Periode tahun 750 Masehi hingga 1258 Masehi menandai salah satu babak paling gemilang dalam sejarah peradaban Islam, yaitu era keemasan Dinasti Abbasiyah. Kurun waktu lebih dari lima abad ini bukan sekadar menyaksikan pembentukan sebuah kekhalifahan yang kokoh secara politik, tetapi juga menjadi saksi bisu puncak kejayaan peradaban Islam yang belum pernah terlampaui sebelumnya. Para sejarawan kerap menyebutnya sebagai "The Golden Age of Islam," sebuah periode di mana kemajuan pesat, khususnya di bidang ilmu pengetahuan, menandai dominasi Islam sebagai pusat peradaban dunia, melampaui bahkan kejayaan pendahulunya, Dinasti Umayyah. Berbeda dengan banyak peradaban lain yang mengukur kejayaannya semata-mata dari luasnya wilayah kekuasaan, Dinasti Abbasiyah membuktikan bahwa kekuatan sejati sebuah peradaban terletak pada kemajuan ilmu pengetahuan yang diadopsi dan dikembangkan oleh masyarakatnya. Kemajuan luar biasa ini tak lepas dari perhatian besar Dinasti Abbasiyah terhadap pengembangan berbagai bidang keilmuan yang menjadi pilar utama peradaban besar.
Asal-Usul dan Pendakian Dinasti Abbasiyah:
Dinasti Abbasiyah, menurut Suyuthi Pulungan dalam karyanya "Sejarah Peradaban Islam," merupakan salah satu dinasti paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Nama "Abbasiyah" sendiri diambil dari Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim, paman Nabi Muhammad SAW. Keturunan Abbasiyah mengklaim hak yang lebih kuat atas kekhalifahan dibandingkan Bani Umayyah, karena hubungan darah yang lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Klaim ini menjadi salah satu faktor pendorong utama dalam perebutan kekuasaan.
Abdullah Al-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, yang lebih dikenal sebagai Abu Al-Abbas Al-Saffah, menjadi pendiri Dinasti Abbasiyah. Kekhalifahan ini berdiri pada tahun 132 Hijriah atau 750 Masehi, dan berlangsung selama lebih dari lima abad hingga tahun 1258 Masehi. Dengan pusat pemerintahan di Baghdad, Dinasti Abbasiyah menorehkan namanya sebagai salah satu peradaban Islam terpanjang dan terbesar dalam sejarah Islam klasik.
Secara politik, meskipun bukan kelanjutan langsung, Dinasti Abbasiyah dianggap sebagai penerus kekhalifahan Bani Umayyah. Keberhasilannya dalam mengangkat isu-isu kebobrokan pemerintahan Bani Umayyah, ditambah dengan klaim hak atas kekuasaan yang lebih kuat dari keturunan Bani Hasyim, berhasil menarik dukungan luas dari rakyat. Dukungan signifikan juga datang dari kalangan Alawiyin dan Syiah, yang menjadi sekutu politik penting dalam transisi kekuasaan.
Fase-Fase Pemerintahan Dinasti Abbasiyah: Sebuah Dinamika Kekuasaan:
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah bukanlah entitas monolitik yang statis. Pergantian khalifah, perubahan kondisi politik, sosial, dan budaya, serta pengaruh kekuatan eksternal, membentuk dinamika pemerintahan yang kompleks. Abdul Syukur al-Azizi, dalam "Sejarah Terlengkap Peradaban Islam," membagi masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah menjadi lima periode besar, yang masing-masing mencerminkan pengaruh kekuatan dominan pada masanya:
-
Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M): Pengaruh Persia Pertama: Periode ini ditandai oleh dominasi pengaruh Persia dalam pemerintahan dan administrasi Abbasiyah. Warisan budaya dan birokrasi Persia terintegrasi secara signifikan dalam sistem pemerintahan.
-
Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M): Pengaruh Turki Pertama: Bangsa Turki mulai memainkan peran penting dalam politik Abbasiyah. Mereka memegang posisi-posisi kunci dalam militer dan pemerintahan, menunjukkan pergeseran kekuatan yang signifikan.
-
Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M): Pengaruh Persia Kedua (Dinasti Buwaih): Dinasti Buwaih, sebuah dinasti Syiah, berhasil menguasai Baghdad dan secara efektif mengendalikan kekhalifahan Abbasiyah. Periode ini menandai kebangkitan kembali pengaruh Persia dalam politik Abbasiyah.
