Jakarta, 21 Januari 2025 – Pemerintah resmi membatalkan rencana libur sekolah selama satu bulan penuh selama bulan Ramadan 1446 H/2025 M. Usulan yang sebelumnya mengemuka dari Kementerian Agama tersebut akhirnya digantikan dengan kebijakan libur yang lebih terukur, hanya mencakup periode awal Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran Bersama (SEB) tiga menteri – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Menteri Agama (Menag), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) – yang ditandatangani Senin, 20 Januari 2025.
SEB tersebut secara tegas menetapkan jadwal libur sekolah yang jauh lebih singkat dibandingkan usulan awal. Alih-alih libur selama sebulan penuh, siswa akan menikmati masa istirahat terbatas pada dua periode. Periode pertama jatuh pada awal Ramadan, tepatnya tanggal 27-28 Februari hingga 5 Maret 2025. Selama periode ini, siswa diimbau untuk tetap aktif dalam kegiatan pembelajaran, namun dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan mandiri.
"Selama periode libur awal Ramadan ini, kami mendorong agar siswa melaksanakan pembelajaran mandiri di lingkungan yang beragam, seperti lingkungan kerja orang tua, tempat ibadah, atau komunitas masyarakat," ungkap sumber di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang enggan disebutkan namanya. "Tentu saja, pembelajaran mandiri ini tetap harus terarah dan terstruktur, sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh sekolah atau madrasah masing-masing."
Kebijakan pembelajaran mandiri ini, menurut sumber tersebut, bertujuan untuk tetap menjaga momentum pembelajaran tanpa mengorbankan esensi bulan Ramadan sebagai bulan penuh berkah dan introspeksi diri. Pihak sekolah dan madrasah diharapkan dapat merancang program pembelajaran mandiri yang inovatif dan sesuai dengan karakteristik masing-masing siswa. Hal ini menuntut peran aktif guru dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa, meskipun pembelajaran tidak dilakukan di lingkungan sekolah.
Setelah periode libur awal Ramadan, kegiatan belajar mengajar di sekolah akan kembali normal pada tanggal 6 Maret hingga 25 Maret 2025. Periode ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk kembali beradaptasi dengan rutinitas belajar di sekolah setelah menjalani pembelajaran mandiri. Namun, masa tenang ini tidak berlangsung lama. Periode libur kedua akan segera tiba.
Libur sekolah selanjutnya akan diberikan pada periode Hari Raya Idul Fitri, yang jatuh pada tanggal 26, 27, dan 28 Maret hingga 8 April 2025. Periode libur panjang ini diharapkan dapat dimanfaatkan siswa untuk berkumpul bersama keluarga, menjalankan ibadah, dan beristirahat setelah menjalani kegiatan belajar mengajar selama beberapa pekan. Sekolah akan kembali dibuka pada tanggal 9 April 2025.
Keputusan pemerintah untuk memangkas durasi libur sekolah Ramadan ini menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak. Beberapa kalangan menilai kebijakan ini sebagai langkah yang bijak, mengingat pentingnya kontinuitas pembelajaran dan menghindari potensi kehilangan materi pelajaran yang signifikan. Mereka berpendapat bahwa pembelajaran mandiri yang terstruktur dapat tetap memberikan manfaat edukatif bagi siswa, sekaligus memberikan ruang bagi mereka untuk menjalankan ibadah Ramadan dengan khusyuk.
Di sisi lain, sebagian kalangan lain menyayangkan pembatalan usulan libur sebulan penuh. Mereka berpendapat bahwa libur yang lebih panjang akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih fokus pada kegiatan ibadah dan kegiatan keagamaan lainnya selama bulan Ramadan. Mereka juga mengkhawatirkan efektivitas pembelajaran mandiri, khususnya bagi siswa yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan akses terhadap sumber belajar dan bimbingan.
"Kami berharap pemerintah dapat memberikan dukungan yang memadai bagi sekolah dan madrasah dalam pelaksanaan pembelajaran mandiri ini," ujar seorang tokoh pendidikan yang enggan disebutkan namanya. "Terutama bagi sekolah-sekolah di daerah terpencil atau yang memiliki keterbatasan sumber daya, perlu ada mekanisme khusus untuk memastikan bahwa semua siswa tetap dapat mengakses materi pembelajaran dan mendapatkan bimbingan yang memadai."
SEB yang dikeluarkan oleh tiga menteri tersebut juga ditujukan kepada para Gubernur, Bupati/Wali Kota, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara konsisten dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah berharap agar seluruh pihak terkait dapat bekerja sama untuk memastikan kelancaran proses pembelajaran selama bulan Ramadan dan memastikan bahwa kebijakan ini dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien.
Keputusan pemerintah untuk membatasi libur sekolah selama Ramadan 2025 ini merupakan langkah yang kompleks dan penuh pertimbangan. Di satu sisi, pemerintah berupaya untuk menjaga kualitas pembelajaran dan menghindari potensi kehilangan materi pelajaran. Di sisi lain, pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek keagamaan dan kebutuhan siswa untuk menjalankan ibadah Ramadan dengan khusyuk. Kompromi yang dicapai dalam SEB ini diharapkan dapat mengakomodasi kedua kepentingan tersebut, meskipun tentu saja tidak akan memuaskan semua pihak.
Implementasi kebijakan ini akan menjadi ujian bagi sekolah dan madrasah dalam merancang program pembelajaran mandiri yang efektif dan menarik bagi siswa. Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing sangat krusial dalam memastikan keberhasilan program ini. Keberhasilan program ini juga bergantung pada dukungan orang tua dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran mandiri siswa.
Pemerintah perlu memastikan bahwa semua pihak terkait memahami dan menjalankan kebijakan ini dengan baik. Sosialisasi yang efektif dan komprehensif sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memastikan bahwa kebijakan ini dapat diimplementasikan secara merata di seluruh Indonesia. Evaluasi berkala juga diperlukan untuk melihat efektivitas kebijakan ini dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
Dalam konteks yang lebih luas, keputusan ini juga mencerminkan tantangan dalam menyeimbangkan aspek pendidikan dan keagamaan dalam sistem pendidikan nasional. Pemerintah perlu terus berupaya untuk menemukan solusi yang optimal yang dapat mengakomodasi kedua aspek tersebut tanpa mengorbankan kualitas pendidikan dan nilai-nilai keagamaan. Diskusi dan dialog yang berkelanjutan antara pemerintah, para ahli pendidikan, tokoh agama, dan para pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak. Ke depan, diharapkan akan ada mekanisme yang lebih baik dalam merumuskan kebijakan libur sekolah yang dapat mengakomodasi kebutuhan pendidikan dan keagamaan secara lebih efektif dan efisien.