Jakarta – Surah Al-Baqarah ayat 259 menyimpan sebuah kisah luar biasa yang kerap menjadi renungan mendalam bagi umat Islam: kisah Uzair, seorang yang dihidupkan kembali setelah wafat selama seratus tahun. Ayat tersebut, yang terjemahannya kurang lebih berbunyi: "(Atau apakah kamu tidak memperhatikan orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."," merupakan bukti nyata atas kekuasaan dan keajaiban Allah SWT yang melampaui batas kemampuan akal manusia.
Kisah ini, yang detailnya dielaborasi dalam berbagai literatur keagamaan seperti buku "Ia Hidup Kembali Setelah Mati 100 Tahun" karya Ustaz Ahmad Zacky El-Syafa dan "Agar Doa Dikabulkan Allah" karya Manshur Abdul Hakim, mengungkap perjalanan hidup Uzair yang penuh dengan keajaiban. Uzair digambarkan sebagai seorang pemuda yang saleh dan bijaksana. Suatu hari, setelah menempuh perjalanan panjang, ia kembali ke kampung halamannya. Dalam perjalanannya, ia menemukan sebuah bangunan tua yang telah hancur, atapnya runtuh, dan dindingnya ambruk. Kelelahan, Uzair memutuskan untuk beristirahat di dalam reruntuhan tersebut.
Di dalam bangunan yang nyaris menjadi puing itu, Uzair melakukan hal sederhana namun sarat makna. Ia mengeluarkan bekalnya: roti dan anggur. Ia memakan roti tersebut sambil meminum anggur yang telah diperasnya. Setelah itu, ia merebahkan diri, bersandar pada dinding bangunan yang masih tersisa, sembari mengamati sekelilingnya. Pandangannya tertuju pada tulang belulang manusia yang berserakan di sekitarnya, sisa-sisa penghuni bangunan yang telah lama hancur.
Di tengah pemandangan yang menyayat hati tersebut, sebuah pertanyaan muncul di benak Uzair: bagaimana mungkin Allah SWT dapat menghidupkan kembali negeri yang telah hancur lebur ini? Pertanyaan ini bukanlah ungkapan keraguan, melainkan sebuah refleksi mendalam atas kekuasaan Allah SWT yang maha luas dan maha dahsyat. Uzair, dalam keheningan dan kesendiriannya, merenungkan keagungan Sang Pencipta.
Sebagai respons atas renungan Uzair, Allah SWT kemudian mencabut nyawanya. Uzair pun meninggal dunia. Namun, kematian ini bukanlah akhir dari kisahnya. Ia tertidur, dalam artian meninggal dunia, selama seratus tahun lamanya. Seratus tahun berlalu, dalam kegelapan alam kubur, tanpa disadarinya.
Kemudian, atas kehendak Allah SWT, Uzair dibangkitkan kembali. Seorang malaikat menghampirinya dan bertanya, "Berapa lama engkau tinggal di sini?" Uzair, yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya, menjawab dengan polos, "Aku tinggal di sini sehari atau setengah hari." Jawaban ini menunjukkan betapa singkatnya waktu yang dirasakan Uzair selama berada dalam alam kematian. Namun, malaikat membenarkannya, "Sesungguhnya engkau telah tinggal di sini selama seratus tahun."
Sebagai bukti atas keajaiban yang terjadi, malaikat menyuruh Uzair untuk melihat bekalnya: roti dan anggur yang telah ia tinggalkan. Ajaibnya, makanan dan minuman tersebut masih dalam kondisi utuh, sama seperti saat ia meninggalkannya. Tidak ada perubahan sedikit pun, meskipun telah berlalu seratus tahun. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 259.
Selanjutnya, malaikat mengarahkan pandangan Uzair pada keledainya. Hewan tunggangannya itu telah berubah menjadi tulang belulang, tanda jelas dari perjalanan waktu yang sangat panjang. Namun, atas kuasa Allah SWT, malaikat kemudian menyusun kembali tulang-belulang keledai tersebut, hingga akhirnya keledai itu hidup kembali, dibalut daging dan kulit seperti sedia kala. Uzair menyaksikan keajaiban ini dengan penuh takjub dan kekaguman.
Setelah itu, Uzair melanjutkan perjalanannya, kembali ke rumahnya. Namun, pemandangan yang ia saksikan di sepanjang jalan sangat berbeda. Ia bertemu dengan banyak orang asing yang tidak mengenalnya. Rumahnya pun telah berubah, penuh dengan wajah-wajah baru.
Sesampainya di rumah, Uzair bertemu dengan seorang wanita tua yang usianya sekitar 120 tahun. Yang menarik, Uzair yang telah berusia 140 tahun, tampak masih seperti pemuda berusia 40 tahun. Wajahnya masih muda, segar, dan tubuhnya tetap bugar. Ini merupakan keajaiban lain yang memperkuat bukti kebangkitan Uzair.
Uzair bertanya kepada wanita tua itu apakah ia berada di rumahnya. Wanita itu menjawab, "Benar, ini memang rumah Uzair." Uzair kemudian menjelaskan keadaannya, mengatakan bahwa ia adalah Uzair yang telah dimatikan Allah selama seratus tahun dan dihidupkan kembali. Wanita tua itu awalnya tak percaya, karena Uzair telah lama dianggap meninggal dunia. Ia bahkan tak pernah mendengar nama Uzair selama seratus tahun terakhir.
Sebagai bukti, Uzair kemudian berdoa untuk kesembuhan wanita tua itu yang telah buta. Dengan izin Allah SWT, mata wanita tua itu sembuh seketika. Ia dapat melihat kembali, dan akhirnya mengakui bahwa Uzair yang ada di hadapannya adalah Uzair yang sesungguhnya.
Kisah ini kemudian menyebar. Wanita tua itu menceritakan pengalamannya kepada masyarakat Bani Israil. Anak dan cucu Uzair yang telah lanjut usia pun terkejut mendengar kabar tersebut. Mereka awalnya ragu, namun keraguan itu sirna ketika Uzair menunjukkan tanda lahir yang hanya ia dan keluarganya ketahui: sebuah tanda hitam di antara kedua bahunya. Akhirnya, Uzair kembali hidup di tengah-tengah keluarga dan masyarakatnya, seorang pemuda yang tampak muda di tengah anak dan cucu yang telah menua.
Status kenabian Uzair sendiri masih menjadi perdebatan. Beberapa sumber menyatakan ia sebagai seorang nabi, namun hal ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an. Bahkan, seperti yang dikutip dari Ensiklopedia Al-Qur’an & Hadis Per Tema susunan Yusni Amru Ghazali dkk, terdapat hadits dari Abu Hurairah RA yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW sendiri tidak mengetahui pasti apakah Uzair seorang nabi atau bukan. Hadits tersebut menegaskan ketidakpastian status kenabian Uzair, menunjukkan bahwa fokus utama kisah ini bukanlah pada status kenabian Uzair, melainkan pada bukti nyata kekuasaan Allah SWT yang maha besar.
Kesimpulannya, kisah Uzair merupakan sebuah peristiwa luar biasa yang mengungkap keajaiban kebangkitan setelah kematian, kekuasaan Allah SWT yang melampaui batas ruang dan waktu, serta mengajak manusia untuk merenungkan kebesaran dan keagungan Sang Khalik. Kisah ini menjadi pelajaran berharga bahwa kehidupan dan kematian berada di tangan Allah SWT, dan segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Uzair, baik sebagai nabi atau bukan, tetap menjadi simbol dari keajaiban ilahi yang patut direnungkan dan dipelajari oleh setiap insan. Wallahu a’lam bishawab.