Ilmu tajwid merupakan pilar fundamental dalam pembacaan Al-Qur’an bagi umat Muslim. Ketepatan dan keindahan bacaan suci ini tak hanya bergantung pada pemahaman makna, tetapi juga pada penguasaan kaidah-kaidah tajwid yang mengatur pelafalan setiap huruf dan kata. Secara etimologis, kata "tajwid" berasal dari bahasa Arab "jawwada," yang berarti "memperbaiki" atau "mentahsin," menunjukkan esensi ilmu ini sebagai upaya penyempurnaan bacaan Al-Qur’an. Pemahaman yang komprehensif tentang tajwid menjadi kunci untuk meraih keberkahan dan pahala dalam membaca kitab suci.
Berbagai definisi tajwid telah dikemukakan oleh para ulama. Al-Mursyidi dan Qamhawi mendefinisikan tajwid sebagai "mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluar huruf (makhraj), serta memberi hak dan mustahaq dari sifat huruf." Definisi ini menekankan pentingnya akurasi pelafalan berdasarkan tempat artikulasi huruf dan memperhatikan sifat-sifat inheren masing-masing huruf. Sementara itu, ‘Athiyyah Qabil Nashar memberikan definisi yang lebih luas, menyatakan bahwa tajwid adalah ilmu yang membahas "pemberian hak pada huruf-huruf ayat Al-Qur’an berupa sifat-sifat yang lazim diperlukan, seperti sifat isti’la’ dan istifal, atau mustahaq huruf dari hukum-hukum bacaan yang muncul dari sifat-sifat tersebut, seperti hukum bacaan tafkhim, tarqiq, idgham, izhhar, dan lain sebagainya." Definisi ini merangkum aspek-aspek penting tajwid, termasuk sifat-sifat huruf dan berbagai hukum bacaan yang terkait.
Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu tajwid merupakan sistematika kaidah dan tata cara membaca Al-Qur’an dengan benar dan fasih. Dua hal utama yang menjadi fokus tajwid adalah: (1) penggunaan makhraj (tempat keluarnya huruf) yang tepat, dan (2) pemberian hak dan sifat pada setiap huruf sesuai ketentuan. Hal ini memastikan bahwa bacaan Al-Qur’an terjaga keaslian dan keindahannya, sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Hadits riwayat Bukhari, "Sebaik-baik kamu ialah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya," menegaskan pentingnya mempelajari dan mengajarkan ilmu tajwid sebagai bagian integral dari ibadah. Mempelajari tajwid bukan sekadar tuntutan teknis, melainkan juga ibadah yang dianjurkan, karena membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar diyakini akan meningkatkan keimanan dan mendatangkan keberkahan.
Status hukum mempelajari tajwid adalah fardhu kifayah, artinya kewajiban yang harus ditunaikan oleh sebagian umat Islam agar terjaga kelestarian bacaan Al-Qur’an yang benar. Namun, membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar merupakan fardhu ‘ain, kewajiban individual bagi setiap muslim untuk memastikan sahnya bacaan dan ketaatan pada syariat. Oleh karena itu, penguasaan ilmu tajwid menjadi amat penting bagi setiap muslim.
Berikut ini uraian rinci mengenai 21 hukum bacaan tajwid yang perlu dipahami:
1. Idzhar Halqi: Hukum ini berlaku ketika nun sukun (نْ) atau tanwin bertemu dengan salah satu dari enam huruf halqi (حاء، خاء، غين، عين، همزة، هاء). Huruf-huruf halqi diartikulasikan di bagian belakang tenggorokan. Idzhar halqi berarti menjelaskan atau mempertegas pelafalan nun sukun atau tanwin tanpa ada dengungan. Contoh: "وَمَنْ أَحْسَنُ" (waman ahsana).
2. Idghom Bighunnah: Terjadi ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu dari empat huruf: ي، ن، م، و. Idghom bighunnah berarti memasukkan nun sukun atau tanwin ke dalam huruf berikutnya sambil menambahkan dengungan (ghunnah). Contoh: "فَمَنْ يَعْمَلْ" (famayya’mal).
3. Idghom Bilaghunnah: Hukum ini berlaku ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf لام (lam) atau راء (ra’). Idghom bilaghunnah berarti memasukkan nun sukun atau tanwin tanpa dengungan. Contoh: "وَلَكِنَّ الَّذِينَ" (walakinnalladzina).
4. Iqlab: Terjadi ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf باء (ba’). Iqlab berarti mengubah nun sukun atau tanwin menjadi mim (م) dengan dengungan. Contoh: "مِمْبَعْدِمَا" (mimba’dimaa).
5. Ikhfaa: Ikhfaa’ berarti menyamarkan atau menyembunyikan. Hukum ini berlaku ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf selain huruf halqi, idghom bighunnah, idghom bilaghunnah, dan iqlab. Pelafalan nun sukun atau tanwin masih terdengar, namun samar, antara idzhar dan idghom. Contoh: "أَنْتَاسْأَلُوا" (anntas-aluu).
6. Idzhar Syafawi: Terjadi ketika mim sukun (مْ) bertemu dengan huruf selain mim dan ba’. Idzhar syafawi berarti menjelaskan atau mempertegas pelafalan mim sukun dari bibir. Contoh: "لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ" (la’allakum tattaquuna).
