Jakarta – Sebuah penemuan arkeologis yang menghebohkan dunia terkuak di padang pasir Arab Saudi. Tim arkeolog Prancis berhasil mengungkap keberadaan kota berbenteng kuno yang tersembunyi di sebuah oasis, diperkirakan berusia 4.000 tahun. Situs bersejarah yang diberi nama Al-Natah ini menjadi bukti nyata bagaimana manusia di masa lampau perlahan beralih dari gaya hidup nomaden menjadi peradaban perkotaan.
Al-Natah, yang selama ini tersembunyi di balik tembok benteng Khaibar, sebuah wilayah subur di tengah padang pasir sebelah barat laut Jazirah Arab, menyimpan rahasia peradaban masa lalu yang menarik. Benteng Khaibar sendiri dikenal sebagai lokasi Perang Khaibar, pertempuran sengit antara Nabi Muhammad SAW dan kaum Yahudi setempat pada abad ke-7.
Penelitian yang dipimpin oleh arkeolog Prancis, Guillaume Charloux, dan diterbitkan dalam Jurnal PLOS One pada awal tahun 2024, mengungkap tembok kuno di situs tersebut yang membentang sepanjang 14,5 kilometer. Tim peneliti gabungan Saudi-Prancis menjelaskan kepada media Prancis, AFP (Agence France-Presse), bahwa penemuan kota berbenteng ini menunjukkan bahwa benteng-benteng tersebut dibangun di sekitar pemukiman manusia.
Diperkirakan Al-Natah dihuni oleh setidaknya 500 penduduk dan dibangun sekitar tahun 2400 SM, tepat di awal Zaman Perunggu. Kota ini kemudian ditinggalkan sekitar 1000 tahun kemudian, namun alasannya masih menjadi misteri.
"Tidak ada yang tahu mengapa kota itu ditinggalkan," ungkap Charloux.
Pada masa pembangunan Al-Natah, kota-kota di wilayah Levant di sepanjang Laut Mediterania, dari wilayah yang kini dikenal sebagai Suriah hingga Yordania, sedang mengalami masa keemasan. Sementara itu, wilayah barat laut Arab saat itu merupakan padang pasir tandus yang hanya dilintasi oleh para pengembara dan penggembala, dengan situs pemakaman sebagai bukti keberadaan mereka.
Penemuan Al-Natah merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan sekitar 15 tahun lalu, di mana para arkeolog menemukan benteng dari Zaman Perunggu di oasis Tayma, sebelah utara Khaibar. Penemuan ini menjadi titik awal bagi para arkeolog untuk menjelajahi oasis-oasis di sekitarnya, yang akhirnya mengantarkan mereka pada penemuan Al-Natah.
Charloux menjelaskan bahwa batuan vulkanik hitam yang disebut basal menutupi dinding Al-Natah dengan sangat baik, sehingga situs kota ini terlindungi dari penggalian ilegal. Berdasarkan penelitian terhadap sisa-sisa fondasi bangunan kota berbenteng, diperkirakan fondasi tersebut cukup kuat untuk menopang rumah dengan satu atau dua lantai.
Meskipun masih banyak misteri yang perlu diungkap, temuan awal menunjukkan bahwa Al-Natah merupakan kota seluas 2,6 hektar dengan sekitar 50 rumah yang terletak di atas bukit, dilengkapi dengan tembok pembatas sendiri. Selain itu, ditemukan pula sejumlah makam yang berisi senjata logam seperti kapak dan belati, serta batu-batu seperti batu akik. Penemuan ini menunjukkan bahwa masyarakat yang mendiami kota tersebut memiliki peradaban yang maju dalam waktu yang lama.
Potongan-potongan tembikar yang ditemukan di situs tersebut juga memberikan gambaran tentang kondisi masyarakatnya yang relatif egaliter. Keramik yang mereka gunakan sangat cantik namun juga sederhana, menunjukkan kesederhanaan dan kesamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Ukuran benteng, yang tingginya mencapai sekitar lima meter (16 kaki), menunjukkan bahwa Al-Natah merupakan pusat pemerintahan lokal yang kuat. Penemuan ini mengungkapkan proses "urbanisme lambat" selama transisi dari kehidupan nomaden di desa menjadi kehidupan yang lebih menetap di kota.
Oasis berbenteng tersebut kemungkinan saling terhubung di wilayah yang sebagian besar masih dihuni oleh kelompok nomaden pastoral. Perdagangan di antara mereka bahkan bisa menjadi dasar bagi "jalur dupa" yang memperdagangkan rempah-rempah, kemenyan, dan mur dari Arabia bagian selatan ke Mediterania.
Meskipun Al-Natah merupakan kota yang terbilang kecil dibandingkan dengan kota-kota di Mesopotamia atau Mesir pada masa itu, penemuan ini memiliki makna penting.
"Al-Natah menunjukkan bahwa di hamparan gurun yang luas ini, tampaknya ada jalur urbanisasi lain selain kota-kota di Mesopotamia atau Mesir, yang gaya hidupnya lebih sederhana, jauh lebih lambat, dan cukup spesifik di wilayah barat laut Arabia," jelas Charloux.
Penemuan Al-Natah membuka jendela baru bagi para sejarawan dan arkeolog untuk memahami peradaban kuno di wilayah Arab. Kota berbenteng ini menjadi bukti bahwa kehidupan manusia di masa lalu jauh lebih kompleks dan beragam daripada yang pernah dibayangkan.
Penemuan ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya melestarikan situs-situs bersejarah untuk memahami masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik.