Ibadah umroh, perjalanan spiritual menuju Tanah Suci, merupakan cita-cita mulia bagi jutaan umat Muslim di seluruh dunia. Keutamaan umroh, yang secara bahasa berarti "ziarah," tidak hanya terletak pada ritual thawaf mengelilingi Ka’bah dan sa’i antara Bukit Shafa dan Marwah—dua rukun utama ibadah ini—tetapi juga pada pahala abadi yang dijanjikan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang pergi menunaikan ibadah haji kemudian meninggal dunia, maka Allah mencatat pahala ibadah haji tersebut untuknya hingga hari kiamat. Barang siapa yang pergi mengerjakan ibadah umroh kemudian meninggal dunia, maka Allah mencatat pahala ibadah umroh tersebut untuknya hingga hari kiamat. Barang siapa yang pergi berjihad di jalan Allah kemudian meninggal dunia, maka Allah mencatat pahala jihad tersebut untuknya hingga hari kiamat." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Janji surgawi ini menekankan pentingnya pelaksanaan umroh sesuai syariat Islam, termasuk memperhatikan berbagai larangan yang berlaku, khususnya bagi jamaah perempuan.
Pelaksanaan umroh yang sah dan diterima Allah SWT mengharuskan para jamaah, baik laki-laki maupun perempuan, untuk memahami dan menaati aturan-aturan yang telah ditetapkan. Ketidaktahuan atau kelalaian dalam mematuhi larangan tersebut dapat mengurangi bahkan membatalkan pahala ibadah. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif mengenai larangan-larangan ini menjadi sangat krusial. Berbagai literatur fikih, seperti "Dahsyatnya Umrah: Rahasia Perjalanan Para Perindu Ibadah Umroh" karya DR. Khalid Abu Syadi, "Fiqh Praktis Haji dan Umroh" karya Abu Yusuf Akhmad Ja’far, dan "Fikih Wanita: Pembahasan Lengkap A-Z Fikih Wanita dalam Pandangan Empat Mazhab" karya Arifin dan Sundus Wahidah, memberikan panduan yang terperinci mengenai hal ini.
Artikel ini akan secara khusus membahas larangan-larangan yang berlaku bagi muslimah selama menjalankan ibadah umroh, dengan mengacu pada sumber-sumber fikih yang terpercaya dan relevan. Penting untuk diingat bahwa pemahaman dan penerapan hukum Islam dapat bervariasi berdasarkan mazhab dan interpretasi ulama. Oleh karena itu, disarankan bagi jamaah untuk berkonsultasi dengan ulama atau pembimbing umroh yang berkompeten untuk mendapatkan penjelasan yang lebih detail dan sesuai dengan pemahaman mereka.
Larangan bagi Muslimah Selama Umroh:
Berikut beberapa larangan yang harus diperhatikan oleh muslimah selama menjalankan ibadah umroh, terutama setelah memasuki ihram:
1. Penggunaan Wewangian:
Penggunaan wewangian, baik parfum, minyak wangi, maupun aroma terapi dari tumbuhan, diharamkan bagi jamaah yang sedang ihram. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar yang meriwayatkan sabda Rasulullah SAW, "Dia tidak boleh mengenakan baju imamah, celana, mantel dan sepatu. Kecuali jika ada seseorang yang tidak memiliki sandal, ia boleh mengenakan sepatu tapi hendaklah dipotong hingga berada di bawah mata kaki. Tidak boleh pula memakai pakaian yang diberi minyak wangi atau wewangian dari daun tumbuhan." (HR Bukhari dan Muslim). Larangan ini berlaku baik untuk wewangian yang diaplikasikan pada tubuh maupun pakaian. Jamaah perempuan perlu memastikan bahwa pakaian dan perlengkapan yang mereka bawa bebas dari aroma-aroma yang dapat dianggap sebagai wewangian.
