Kung Fu, seni bela diri ikonik Tiongkok, telah memikat dunia dengan keindahan gerakan dan kedalaman tekniknya. Namun, di balik popularitasnya yang mendunia, tersimpan sebuah kisah yang kurang terekspos: Chaquan, atau yang lebih dikenal sebagai Kung Fu Halal, sebuah aliran bela diri yang dikembangkan oleh etnis Hui, komunitas Muslim Tiongkok. Lebih dari sekadar seni bela diri, Chaquan merupakan perpaduan unik antara tradisi bela diri Tiongkok dan nilai-nilai ajaran Islam, membuktikan harmoni yang mungkin tercipta antara kedua budaya yang berbeda.
Islam dan Tiongkok: Sebuah Sejarah Pertemuan yang Panjang
Untuk memahami Chaquan, kita perlu menelusuri sejarah panjang interaksi antara Islam dan Tiongkok. Jauh sebelum Chaquan lahir, Islam telah bertaut erat dengan peradaban Tiongkok, sebuah hubungan yang terjalin sejak abad-abad awal perkembangan Islam. Seperti yang diungkap dalam laporan 1001 Years of Missing Martial Arts karya Master Mohammed Khamouch (diterbitkan FSTC Limited, 2007), perdagangan melalui Jalur Sutra menjadi jembatan utama penyebaran Islam ke Tiongkok. Pedagang dan pelancong Muslim dari Arab dan Persia, menghadapi perjalanan yang penuh risiko, tetap gigih membangun jaringan perdagangan yang menghubungkan Timur Tengah dengan Tiongkok.
Kota-kota seperti Chang’an (kini Xi’an), Quanzhou (al-Zaytun), dan Guangzhou (Canton) menjadi pusat komunitas Muslim yang berkembang pesat, berkontribusi signifikan dalam ekonomi dan budaya Tiongkok. Mereka membangun masjid, mendirikan sistem peradilan berbasis syariah dengan hakim-hakim Muslim (Qadi), mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam kehidupan sosial dan pemerintahan Tiongkok.
Pengaruh Islam semakin terasa selama Dinasti Tang dan mencapai puncaknya pada masa Dinasti Yuan di bawah kekuasaan Kublai Khan. Umat Islam diangkat ke posisi penting dalam pemerintahan, menjabat sebagai pejabat tinggi, penasihat militer, ilmuwan, dan ahli di berbagai bidang, termasuk astronomi, kedokteran, farmasi, dan filsafat. Kehadiran mereka dalam administrasi pemerintahan menunjukkan tingkat toleransi dan integrasi yang relatif tinggi dalam masyarakat Tiongkok saat itu.
Interaksi ini juga berdampak pada perkembangan seni bela diri Tiongkok. Beberapa tokoh Muslim terkemuka, seperti Ch’ang Tung Sheng, ahli Shuai Jiao (sebuah seni bela diri gulat Tiongkok yang menjadi cikal bakal Kung Fu), berperan penting dalam menyebarkan dan mempopulerkan seni bela diri di kalangan masyarakat Tiongkok. Shuajiao, dengan teknik-tekniknya yang efektif, menunjukkan bagaimana seni bela diri dapat dipelajari dan dikembangkan di dalam konteks budaya yang berbeda.
Etnis Hui dan Warisan Bela Diri:
Etnis Hui, sebagai kelompok minoritas Muslim di Tiongkok, memiliki identitas budaya yang unik, berbeda dari kelompok etnis Muslim lainnya seperti Uighur. Identitas mereka, seperti yang dijelaskan Thomas A. Green dkk. dalam Martial Arts of the World, dibentuk oleh agama Islam, dan ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk seni bela diri.
Kebutuhan untuk melindungi diri dan mempertahankan identitas budaya di tengah masyarakat yang lebih besar kemungkinan menjadi pendorong utama keterlibatan etnis Hui dalam seni bela diri. Sejak masa Dinasti Yuan (1279-1368), banyak anggota etnis Hui yang bergabung dengan pasukan Mongol, mempelajari berbagai teknik bela diri, mulai dari pertarungan tangan kosong, gulat, memanah, hingga latihan kekuatan. Keahlian ini kemudian dibawa ke kehidupan sipil, diwariskan turun-temurun, dan menjadi bagian integral dari identitas budaya mereka.
Meskipun tersebar di berbagai wilayah Tiongkok, etnis Hui mempertahankan tradisi bela diri mereka, menunjukkan komitmen untuk menjaga identitas Islam mereka. Pada masa Dinasti Qing, beberapa jenderal terkenal berasal dari kalangan etnis Hui, dengan Kaisar Qianlong bahkan memuji "kecenderungan etnis Hui di Tiongkok untuk berfokus pada kekuatan dan keberanian." Hal ini menunjukkan pengakuan atas kontribusi etnis Hui dalam militer dan masyarakat Tiongkok secara keseluruhan.
Beberapa aliran bela diri secara khusus dikaitkan dengan etnis Hui, termasuk shajiaquan, chaquan, bajiquan, jiaomen tantui, dan tombak liuhe. Shuai-jiao juga menjadi bagian penting dari warisan bela diri etnis Hui, dengan tokoh seperti Wang Ziping (1881-1973) yang mempopulerkan aliran ini pada abad ke-20.
Chaquan: Kung Fu Halal yang Unik
Chaquan (juga dikenal sebagai Zha Chuan), merupakan salah satu aliran bela diri yang paling menarik terkait dengan etnis Hui. Sejarahnya yang kaya mencerminkan perpaduan antara tradisi bela diri Tiongkok dan nilai-nilai Islam. Asal-usulnya masih menjadi perdebatan, dengan beberapa sumber menyebutkan seorang pengelana asal Turki bernama Shameer (dikenal di Tiongkok sebagai Zha Mi-er) sebagai pendiri aliran ini. Sumber lain menghubungkan Chaquan dengan Jiazi Quan, sebuah seni bela diri yang dikembangkan oleh Jenderal Hua Zong-qi, dengan Zha Mi-er berperan dalam pengembangan dan penyebarannya sebagai Xiaojia Jiazi Quan, yang kemudian berevolusi menjadi Chaquan.
Terlepas dari asal-usulnya yang masih diperdebatkan, Chaquan tetap menjadi simbol kehormatan dan keunggulan bagi etnis Hui, menunjukkan bagaimana seni bela diri dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai keagamaan tanpa kehilangan esensinya. Gerakan-gerakannya yang dinamis dan efektif, dipadukan dengan prinsip-prinsip moral dan spiritual Islam, membuat Chaquan menjadi contoh unik tentang bagaimana budaya dan agama dapat berdampingan secara harmonis.
Kesimpulannya, Chaquan, atau Kung Fu Halal, bukan hanya sekadar seni bela diri. Ia merupakan cerminan sejarah panjang interaksi antara Islam dan Tiongkok, menunjukkan bagaimana etnis Hui telah berhasil mengintegrasikan tradisi bela diri Tiongkok dengan nilai-nilai Islam, menciptakan sebuah bentuk seni bela diri yang unik dan bermakna. Kisah Chaquan ini memperkaya pemahaman kita tentang keragaman budaya dan agama di Tiongkok, serta menunjukkan potensi harmoni yang dapat tercipta dari perpaduan berbagai tradisi. Lebih dari itu, Chaquan menjadi bukti nyata bahwa identitas budaya dan keagamaan dapat dijaga dan dirayakan tanpa mengorbankan nilai-nilai universal kemanusiaan.