Jakarta – Kisah Qabil dan Habil, anak kembar Nabi Adam AS, merupakan salah satu cerita tragis yang termaktub dalam Al-Quran. Kisah ini menjadi pelajaran berharga tentang sifat dengki, iri hati, dan konsekuensi dari tindakan jahat.
Menukil dari kitab Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir, yang diterjemahkan oleh Umar Mujtahid dkk., Qabil dan Habil merupakan anak kembar laki-laki dari Nabi Adam AS. Siti Hawa melahirkan dua pasang anak kembar, yaitu Qabil dan Habil, serta Iqlima dan Labuda. Qabil merupakan saudara kembar Iqlima, sementara Habil adalah saudara kembar Labuda.
Ketika mereka mencapai usia baligh, Allah SWT memerintahkan Nabi Adam AS untuk menikahkan anak-anaknya yang tidak sekandung. Habil pun dinikahkan dengan Iqlima, sementara Qabil menikah dengan Labuda. Namun, benih-benih dengki mulai tumbuh di hati Qabil. Ia merasa iri kepada Habil karena Labuda, saudara kembarnya, tidak secantik Iqlima.
Setan, dengan tipu daya dan bisikan liciknya, semakin menghasut Qabil untuk melakukan tindakan yang jahat. Rasa iri yang membara di dalam hati Qabil membuatnya tak mampu mengendalikan amarahnya.
Nabi Adam AS, yang menyadari potensi konflik di antara kedua putranya, berusaha mencegah tragedi dengan meminta mereka untuk berkurban. Langkah ini diambil untuk mendapatkan pilihan terbaik dari Allah SWT dan menghindari pelanggaran terhadap perintah-Nya.
Qabil mempersembahkan kurban berupa hasil pertanian yang buruk, sementara Habil memberikan kurban berupa seekor kambing gemuk dengan kualitas terbaik. Atas kuasa Allah SWT, api menyambar kurban Habil, menandakan penerimaan kurbannya oleh Sang Khalik. Sebaliknya, kurban Qabil ditolak karena api membiarkannya begitu saja.
Melihat hal itu, amarah Qabil semakin memuncak. Ia mengancam Habil, menyatakan niatnya untuk membunuhnya jika benar-benar menikahi Iqlima. Habil, dengan penuh kesabaran dan ketakwaan, menjawab ancaman Qabil dengan kalimat yang termaktub dalam Surah Al Maidah ayat 28:
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
Namun, hati Qabil telah gelap oleh dengki dan amarah. Ia tak mengindahkan nasihat dan peringatan Habil. Akhirnya, Qabil memutuskan untuk membunuh saudaranya sendiri.
Para ulama memiliki beragam pendapat mengenai cara Qabil membunuh Habil. Ada yang berpendapat bahwa Qabil memanggul jenazah Habil selama satu tahun setelah pembunuhan tersebut. Pendapat lain menyebutkan bahwa Qabil menanggung dosa pembunuhan selama 100 tahun.
Ada pula yang berpendapat bahwa Qabil membunuh Habil dengan batu yang dilempar hingga mengenai kepalanya saat Habil tertidur. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa Qabil mencekek leher Habil dengan kuat dan menggigitnya seperti binatang buas hingga Habil meninggal dunia.
Ketika Qabil menyaksikan Habil terkapar tak berdaya, ia dilanda kebingungan dan penyesalan. Ia baru menyadari bahwa Habil adalah saudara yang baik dan penuh kasih sayang. Namun, penyesalan itu datang terlambat.
Allah SWT tidak langsung mengazab Qabil di dunia, namun ia menanggung dosa besar atas perbuatannya. Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya:
“Tidaklah seorang jiwa dibunuh secara zalim, kecuali anak Adam yang pertama (Qabil) ikut menanggung darahnya, karena ia adalah orang yang pertama mencontohkan pembunuhan.” (HR Bukhari)
Kisah Qabil dan Habil menjadi bukti nyata bahwa dengki dan iri hati dapat menjerumuskan seseorang ke dalam jurang kehancuran. Kisah ini juga menjadi pelajaran penting tentang pentingnya menjaga hubungan persaudaraan, mengendalikan amarah, dan menghindari tindakan jahat.
Semoga Allah SWT selalu melindungi kita dari sifat dengki dan iri hati, serta mengaruniakan kita hati yang bersih dan penuh kasih sayang. Wallahu a’lam.