ERAMADANI.COM, KARANGASEM – Usai hebohnya foto viral mengenai munculnya fenomena gaib sosok kepala naga di salah satu pelinggih pura tertua di Karangasem, tepatnya Pelinggih Pura Taman Sari, Desa Badeg, Selat, Karangasem, akhirnya masyarakat setempat menggelar upacara pengening dan pemahayu jagad.
Masyarakat mengaitkan fenomena kepala naga yang sosoknya muncul pada pelinggih tersebut dengan hadirnya sosok “Naga Gombang”.
Munculnya naga ini menurut kepercayaan masyarakat memiliki pertanda khusus.
Melansir dari radarbali.jawapos.com, salah seorang pengayah pada pura tersebut, I Made Dwija Nurjaya, menyampaikan bahwa fenomena itu berada tepat depan pelinggih Padmasana yang melilit kura-kura Bedhawangnala.
Ia menyampaikan bahwa fenomena tersebut menandakan kondisi alam beserta isinya sedang tidak seimbang.
Oleh karena hal itu, pihaknya selaku pengayah bersama dengan masyarakat setempat langsung menggelar upacara pengening dan pemahayu jagad.
Upacara itu berlangsung di Taman Sari Desa Badeg, Selat Karangasem.
Jro Mangku Made Dwija mengatakan bahwa upacara tersebut telah tergelar pada Buda Pon Pujut atau hari Rabu 14 Oktober 2020 lalu.
“Bahkan upacara sudah kami gelar pada Buda Pon Pujut atau hari Rabu tanggal 14 Oktober 2020 lalu, semua banten tersebut merupakan petunjuk dari Ida Bhatara Gunung Agung,” ungkapnya, Sabtu (17/10/20).
“Astungkara setelah upacara (pengening dan pemahayu jagad) keadaan alam Bali akan membaik setelah 42 hari mendatang,” sambungnya.
Selain itu, ia meyakini bahwa upacara pengening dan pemahayu jagat juga menjadi bagian dari “Ruwat Bumi Nusantara”.
Ruwat Bumi Nusantara merupakan upacara untuk memperingati 1000 tahun yang lalu dan 1000 tahun yang akan datang.
Berdasarkan penuturan Jro Mangku Made Dwija selaku pemuput/pendeta dalam upacara, pemedek setempat dan para pemedek dari Denpasar juga Puri Selat turut mengikuti upacara itu.
Sementara dalam upacara pengening dan pemahayu itu terbagi menjadi 3 bagian.
- Pakeling (pemberitahuan di Puri Selat).
- Payogan Ki Sangkul Putih.
- Sang Hyang Tiga Wisesa (Meru Tumpang Tiga).
Sementara untuk banten menggunakan daksina putih, Prayas cita, dan segehan agung dengan caru bebek putih. (LWI)