2. Memotong Kuku dan Mencukur/Mencabut Bulu Badan:
Para ulama sepakat bahwa memotong kuku, mencukur, atau mencabut bulu badan (ketiak, kemaluan, dan lainnya) termasuk perbuatan yang dilarang selama ihram. Aktivitas ini dianggap sebagai bentuk perubahan fisik yang harus dihindari. Namun, jika terjadi keadaan darurat yang mengharuskan tindakan tersebut, diperbolehkan dengan syarat membayar fidyah (denda) sesuai ketentuan yang berlaku. Detail mengenai besaran fidyah dan tata caranya dapat dikonsultasikan dengan pembimbing umroh atau ulama yang berkompeten. Jamaah perempuan perlu mempersiapkan diri dengan baik sebelum berangkat umroh agar terhindar dari pelanggaran ini.
3. Membunuh Hewan:
Larangan membunuh hewan selama ihram termaktub dalam Al-Ma’idah ayat 95: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa." Ayat ini menegaskan larangan membunuh hewan buruan secara sengaja selama ihram. Meskipun larangan ini lebih spesifik pada hewan buruan, prinsipnya menekankan pentingnya menghormati kehidupan makhluk ciptaan Allah SWT. Jamaah perempuan perlu berhati-hati dan menghindari tindakan yang dapat menyebabkan kematian hewan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Menikah dan Aktivitas Terkait:
Menikah, menikahkan orang lain, dan meminang merupakan aktivitas yang diharamkan bagi jamaah yang sedang ihram. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, "Seorang yang berihram tidak boleh menikah, menikahkan orang lain dan meminang." (HR Muslim). Larangan ini berlaku untuk semua jenis pernikahan dan aktivitas yang mengarah pada pernikahan. Jamaah perempuan perlu menghindari segala bentuk aktivitas yang dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk menikah atau terlibat dalam proses pernikahan selama masa ihram.
5. Penggunaan Cadar (dalam beberapa pendapat):
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai penggunaan cadar selama ihram. Beberapa pendapat melarang penggunaan cadar, berdasarkan riwayat Ibnu Umar RA yang menyebutkan, "Seorang laki-laki berdiri dan berkata kepada Rasulullah SAW, apakah diperkenankan untuk mengenakan pakaian dalam ihram? Beliau menjawab: Janganlah kalian memakai jubah, celana panjang, sorban, serta baju panjang yang bertutup kepala dan sepatu kecuali seseorang yang tak memiliki sepatu, maka hendaknya ia memakai sepatu di bawah kedua mata kaki, dan janganlah memakai pakaian yang tersentuh kunyit serta waras dan janganlah seorang perempuan memakai cadar serta sarung tangan." (HR Nasai). Namun, pendapat lain memperbolehkan penggunaan cadar selama tidak mengganggu pelaksanaan ibadah umroh. Oleh karena itu, jamaah perempuan perlu memahami perbedaan pendapat ini dan berkonsultasi dengan ulama atau pembimbing umroh yang terpercaya untuk mendapatkan arahan yang sesuai dengan pemahaman mereka.
Kesimpulan:
Menjalankan ibadah umroh dengan khusyuk dan sesuai syariat merupakan dambaan setiap muslim. Memahami dan mematuhi larangan-larangan yang berlaku, terutama bagi jamaah perempuan, merupakan bagian integral dari kesempurnaan ibadah. Dengan persiapan yang matang dan pemahaman yang komprehensif mengenai larangan-larangan ini, jamaah perempuan dapat menjalankan ibadah umroh dengan tenang dan mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Konsultasi dengan ulama atau pembimbing umroh yang terpercaya sangat dianjurkan untuk memastikan pelaksanaan ibadah sesuai dengan syariat dan menghindari hal-hal yang dapat membatalkan atau mengurangi pahala umroh. Semoga artikel ini dapat menjadi panduan yang bermanfaat bagi para muslimah yang akan menunaikan ibadah umroh.