Kota Dumat al-Jandal, sebuah situs arkeologi yang terletak di jantung wilayah Al-Jouf, Arab Saudi, menyimpan lembaran sejarah yang kaya dan signifikan, khususnya dalam konteks penyebaran agama Islam. Lebih dari sekadar reruntuhan bangunan kuno, Dumat al-Jandal—yang dahulu dikenal sebagai Adumato—merupakan saksi bisu perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW dan perjuangan awal umat Islam, sebuah babak penting dalam sejarah peradaban manusia.
Arkeolog Saudi, Hussain Al-Khalifah, dengan pengalaman lebih dari tiga dekade, mengungkap lapisan-lapisan sejarah yang terpendam di kota purba ini. Menurut Al-Khalifah, peradaban di Dumat al-Jandal telah berkembang selama ribuan tahun, bahkan sejak milenium kedua sebelum Masehi. Bukti-bukti arkeologi menunjukkan perubahan iklim yang signifikan telah membentuk pola permukiman di wilayah ini. "Pada awalnya, wilayah ini kaya akan air, dengan sungai dan hutan yang subur," jelas Al-Khalifah kepada Arab News. "Namun, seiring perubahan iklim menjadi sabana dan kemudian gurun, permukiman penduduk pun berpindah ke lokasi lain yang lebih dekat dengan sumber air, seperti situs Al-Jamal dan Al-Rajajil." Transformasi lingkungan ini menggarisbawahi pentingnya akses air bagi kelangsungan hidup dan perkembangan peradaban di Jazirah Arab.
Dumat al-Jandal, yang dulunya subur, kini menjadi bagian dari lanskap gurun yang tandus. Namun, jejak kejayaannya masih terukir dalam sejarah. Letak geografisnya yang strategis di persimpangan jalur perdagangan telah menjadikan kota ini pusat peradaban yang makmur dan berpengaruh selama berabad-abad. Posisinya yang vital di jalur perdagangan yang menghubungkan selatan Jazirah Arab dengan dunia luar telah menjadikan Dumat al-Jandal sebagai target perebutan kekuasaan berbagai kerajaan dan imperium.
Bangsa Asyur, salah satu peradaban besar di Mesopotamia, pernah berupaya menguasai Dumat al-Jandal. Namun, kebangkitan Kerajaan Qedar Arab berhasil menghadang ambisi Asyur, bahkan mampu memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencapai Palestina. Keberadaan Dumat al-Jandal jauh sebelum era Islam menunjukkan pentingnya wilayah ini sebagai pusat peradaban dan perdagangan di Jazirah Arab.
Namun, signifikansi Dumat al-Jandal melampaui sejarah pra-Islam. Kota ini juga memainkan peran penting dalam sejarah awal Islam, menjadi salah satu lokasi penting dalam perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW. Buku "Hadza al-Habib Muhammad Rasulullah Ya Muhibb" karya Abu Bakar Jabir al-Jaziri, yang diterjemahkan oleh Iman Firdaus, mencatat sebuah peristiwa penting yang melibatkan Nabi Muhammad SAW dan Dumat al-Jandal.
Pada tahun kelima Hijriah, Nabi Muhammad SAW mendengar kabar tentang aktivitas sejumlah musyrikin di Dumat al-Jandal yang melakukan pencurian, perampokan, dan mengganggu kafilah-kafilah yang melintas. Kejahatan dan kezaliman yang terjadi di wilayah tersebut mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengambil tindakan. Tujuan beliau bukan hanya untuk menghukum para pelaku kejahatan, tetapi juga untuk menegakkan keadilan, menggentarkan kekuatan-kekuatan yang berpotensi mengancam, seperti bangsa Romawi, dan yang terpenting, untuk menyebarkan dakwah Islam di wilayah tersebut.
Dengan memimpin seribu pasukan, Nabi Muhammad SAW berangkat menuju Dumat al-Jandal. Namun, setibanya di sana, mereka mendapati kota tersebut kosong. Para musyrikin, yang telah mendengar kedatangan Nabi Muhammad SAW, telah melarikan diri dan berpencar karena ketakutan. Kehadiran Nabi Muhammad SAW, yang telah dikenal luas sebagai pemimpin yang adil dan berwibawa, telah menimbulkan rasa takut di hati para pelaku kejahatan.
Meskipun tidak terjadi pertempuran, perjalanan Nabi Muhammad SAW ke Dumat al-Jandal memiliki makna yang mendalam. Beliau menghabiskan beberapa hari di kota tersebut, mengutus pasukannya untuk mencari para musyrikin yang telah melarikan diri. Namun, usaha tersebut tidak membuahkan hasil, selain menemukan beberapa ekor unta dan kambing yang ditinggalkan. Peristiwa ini menunjukkan strategi dakwah Nabi Muhammad SAW yang tidak hanya terbatas pada peperangan, tetapi juga memanfaatkan pengaruh dan wibawa beliau untuk menegakkan keadilan dan menyebarkan ajaran Islam.
Kepulangan Nabi Muhammad SAW dan pasukannya ke Madinah tanpa pertempuran tidak mengurangi signifikansi perjalanan ini. Kehadiran beliau di Dumat al-Jandal telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah kota tersebut, menjadi bukti nyata penyebaran Islam secara damai dan penegakan keadilan. Peristiwa ini juga menunjukkan strategi dakwah Nabi Muhammad SAW yang fleksibel dan adaptif, mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Kesimpulannya, Dumat al-Jandal bukan hanya sebuah kota kuno dengan sejarah panjang, tetapi juga merupakan situs bersejarah yang menyimpan jejak penting perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW. Kota ini menjadi saksi bisu bagaimana Nabi Muhammad SAW menyebarkan ajaran Islam, menegakkan keadilan, dan menghadapi berbagai tantangan dengan strategi yang bijaksana. Melalui penelitian arkeologi dan studi sejarah, kita dapat lebih memahami kompleksitas sejarah Dumat al-Jandal dan perannya dalam membentuk lanskap peradaban di Jazirah Arab, khususnya dalam konteks penyebaran agama Islam. Penelitian lebih lanjut tentang situs ini diharapkan dapat mengungkap lebih banyak detail tentang kehidupan masyarakat di Dumat al-Jandal, baik sebelum maupun sesudah kedatangan Islam, sehingga memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang sejarah dan peradaban di wilayah tersebut. Dumat al-Jandal, dengan demikian, menjadi jendela yang membuka wawasan kita tentang sejarah Islam dan peradaban manusia secara umum. Kisah kota ini menjadi pengingat akan pentingnya perdamaian, keadilan, dan penyebaran nilai-nilai luhur agama dalam membangun peradaban yang lebih baik.