7. Ikhfaa Syafawi: Terjadi ketika mim sukun bertemu dengan ba’. Ikhfaa syafawi berarti menyamarkan pelafalan mim sukun dengan sedikit dengungan. Contoh: "سَبَقَكُمْ بِهَا" (sabaqokumm bihaa).
8. Idghom Mimi: Terjadi ketika mim sukun bertemu dengan mim lainnya. Idghom mimi berarti memasukkan mim sukun ke dalam mim berikutnya dengan dengungan yang lebih kuat. Contoh: "فَإِذَا هُم مُّظْلِمُونَ" (faidzaahumm mudzhlimuuna).
9. Idghom Mutamatsilain: Terjadi ketika dua huruf yang sama bertemu, dengan huruf pertama bersukun dan huruf kedua berharakat. Huruf pertama dimasukkan ke dalam huruf kedua. Contoh: "فَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ" (falyaktub bainakum).
10. Idghom Mutaqaribain: Terjadi ketika dua huruf yang berdekatan tempat keluarnya (makhraj) dan sifatnya bertemu, dengan huruf pertama bersukun dan huruf kedua berharakat. Huruf pertama dimasukkan ke dalam huruf kedua. Contoh: "نَخْلُكُمْ" (nakhlukkum).
11. Idzhar Qomariyah: Terjadi ketika alif lam (ال) bertemu dengan salah satu dari 14 huruf qomariyah. Idzhar qomariyah berarti menjelaskan atau mempertegas pelafalan alif lam. Contoh: "الْبَاطِلُ" (albaathilu).
12. Idghom Syamsiyah: Terjadi ketika alif lam (ال) bertemu dengan salah satu dari 14 huruf syamsiyah. Idghom syamsiyah berarti memasukkan alif lam ke dalam huruf syamsiyah berikutnya. Contoh: "الطَّوَّابُ" (attawwaabu).
13. Qalqalah Sughra: Terjadi ketika salah satu dari lima huruf qalqalah (ق، ط، ب، ج، د) berada dalam keadaan sukun. Qalqalah sughra menghasilkan getaran kecil pada huruf tersebut. Contoh: "وَأَقْبَلَ" (wa aqbala).
14. Qalqalah Kubra: Terjadi ketika salah satu dari lima huruf qalqalah berada dalam keadaan sukun karena waqaf (berhenti). Qalqalah kubra menghasilkan getaran yang lebih kuat dibandingkan qalqalah sughra. Contoh: "بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ" (bil baitul ‘atiiq).
15. Mad Thabi’i: Pemanjangan bacaan secara alami yang terjadi pada huruf mad (أ، و، ي) yang bertemu dengan huruf berharakat. Pemanjangannya selama dua harakat (satu alif). Contoh: "يَسْتَبْشِرُونَ" (yastabsyiruuna).
16. Mad Wajib Muttashil: Pemanjangan bacaan yang wajib dilakukan ketika mad thabi’i bertemu dengan hamzah dalam satu kata. Pemanjangannya selama lima harakat (dua setengah alif). Contoh: "مِنَ الْمَاءِ" (minhulmaa-u).
17. Mad Jaiz Munfashil: Pemanjangan bacaan yang diperbolehkan (jaiz) ketika mad thabi’i bertemu dengan hamzah pada kata yang berbeda. Pemanjangannya bisa sama dengan mad wajib muttashil atau mad thabi’i. Contoh: "فِيهَا أَبَدًا" (fiihaaa-abadan).
18. Mad Layyin: Pemanjangan bacaan yang lunak dan lemas pada huruf mad (و، ي) yang didahului oleh fathah. Pemanjangannya selama dua harakat. Contoh: "بِالْغَيْبِ" (bilghoibi).
19. Mad ‘Iwadh: Pemanjangan bacaan yang terjadi ketika tanwin diubah menjadi mad (alif) pada saat waqaf. Pemanjangannya selama dua harakat. Contoh: "عَذَابًا أَلِيمًا" (‘adzaaban alimaa).
20. Mad Tamkin: Pemanjangan bacaan yang terjadi ketika ya’ sukun didahului oleh ya’ bertasydid dan berharakat kasrah. Pemanjangannya selama dua harakat. Contoh: "وَإِذَا هُيَّئَتُمْ" (waidzaa huyyiitum).
21. Mad ‘Aridh Lissukun: Pemanjangan bacaan yang terjadi ketika mad thabi’i atau mad layyin diikuti waqaf. Pemanjangannya bisa panjang, sedang, atau pendek tergantung pilihan waqaf. Contoh: "رِينْ" (riin) atau "قَابْ" (qaab).
Dengan memahami dan mempraktikkan hukum-hukum bacaan tajwid di atas, diharapkan para pembaca Al-Qur’an dapat melafalkan kalamullah dengan benar, fasih, dan penuh kekhusyukan, sehingga mendapatkan pahala dan keberkahan yang dijanjikan. Penting untuk diingat bahwa latihan dan bimbingan dari guru yang berpengalaman sangatlah dianjurkan untuk mencapai penguasaan tajwid yang optimal.