-
Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M): Dominasi Seljuk: Dinasti Seljuk, sebuah dinasti Turki, menguasai sebagian besar wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Kekuasaan khalifah Abbasiyah menjadi lebih simbolis, sementara kekuasaan riil berada di tangan para sultan Seljuk.
-
Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M): Kemunduran dan Keruntuhan: Pada periode ini, kekuasaan pusat Abbasiyah semakin melemah, hanya efektif di sekitar Baghdad. Kelemahan internal dan tekanan eksternal, terutama dari Mongol, akhirnya menyebabkan keruntuhan Dinasti Abbasiyah pada tahun 1258 Masehi.
Puncak Kejayaan: Era Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun:
Masa keemasan Islam di bawah Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa pemerintahan dua khalifah yang luar biasa: Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun. Kedua khalifah ini memainkan peran kunci dalam pengembangan ilmu pengetahuan, seni, dan kebudayaan Islam.
Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M): Pemerintahan Harun Ar-Rasyid seringkali digambarkan sebagai puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah. Keberhasilannya mencakup berbagai bidang:
-
Kejayaan Politik: Harun Ar-Rasyid berhasil memperluas wilayah kekuasaan Abbasiyah secara signifikan, menaklukkan wilayah-wilayah yang sebelumnya sulit ditaklukkan.
-
Kemakmuran Ekonomi: Era ini menandai masa keemasan ekonomi Islam. Perekonomian berkembang pesat, menyaingi kemakmuran Kekaisaran Bizantium.
-
Diplomasi yang Cerdas: Harun Ar-Rasyid menjalin hubungan diplomatik yang kuat dengan berbagai kerajaan besar di Timur dan Barat, termasuk Tiongkok dan Prancis.
-
Perkembangan Kesehatan dan Pendidikan Kedokteran: Ia mendirikan rumah sakit, sekolah kedokteran, dan lembaga farmasi, menghasilkan kemajuan signifikan dalam bidang kesehatan.
-
Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Kebudayaan: Masa pemerintahannya menjadi saksi bisu perkembangan pesat berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti astronomi, matematika, dan filsafat, serta perkembangan seni dan kebudayaan Islam.
Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M): Al-Ma’mun melanjutkan dan bahkan memperkuat kemajuan yang dicapai pada masa Harun Ar-Rasyid. Prestasi-prestasi utamanya meliputi:
-
Stabilitas Politik: Setelah mengatasi pemberontakan internal, Al-Ma’mun berhasil menciptakan stabilitas politik yang penting untuk perkembangan peradaban.
-
Toleransi Beragama: Al-Ma’mun dikenal karena toleransinya terhadap agama-agama lain. Ia memberikan perlindungan dan hak-hak kepada masyarakat non-Muslim di bawah kekuasaannya.
-
Kemajuan Pertanian: Dengan stabilitas politik yang tercipta, sektor pertanian berkembang pesat, berkontribusi pada kemakmuran negara.
-
Perdagangan yang Luas: Jaringan perdagangan Abbasiyah meluas ke berbagai wilayah, memperkuat perekonomian negara.
-
Kejayaan Ilmu Pengetahuan: Al-Ma’mun sangat memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan. Baghdad menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dunia, dengan berdirinya berbagai lembaga pendidikan dan penelitian.
-
Kemajuan Kesehatan: Ia mendirikan rumah sakit dan laboratorium kedokteran, serta meningkatkan standar pendidikan dan pelatihan bagi para dokter.
Kesimpulan:
Dinasti Abbasiyah mewakili puncak kejayaan peradaban Islam. Keberhasilannya tidak hanya terletak pada perluasan wilayah kekuasaan, tetapi juga, dan terutama, pada kemajuan pesat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seni, dan kebudayaan. Warisan Dinasti Abbasiyah, yang terbentang selama lebih dari lima abad, terus menginspirasi dan memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan peradaban manusia hingga saat ini. Kepemimpinan bijaksana khalifah-khalifah seperti Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun, serta dukungan masyarakat yang luas, menjadi kunci keberhasilan dalam membangun sebuah peradaban yang gemilang dan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah. Studi lebih lanjut tentang periode ini sangat penting untuk memahami kompleksitas dan kekayaan peradaban Islam pada masa kejayaannya.