah kalimat.
Contoh: "razaqnahum" (Qs Al Baqarah ayat 3).
16. Qalqalah Kubra: Qalqalah kubra adalah pantulan suara yang kuat pada huruf qalqalah di akhir kalimat.
Contoh: "Wal-yaumil-mau’id" (QS Al Buruj ayat 2).
Mempelajari dan mengamalkan hukum-hukum tajwid ini merupakan perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Namun, upaya tersebut akan membuahkan hasil yang sangat berharga, yaitu kemampuan membaca Al-Qur’an dengan benar, fasih, dan penuh khusyuk, sehingga dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meraih keberkahan-Nya. Semoga uraian singkat ini dapat menjadi langkah awal dalam memahami dan mengamalkan ilmu tajwid.