ERAMADANI.COM – Senator DPD RI Dapil Bali, H. Bambang Santoso, MA berkunjung ke Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan UU No 16 tentang statistik dan program satu data Indonesia.
Salah satu pertimbangan dalam pembentukan Undang-Undang tentang Statistik bahwa statistik penting bagi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan berbagai kegiatan di segala aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam pembangunan nasional
“Peranan statistik diperlukan langkah-langkah untuk mengatur penyelenggaraan statistik nasional terpadu dalam rangka mewujudkan
Sistem Statistik Nasional yang andal, efektif, dan efisien,” ujarnya.
H. Bambang Santoso, MA menekankan persoalan implementasi Satu Data Indonesia (SDI) yang membutuhkan kesiapan infrastruktur digital. Salah satu infrastruktur digital yang dibutuhkan
adalah pusat data yang terintegrasi. Data yang tidak saling terhubung berpotensi terjadi inkonsistensi dan duplikasi data.
“Sinergitas BPS Provinsi Bali dengan pihak terkait untuk menghindari perbedaan data dan menghasilkan statistik sektoral yang lebih baik. Satu Data Indonesia bisa terwujud dengan baik untuk kepentingan pembangunan nasional,” imbuhnya.
Satu Data Kependudukan yang update tentunya menjadi hal penting untuk segera terintergrasi, mengingat ini bisa menjadi acuan untuk progam bantuan sosial yang tepat sasaran di masa pandemi Covid-19 seperti ini.
Menurut Kementerian Kominfo, Indonesia memiliki sekitar 2700 pusat data yang tersebar di 630 Kementerian/Lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah (Pemda).
Tidak hanya itu, masih dibutuhkannya pembangunan fiber optic backbone dan BTS untuk mendukung jaringan broadband seluler. Namun, pembangunan
infrastruktur tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan
biaya yang tidak sedikit.
Kesenjangan digital juga menjadi permasalahan yang harus dituntaskan agar masyarakat di seluruh daerah dapat merasakan akses dan kesempatan atas layanan data dan digital yang sama.
Implementasi SDI membutuhkan format dan metadata yang sama pada data antar K/L serta Pemda. Penyelenggara dan pengelola SDI membutuhkan kerjasama seluruh pemangku kepentingan untuk
menyelaraskan seluruh format dan metadata tersebut.
Namun, sampai saat ini masih terdapat ego sektoral antar K/L dan Pemda sehingga
keselarasan tersebut masih menjadi salah satu tantangan terbesar SDI.
Privasi data turut menjadi salah satu permasalahan yang harus dibenahi dalam mewujudkan SDI. Belum adanya peraturan perundangundangan setingkat Undang-Undang merupakan tantangan tata kelola SDI agar masyarakat dapat percaya dengan keamanan data yang dipegang oleh pemerintah.
Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cakap digital juga masih terbatas di berbagai daerah. Sebab, open government dan open data membutuhkan kemampuan teknis yang mumpuni agar pengelolaan data dapat berlangsung dengan baik.
Keterbatasan SDM tersebut menjadi salah satu faktor kunci yang harus dibenahi dalam rangka menyukseskan SDI di seluruh wilayah di Indonesia.