Hari Valentine, atau Hari Kasih Sayang, yang diperingati setiap 14 Februari, memicu perdebatan sengit di Indonesia, khususnya di kalangan umat Islam. Perayaan yang ditandai dengan pertukaran hadiah, cokelat, dan bunga ini, bagi sebagian kalangan, dianggap sebagai budaya asing yang bertentangan dengan ajaran Islam. Namun, bagi yang lain, ini hanyalah sebuah kesempatan untuk mengekspresikan kasih sayang, terlepas dari latar belakang perayaannya. Artikel ini akan mengkaji secara mendalam asal-usul Hari Valentine, pandangan hukum Islam terkait perayaannya, dan implikasinya bagi pasangan suami istri serta keluarga Muslim.
Asal-usul yang Memicu Perdebatan:
Sejarah Hari Valentine masih diselimuti misteri dan beragam interpretasi. Kisah yang paling populer mengisahkan Santo Valentine, seorang pendeta Kristen di Romawi pada abad ke-3 Masehi. Kala itu, Kaisar Claudius II melarang pernikahan bagi para prajurit muda, karena diyakini pernikahan akan melemahkan semangat juang mereka. Santo Valentine, yang dianggap menentang kebijakan kekaisaran dengan tetap menikahkan para prajurit secara diam-diam, kemudian dihukum mati pada tanggal 14 Februari 270 Masehi. Gereja Katolik kemudian mengabadikan tanggal tersebut sebagai Hari Santo Valentine, yang lambat laun berevolusi menjadi perayaan Hari Kasih Sayang yang bersifat sekuler.
Namun, narasi ini sendiri masih diperdebatkan oleh para sejarawan. Beberapa sumber sejarah mencatat beberapa Santo Valentine yang berbeda, dan tidak ada bukti pasti yang menghubungkan semua kisah tersebut dengan perayaan Valentine modern. Fakta ini semakin memperkuat argumen bagi mereka yang menolak perayaan tersebut, karena dianggap didasarkan pada fondasi sejarah yang rapuh dan ambigu.
Perkembangan teknologi dan globalisasi telah menyebarkan perayaan Valentine ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Perayaan ini tidak lagi terbatas pada kalangan Kristen, tetapi telah menjadi fenomena budaya populer yang melibatkan berbagai kalangan usia, termasuk anak-anak dan remaja. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana Islam memandang perayaan yang berakar pada budaya non-Islam ini?
Pandangan Hukum Islam: Haram dan Nuansanya:
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, melalui Fatwa Nomor 3 Tahun 2017, secara tegas menyatakan bahwa merayakan Hari Valentine hukumnya haram bagi umat Islam. Fatwa ini didasarkan pada beberapa pertimbangan teologis dan sosial:
-
Peniruan Budaya Non-Islam (Taqlid): Merayakan Valentine dianggap sebagai bentuk peniruan (taqlid) budaya non-Islam. Hal ini bertentangan dengan prinsip keislaman yang menekankan pentingnya berpegang teguh pada ajaran dan budaya Islam, serta menghindari meniru budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Buku "Masail Fiqhiyah Al-Haditsah" karya H. Muhibbuthabry & H. Zulfahmi Lubis menjelaskan bahwa perayaan Valentine tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam, dan bahkan berpotensi mengarah pada penyimpangan akidah.
-
Pendekatan Zina (Qurb ila az-zina): Perayaan Valentine seringkali dikaitkan dengan perilaku yang mendekati zina (qurb ila az-zina). Banyak pasangan muda yang memanfaatkan momen ini untuk mengekspresikan kasih sayang secara berlebihan, bahkan hingga melakukan perbuatan yang melanggar norma agama dan moral. Ayat Al-Qur’an (QS Al-Isra’: 32) yang melarang mendekati zina menjadi landasan utama bagi pandangan ini. Meskipun ada argumen yang membela "pacaran sehat", kenyataan meningkatnya penjualan kondom dan perilaku seks bebas di sekitar Hari Valentine menunjukkan potensi bahaya yang mengintai.
-
Potensi Kemaksiatan: Selain potensi zina, perayaan Valentine juga kerap diiringi dengan aktivitas-aktivitas yang tidak bermanfaat, bahkan cenderung maksiat, seperti mabuk-mabukan dan pesta pora. Hal ini semakin memperkuat argumentasi haramnya perayaan Valentine dalam pandangan sebagian besar ulama.
Perayaan Valentine oleh Pasangan Suami Istri:
Pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana hukumnya jika perayaan Valentine dilakukan oleh pasangan suami istri atau keluarga? Kiai Ma’ruf Khozin, saat menjabat Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, menjelaskan bahwa perayaan Valentine secara umum dilarang karena berakar pada tradisi agama lain. Prinsip "Lakum dinukum waliyadin" (bagimu agamamu, bagiku agamaku) menjadi dasar pandangan ini. Pasangan suami istri dianjurkan untuk mengekspresikan kasih sayang setiap hari, bukan hanya pada tanggal 14 Februari. Ungkapan kasih sayang yang halal dan sesuai syariat Islam dapat dilakukan setiap saat, tanpa perlu menunggu momen khusus yang berbau non-Islam.
Memberi Hadiah: Makruh atau Haram?
Jika sekadar memberi hadiah pada tanggal 14 Februari tanpa niat merayakan Valentine, hukumnya masih diperdebatkan. Ada yang berpendapat makruh (tidak dianjurkan), dan ada pula yang menganggapnya haram. Kiai Ma’ruf Khozin menekankan pentingnya niat dan tata cara pemberian hadiah. Selama niatnya baik dan tidak melanggar syariat Islam, memberi hadiah diperbolehkan. Namun, penting untuk diingat bahwa pemberian hadiah tersebut tidak boleh dikaitkan dengan perayaan Valentine itu sendiri.
Kesimpulan:
Perayaan Hari Valentine merupakan isu kompleks yang melibatkan aspek sejarah, budaya, dan hukum agama. Pandangan mayoritas ulama Islam di Indonesia, seperti yang tertuang dalam fatwa MUI, menyatakan haramnya perayaan Valentine karena potensi peniruan budaya non-Islam, pendekatan zina, dan potensi kemaksiatan. Meskipun pasangan suami istri diperbolehkan mengekspresikan kasih sayang, hal tersebut sebaiknya dilakukan dalam koridor syariat Islam dan tidak dikaitkan dengan perayaan Valentine. Memberi hadiah pada tanggal 14 Februari pun masih diperdebatkan, dan bergantung pada niat dan cara pelaksanaannya. Umat Islam didorong untuk mengekspresikan kasih sayang dalam keluarga dan kehidupan sosial sesuai dengan ajaran Islam, tanpa perlu meniru budaya yang berpotensi menimbulkan penyimpangan akidah dan moral. Penting untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip keislaman dan menghindari segala bentuk perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Lebih penting lagi untuk mendalami ajaran agama secara mendalam agar dapat membedakan mana yang sesuai dan mana yang bertentangan dengan syariat Islam.