Surah Al-Maidah, surah kelima dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 120 ayat, menyimpan pesan-pesan monumental bagi umat manusia. Bermakna "hidangan," surah ini merujuk pada mukjizat Nabi Isa AS berupa hidangan dari langit. Sebagai surah Madaniyah, Al-Maidah diturunkan di Madinah pasca hijrah Nabi Muhammad SAW, pada periode akhir kehidupan beliau, bahkan menjangkau masa Haji Wada. Ayat-ayatnya yang kaya makna, mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk panduan hukum yang komprehensif dan ajakan untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an sebagai rujukan utama dalam menyelesaikan segala perselisihan. Di antara ayat-ayatnya yang sarat hikmah, ayat ke-48 menonjol sebagai landasan fundamental bagi kehidupan beriman, mengungkapkan lima perintah Allah SWT yang esensial bagi umat mukmin.
Ayat 48 Surah Al-Maidah berbunyi (dalam terjemahan Kementerian Agama RI): "Kami telah menurunkan kitab suci (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan (membawa) kebenaran sebagai pembenar kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan sebagai penjaganya (acuan kebenaran terhadapnya). Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu. Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang selama ini kamu perselisihkan."
Ayat ini, dengan bahasa yang lugas namun sarat makna, mengarahkan umat Islam pada lima prinsip fundamental dalam menjalani kehidupan beriman:
1. Al-Qur’an sebagai Pedoman Hukum yang Mutlak: Perintah pertama dan yang paling utama adalah menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan utama dalam menyelesaikan segala perselisihan dan perkara. Ayat ini dengan tegas menekankan kewajiban untuk memutuskan perkara berdasarkan hukum Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an, bukan berdasarkan hawa nafsu, tradisi yang menyimpang, atau kepentingan pribadi. Ini merupakan penegasan atas otoritas tertinggi Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang tidak dapat diganggu gugat. Penggunaan frasa "Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah" menunjukkan keharusan untuk mencari dan menerapkan hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan, baik yang bersifat personal maupun sosial. Ketegasan ini menunjukkan bahwa keadilan dan kebenaran hanya dapat terwujud dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Pengabaian prinsip ini dapat mengarah pada ketidakadilan dan perselisihan yang berkepanjangan.
2. Menjauhi Hawa Nafsu dan Mengutamakan Kebenaran: Perintah kedua berkaitan erat dengan perintah pertama. Ayat ini secara eksplisit melarang mengikuti hawa nafsu yang bertentangan dengan kebenaran yang telah diwahyukan. Frasa "dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu" merupakan peringatan keras terhadap kecenderungan manusia untuk mengutamakan keinginan pribadi di atas kebenaran. Hawa nafsu, dengan segala godaan dan tipu dayanya, seringkali membutakan manusia dari jalan yang benar. Oleh karena itu, ayat ini mengajak umat mukmin untuk senantiasa berhati-hati dan berintrospeksi diri agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang bertentangan dengan syariat Allah. Keutamaan kebenaran harus ditempatkan di atas segala-galanya, bahkan di atas keinginan dan kepentingan pribadi.
3. Pemahaman atas Keragaman Syariat dan Hikmah di Baliknya: Perintah ketiga mengarahkan pada pemahaman yang lebih luas tentang syariat. Ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT telah memberikan syariat yang berbeda-beda kepada tiap-tiap umat. Frasa "Untuk setiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang" menunjukkan kebijaksanaan Ilahi dalam menyesuaikan syariat dengan kondisi dan kebutuhan tiap-tiap umat pada masa dan tempat tertentu. Perbedaan syariat ini bukanlah untuk menimbulkan perpecahan, melainkan untuk menguji ketaatan dan keimanan umat manusia. Pemahaman ini mengajarkan umat Islam untuk menghormati syariat umat sebelumnya, sambil tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an sebagai kitab suci yang sempurna dan terakhir. Ini juga menunjukkan kearifan dalam berinteraksi dengan umat beragama lain, dengan landasan saling menghormati dan memahami perbedaan.
4. Fastabiqul Khairat: Perlombaan Menuju Kebaikan: Perintah keempat merupakan inti dari ayat ini, yaitu "Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan." Frasa "fastabiqul khairat" menunjukkan pentingnya untuk berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan dan amal saleh. Ini bukan perlombaan yang bersifat kompetitif dan mementingkan diri sendiri, melainkan perlombaan yang bertujuan untuk mencapai keridaan Allah SWT. Perlombaan ini meliputi segala aspek kebaikan, baik yang bersifat ibadah maupun muamalah. Ini mengajak umat Islam untuk terus berusaha meningkatkan amal saleh dan menjalankan kewajiban agama dengan sepenuh hati. Perlombaan ini juga menunjukkan pentingnya untuk terus berinovasi dan berkreasi dalam menebarkan kebaikan di tengah masyarakat.
5. Ujian Ilahi dan Akhirat sebagai Tujuan Akhir: Perintah kelima mengarahkan pada pemahaman tentang hakikat kehidupan dunia sebagai ujian dari Allah SWT. Frasa "Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu" menjelaskan bahwa perbedaan syariat dan perbedaan pendapat adalah bagian dari ujian Allah untuk mengetahui siapa yang benar-benar bertaqwa dan menjalankan amanah. Kehidupan dunia hanya sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan akhir dari semua amal perbuatan. Frasa "Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang selama ini kamu perselisihkan" menegaskan bahwa pada akhirnya, semua akan kembali kepada Allah SWT untuk diperhitungkan amal perbuatannya. Oleh karena itu, umat Islam diajak untuk selalu bersiap menghadapi perhitungan di akhirat dengan terus berusaha mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Kesimpulannya, Surah Al-Maidah ayat 48 merupakan ayat yang sangat penting dan menyeluruh dalam mengarahkan kehidupan umat mukmin. Lima perintah yang terkandung di dalamnya merupakan landasan fundamental bagi terwujudnya kehidupan yang adil, benar, dan bermakna, baik di dunia maupun di akhirat. Pemahaman dan pengamalan ayat ini merupakan kunci untuk mencapai kebahagiaan dan keridaan Allah SWT. Ayat ini juga mengajak umat Islam untuk terus berinovasi dan berkreasi dalam menebarkan kebaikan di tengah masyarakat, serta menjaga persatuan dan kesatuan umat di tengah perbedaan pendapat dan interpretasi. Implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam ayat ini akan membawa perubahan positif bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.