Jakarta – Sebagai umat Islam, kita meyakini bahwa Islam adalah agama yang benar di sisi Allah SWT, jalan yang membawa manusia menuju surga. Namun, Islam juga merupakan "rahmatan lil alamin", rahmat bagi seluruh alam, yang ajarannya membawa manfaat tidak hanya bagi pemeluknya, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Untuk memahami lebih dalam tentang makna agama dan inti ajaran Islam, mari kita bahas lebih lanjut.
Agama: Tata Aturan Kehidupan yang Menghindarkan Kekacauan
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, gabungan dari "a" yang berarti "tidak" dan "gama" yang berarti "kacau". Dengan demikian, agama dapat diartikan sebagai tata aturan kehidupan yang bertujuan untuk menghindari kekacauan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kemdikbud mendefinisikan agama secara etimologis sebagai ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Selain itu, agama juga mengatur tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar manusia serta hubungan manusia dengan lingkungannya.
Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, mewajibkan setiap warganya untuk memeluk salah satu agama yang diakui oleh negara, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, atau Buddha. Agama-agama di luar daftar tersebut tidak diakui oleh negara, termasuk atheis (yang tidak percaya adanya Tuhan) dan agnostik (yang meragukan keberadaan Tuhan).
Kebebasan Beragama: Hak Asasi yang Dijamin Konstitusi
Meskipun negara mewajibkan warganya untuk memeluk agama, namun Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 secara tegas menjamin kebebasan setiap warga untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya. Dengan kata lain, tidak ada paksaan untuk memeluk agama tertentu.
Prinsip kebebasan beragama ini selaras dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 256:
"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Ayat ini menegaskan bahwa meskipun Allah SWT memiliki kekuasaan yang maha luas, namun Dia tidak memaksa siapa pun untuk mengikuti ajaran-Nya. Allah SWT juga memerintahkan para pendakwah Islam untuk mengajak orang lain memeluk agama Islam dengan cara yang baik, tanpa kekerasan. Kewajiban setiap muslim hanyalah menyampaikan ayat-ayat Allah SWT dan mengajak pada kebaikan. Hidayah Islam sendiri merupakan hak prerogatif Allah SWT.
Tauhid: Inti Sari Ajaran Islam
Prof. Dr. Buya Hamka, ulama terkemuka Indonesia, dalam kitab Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa inti sari ajaran agama Islam adalah tauhid. Tauhid termaktub dalam dua kalimat syahadat: "Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah", yang artinya "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah."
Dua kalimat syahadat ini mengandung makna penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT dengan keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dalam perbuatan. Selain itu, syahadat juga mengandung keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul yang diutus Allah dan menjadikan beliau sebagai teladan dalam menjalankan ajaran Islam.
Beberapa ayat Al-Qur’an menjelaskan tentang ketauhidan, salah satunya adalah Surah Al-Baqarah ayat 255:
"Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung."
Ayat ini dikenal sebagai Ayat Kursi, yang merangkum makna Ketuhanan secara keseluruhan, sesuai dengan fitrah manusia. Buya Hamka menjelaskan bahwa jika hati seseorang tulus dan ikhlas, tidak terpengaruh oleh taqlid kepada nenek moyang atau paksaan dari pemuka agama, maka orang tersebut akan menerima keyakinan tauhid dengan sendirinya.
Tiga Pilar Utama Ajaran Islam
Selain dua kalimat syahadat, inti sari ajaran Islam juga tercermin dalam hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA:
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mereka mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Maka apabila mereka melakukan hal tersebut, maka sungguh mereka telah menjaga harta dan jiwanya dari (seranganku), kecuali disebabkan hak Islam. Dan hisab mereka diserahkan kepada Allah."
Hadis ini menunjukkan bahwa tiga pilar utama ajaran Islam adalah:
- Mengucapkan dua kalimat syahadat: Menyatakan keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
- Mendirikan shalat: Menjalankan ibadah shalat lima waktu sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT.
- Menunaikan zakat: Memberikan sebagian harta untuk membantu kaum fakir miskin dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ketiga pilar ini menjadi pondasi bagi kehidupan seorang muslim, membentuk karakter dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kesimpulan
Agama merupakan tata aturan kehidupan yang bertujuan untuk menghindari kekacauan, baik dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, maupun dengan lingkungan. Islam sebagai agama yang benar di sisi Allah SWT, mengajarkan tentang tauhid, yaitu keyakinan bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah. Tauhid menjadi pondasi utama ajaran Islam, yang tercermin dalam dua kalimat syahadat, shalat, dan zakat.
Dengan memahami esensi agama dan tauhid, diharapkan kita dapat menjalankan kehidupan yang bermakna, penuh dengan kebaikan, dan membawa rahmat bagi seluruh alam.