Makam Nabi Muhammad SAW di Madinah al-Munawwarah merupakan salah satu situs paling suci dan signifikan bagi umat Islam di seluruh dunia. Lebih dari sekadar tempat peristirahatan terakhir junjungan umat Islam, makam ini menjadi pusat ziarah, refleksi spiritual, dan penghayatan akan sejarah Islam yang monumental. Ribuan jamaah setiap tahunnya berbondong-bondong datang ke Masjid Nabawi, tempat makam suci ini berada, untuk menyampaikan salam dan doa, sekaligus mendekatkan diri kepada Sang Nabi. Namun, di balik kesucian dan kehormatan yang melekat padanya, terdapat sejumlah fakta menarik yang perlu dipahami oleh setiap muslim yang ingin menziarahi tempat bersejarah ini.
1. Lokasi Makam: Dari Kamar Aisyah RA hingga Pusat Masjid Nabawi
Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW wafat pada tahun 11 Hijriah (632 Masehi) di Madinah. Lokasi pemakaman beliau awalnya menjadi perdebatan di kalangan para sahabat. Beberapa usulan diajukan, termasuk pemakaman di mimbar atau mihrab Masjid Nabawi. Namun, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, dengan bijaksana merujuk pada sabda Nabi SAW yang menyatakan bahwa tidak ada nabi yang meninggal kecuali dimakamkan di tempat ia wafat. Hal ini menguatkan keputusan untuk memakamkan Nabi SAW di kamar Siti Aisyah RA, tempat beliau menghembuskan nafas terakhir.
Kamar Siti Aisyah RA, yang semula terletak di luar kompleks Masjid Nabawi, kemudian secara bertahap terintegrasi ke dalam masjid seiring dengan perluasan dan renovasi yang dilakukan sepanjang sejarah. Proses perluasan dan pembangunan masjid yang berlangsung selama berabad-abad ini akhirnya menempatkan makam Nabi SAW di dalam kompleks Masjid Nabawi, tepatnya di sudut tenggara, menjadikannya pusat spiritual dan titik fokus bagi para peziarah. Keberadaan makam Nabi SAW di tengah-tengah masjid ini melambangkan posisi sentral beliau dalam agama Islam dan kehidupan umat. Makam tersebut dipagari dengan pagar tinggi dan dihiasi kaligrafi indah, sebagai bentuk penghormatan dan menjaga kesuciannya.
2. Keberadaan Makam Nabi SAW Berdampingan dengan Abu Bakar dan Umar RA
Makam Nabi Muhammad SAW tidak berdiri sendiri. Beliau dimakamkan berdampingan dengan dua khalifah pertama Islam, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq RA dan Umar bin Khattab RA. Ketiga makam suci ini berada dalam satu area, menunjukkan persatuan dan kesinambungan kepemimpinan dalam sejarah awal Islam. Kedekatan geografis ini juga secara simbolis merepresentasikan persatuan dan kesatuan umat Islam di bawah bimbingan para pemimpin yang adil dan bijaksana. Ketiga makam ini menjadi bukti nyata akan ikatan persaudaraan yang kuat dan komitmen teguh para sahabat dalam menjaga ajaran Islam.
3. Penjagaan Ketat dan Adab Ziarah yang Penting
Makam Nabi Muhammad SAW dijaga ketat oleh para askar (penjaga khusus). Tugas mereka bukan hanya untuk menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap aktivitas di sekitar makam sesuai dengan adab dan tata krama Islam. Beberapa hal dilarang dilakukan di area makam, seperti menangis tersedu-sedan yang berlebihan, dan terutama salat di depan makam. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa salat hanya ditujukan kepada Allah SWT, dan makam merupakan tempat peristirahatan terakhir, bukan objek ibadah.
Para askar berperan penting dalam menjaga kondusivitas, ketertiban, dan kenyamanan para peziarah. Mereka memastikan agar proses ziarah berlangsung dengan khusyuk dan tertib, sesuai dengan nilai-nilai keagamaan yang dijunjung tinggi. Kehadiran mereka juga menjadi simbol penghormatan dan perlindungan terhadap kesucian makam Nabi SAW.
4. Kubah Hijau: Penanda Makam yang Bersejarah
Kubah hijau yang menaungi makam Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu ciri khas Masjid Nabawi yang mudah dikenali. Kubah ini bukan hanya sebagai penanda lokasi makam, tetapi juga memiliki sejarah panjang dan makna simbolis. Kubah tersebut dibangun pada tahun 1279 M, dan warna hijaunya baru diterapkan pada tahun 1837 M. Warna hijau sendiri memiliki arti penting dalam Islam, melambangkan kedamaian, keharmonisan, dan surga. Kubah hijau ini menjadi simbol visual yang kuat, menandai tempat suci dan mengingatkan para peziarah akan kebesaran dan keagungan Nabi Muhammad SAW.
5. Salam dan Doa: Inti Ziarah yang Sesuai Sunnah
Ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW bukan sekadar kunjungan fisik, melainkan sebuah ibadah yang sarat makna spiritual. Inti dari ziarah ini adalah menyampaikan salam dan doa kepada Nabi SAW, memohon syafaat dan bermunajat kepada Allah SWT. Adab ziarah yang penting adalah menghindari tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti tawaf (mengelilingi) makam, sujud di depan makam, atau mencium makam. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa penghormatan tertinggi kepada Nabi SAW adalah dengan mengikuti ajaran dan sunnah beliau.
Para ulama sepakat bahwa mencium atau mengusap-usap makam, termasuk makam Nabi SAW, tidak disyariatkan. Hajar Aswad merupakan satu-satunya benda mati yang disyariatkan untuk dicium. Oleh karena itu, salam dan doa merupakan cara yang paling tepat dan sesuai sunnah untuk menghormati dan mengenang Nabi Muhammad SAW. Salam yang lazim diucapkan, seperti yang dikutip dari Kementerian Agama, merupakan ungkapan penghormatan dan permohonan syafaat yang tulus. Ziarah yang dilakukan dengan penuh adab dan kesungguhan akan menjadi pengalaman spiritual yang mendalam dan bermakna.
Kesimpulan:
Makam Nabi Muhammad SAW di Madinah merupakan situs suci yang sarat makna sejarah, spiritual, dan keagamaan. Memahami fakta-fakta di balik kesuciannya, termasuk sejarah lokasi makam, penjagaannya, dan adab ziarah yang tepat, akan memperkaya pengalaman spiritual bagi setiap muslim yang berkesempatan menziarahinya. Ziarah yang dilakukan dengan penuh kesungguhan, kesopanan, dan penuh kesadaran akan meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui syafaat Nabi Muhammad SAW. Semoga tulisan ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi panduan bagi mereka yang ingin menziarahi makam suci tersebut.