Jakarta – Firman Allah SWT dalam Surat Al-Isra ayat 32, "وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا," merupakan penegasan mutlak atas larangan mendekati zina, apalagi melakukan perbuatan tercela tersebut. Ayat ini bukan sekadar melarang tindakan zina itu sendiri, melainkan juga segala bentuk pendekatan yang dapat mengarah padanya. Interpretasi ayat ini, yang telah dikaji oleh para ulama dan cendekiawan muslim selama berabad-abad, mengungkap kedalaman larangan Ilahi dan konsekuensi mengerikan dari pelanggaran tersebut.
Secara harfiah, ayat tersebut berbunyi, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." Kata kunci di sini adalah "jangan mendekati" (وَلَا تَقْرَبُوا). Ini bukan sekadar larangan melakukan tindakan fisik zina, tetapi juga mencakup segala bentuk perilaku yang dapat memicu atau memfasilitasi terjadinya zina. Interpretasi ini menekankan pentingnya pencegahan dan pengontrolan diri sebelum terjerumus ke dalam perbuatan haram tersebut.
Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menjelaskan dengan lugas bahwa ayat ini merupakan penegasan Allah SWT atas pengharaman zina. Ayat tersebut tidak hanya melarang perbuatan zina itu sendiri, tetapi juga segala bentuk pendekatan yang dapat mengarah padanya. Ini menunjukkan betapa seriusnya Allah SWT memandang dosa zina dan betapa pentingnya bagi umat Islam untuk menjaga diri dari segala bentuk godaan dan pengaruh yang dapat menyebabkannya.
Lebih jauh, tafsir Kemenag RI juga menggarisbawahi konsekuensi negatif dari perbuatan zina, meliputi kerusakan garis keturunan, kehancuran rumah tangga, penodaan kehormatan diri, penyebaran penyakit kelamin, dan berbagai dampak buruk lainnya. Ayat ini menjadi peringatan keras bagi setiap individu untuk senantiasa berhati-hati dan menjaga kesucian diri serta keutuhan keluarga. Ancaman hukuman duniawi dan ukhrawi atas perbuatan zina menjadi penegasan atas betapa beratnya dosa ini di sisi Allah SWT.
M. Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Mishbah Jilid 7, memberikan penafsiran yang mendalam terhadap ayat ini. Beliau menekankan bahwa larangan "mendekati zina" mencakup segala bentuk perilaku, bahkan hingga khayalan sekalipun, yang dapat mengantar seseorang kepada perbuatan tercela tersebut. Beliau menjelaskan bahwa zina merupakan perbuatan keji yang melampaui batas dan merupakan jalan yang buruk dalam pemenuhan kebutuhan biologis. Penekanan pada aspek khayalan menunjukkan betapa pentingnya menjaga pikiran dan hati dari segala bentuk godaan yang dapat mengarah pada zina. Pengontrolan diri tidak hanya terbatas pada tindakan fisik, tetapi juga mencakup aspek mental dan spiritual.
Penjelasan M. Quraish Shihab ini memperkuat pemahaman bahwa larangan mendekati zina merupakan larangan komprehensif yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Bukan hanya tindakan fisik yang dilarang, tetapi juga pikiran, perasaan, dan perilaku yang dapat mengarah pada perbuatan zina. Ini menuntut kesadaran diri yang tinggi dan komitmen yang kuat untuk menjaga kesucian diri dan menghindari segala bentuk godaan.
Ayat Al-Isra ayat 32 juga menjelaskan alasan mengapa zina diharamkan. Ayat tersebut menyebut zina sebagai "perbuatan keji" (فَاحِشَةً) dan "jalan yang buruk" (وَسَاءَ سَبِيلًا). Sifat "keji" (فَاحِشَةً) merujuk pada tindakan yang melanggar norma moral dan agama, yang membawa dampak buruk bagi individu dan masyarakat. Sedangkan sifat "jalan yang buruk" (وَسَاءَ سَبِيلًا) menunjukkan bahwa zina merupakan cara yang salah dan merusak dalam memenuhi kebutuhan biologis. Zina bukan hanya melanggar hukum agama, tetapi juga merusak tatanan sosial dan moral.
Lebih lanjut, penjelasan "jalan yang buruk" mengarah pada pemahaman bahwa zina bukanlah solusi untuk pemenuhan kebutuhan biologis. Sebaliknya, zina justru akan membawa dampak negatif yang lebih besar, baik secara individu maupun sosial. Hal ini menekankan pentingnya mencari jalan yang halal dan sesuai dengan syariat Islam dalam memenuhi kebutuhan biologis, yaitu melalui pernikahan yang sah.
Perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam kategori "mendekati zina" sangat beragam dan perlu dipahami dengan baik oleh setiap muslim. Beberapa contohnya antara lain: menonton pornografi, membaca materi yang merangsang syahwat, bergaul bebas dengan lawan jenis tanpa batasan, berduaan di tempat sepi dengan lawan jenis yang bukan mahram, berpakaian yang mengundang syahwat, dan lain sebagainya. Semua perilaku ini, meskipun tidak secara langsung melakukan zina, tetapi termasuk dalam kategori "mendekati zina" dan dilarang oleh Allah SWT.
Penting untuk diingat bahwa pencegahan terhadap zina merupakan tanggung jawab bersama. Keluarga, masyarakat, dan pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mencegah terjadinya zina. Pendidikan agama yang baik, pengawasan orang tua, dan penegakan hukum yang tegas merupakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya zina.
Kesimpulannya, Surat Al-Isra ayat 32 memberikan larangan yang tegas dan komprehensif terhadap zina dan segala bentuk pendekatannya. Ayat ini bukan hanya sekadar larangan hukum, tetapi juga merupakan peringatan keras dari Allah SWT atas konsekuensi perbuatan zina. Pemahaman yang mendalam terhadap ayat ini, bersama dengan tafsir-tafsir yang sahih, sangat penting bagi setiap muslim untuk menjaga kesucian diri dan menghindari segala bentuk perilaku yang dapat mengarah pada perbuatan zina. Pencegahan dan pengontrolan diri merupakan kunci utama dalam menjaga diri dari godaan dan terhindar dari dosa besar ini. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua dari perbuatan zina dan segala bentuk pendekatannya. Amin.