Nabi Idris AS, salah satu nabi ulul azmi yang namanya terukir dalam lembaran suci Al-Qur’an, dikenal akan ketaatan dan keilmuannya yang luar biasa. Kisah hidupnya, khususnya momen pertemuannya dengan Malaikat Izrail dan perjalanan spiritualnya ke surga, menyimpan hikmah mendalam tentang keimanan, kerinduan akan surga, dan kedekatan hamba dengan Tuhannya. Berbagai riwayat, termasuk yang dirujuk dari buku "Sejarah Terlengkap 25 Nabi" karya Rizem Aizid, mengungkap detail perjalanan spiritual yang luar biasa ini.
Kisah bermula dari kekaguman Malaikat Izrail, malaikat maut yang ditugaskan mencabut nyawa, terhadap ketaatan dan keilmuan Nabi Idris AS. Rasa ingin tahu dan penghormatan yang mendalam mendorong Izrail memohon izin kepada Allah SWT untuk mengunjungi Nabi Idris AS di bumi. Izin pun dikabulkan, dan Izrail, menjelma sebagai manusia biasa, mengetuk pintu kediaman Nabi Idris AS.
Pertemuan dua figur agung ini bukan sekadar perjumpaan biasa. Izrail, dengan kerendahan hati yang luar biasa, menyatakan keinginannya untuk mengenal lebih dekat Nabi Idris AS. Sang nabi, dengan keramahan dan keikhlasan yang menjadi ciri khasnya, mengundang Izrail untuk bermalam di rumahnya. Alih-alih berbincang-bincang tentang hal-hal duniawi, keduanya lebih banyak menghabiskan waktu untuk beribadah kepada Allah SWT, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dalam khusyu’ dan ketenangan.
Meskipun demikian, Nabi Idris AS, dengan kehangatan dan keramahannya, tetap menawarkan hidangan kepada Izrail. Namun, tawaran tersebut ditolak dengan halus oleh Izrail, mengingat kodrat malaikat yang tidak membutuhkan makanan dan minuman seperti manusia. Hal yang sama terjadi ketika Nabi Idris AS mengajak Izrail untuk beristirahat. Izrail selalu memilih untuk melanjutkan ibadahnya, menunjukkan kesungguhan dan ketaatannya yang luar biasa kepada Allah SWT.
Hari-hari berlalu, dan Nabi Idris AS mulai merasa heran dengan sikap Izrail yang tak henti-hentinya beribadah. Keingintahuan dan rasa ingin memahami mendorong Nabi Idris AS untuk menanyakan jati diri Izrail yang sebenarnya. Jawaban Izrail yang mengungkap identitasnya sebagai Malaikat Izrail, malaikat maut, sontak mengejutkan Nabi Idris AS. Sang nabi mengira kedatangan Izrail adalah pertanda ajalnya telah tiba. Namun, Izrail dengan bijak menjelaskan bahwa tujuan kedatangannya semata-mata untuk mengenal lebih dekat sosok Nabi Idris AS, bukan untuk mencabut nyawanya.
Di sinilah kisah mencapai puncaknya. Nabi Idris AS, dengan keimanan dan keberanian yang luar biasa, mengungkapkan keinginannya untuk merasakan bagaimana proses pencabutan nyawa oleh Malaikat Izrail. Dengan izin Allah SWT, Malaikat Izrail mencabut nyawa Nabi Idris AS dengan cara yang sangat lembut, menunjukkan kasih sayang dan rahmat Ilahi.
Setelah pencabutan nyawa yang penuh ketenangan, Nabi Idris AS, atas izin Allah SWT, diperlihatkan surga dan neraka. Pengalaman ini meninggalkan kesan mendalam dalam jiwanya. Gambaran neraka yang mengerikan dan menakutkan di satu sisi, dan keindahan surga yang tak terbayangkan di sisi lain, menciptakan kontras yang sangat kuat dan mengukuhkan keimanan Nabi Idris AS.
Deskripsi surga dalam riwayat ini begitu memukau. Sungai-sungai yang mengalirkan air jernih, pohon-pohon rindang yang meneduhkan, buah-buahan yang lezat dan menggugah selera, serta pemandangan indah yang memanjakan mata, membuat Nabi Idris AS tak henti-hentinya memuji kebesaran Allah SWT dengan ungkapan "Subhanallah, subhanallah, subhanallah," dan mengungkapkan rasa syukur yang mendalam dengan ucapan "Alhamdulillah, alhamdulillah." Keindahan surga telah menawan seluruh jiwa dan raganya.
Setelah menikmati keindahan surga, Nabi Idris AS menyadari bahwa sandalnya masih tertinggal di sana, di bawah naungan pohon rindang. Beliau pun kembali untuk mengambilnya. Namun, ketika Malaikat Izrail menunggu di luar, ia terkejut melihat Nabi Idris AS tak kunjung keluar. Ternyata, Nabi Idris AS begitu terpukau oleh keindahan surga sehingga enggan meninggalkannya. Ia begitu rindu akan kedamaian dan keindahan surga yang baru saja dirasakannya.
Kejadian ini menunjukkan kerinduan yang begitu mendalam dari Nabi Idris AS akan surga, sebuah kerinduan yang dipenuhi dengan keimanan dan ketaatan yang tulus. Dengan kuasa dan izin Allah SWT, Nabi Idris AS diizinkan untuk tetap berada di surga keempat, tanpa harus menunggu hari kiamat. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Idris AS wafat di surga, namun hal ini tetap kembali kepada kehendak dan pengetahuan Allah SWT (wallahu a’lam).
Kisah Nabi Idris AS ini bukan sekadar cerita sejarah, tetapi juga sebuah pelajaran berharga tentang keimanan, ketaatan, dan kerinduan akan surga. Ketaatan Nabi Idris AS kepada Allah SWT, keberaniannya dalam menghadapi kematian, dan kerinduannya yang mendalam akan surga menjadi teladan bagi kita semua. Kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT, beribadah dengan khusyu’, dan senantiasa berusaha untuk meraih ridho-Nya agar kelak dapat merasakan keindahan surga abadi. Keindahan surga yang begitu memikat Nabi Idris AS hingga enggan meninggalkannya, menjadi pengingat akan janji Allah SWT bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Kisah ini juga menggarisbawahi pentingnya kesederhanaan dan kerendahan hati, seperti yang ditunjukkan oleh Malaikat Izrail dalam pertemuannya dengan Nabi Idris AS. Pertemuan tersebut bukan sekadar pertemuan antara malaikat dan nabi, tetapi juga pertemuan antara dua jiwa yang dipenuhi dengan keimanan dan kerinduan akan kebesaran Allah SWT. Semoga kisah ini dapat menginspirasi kita semua untuk senantiasa berjuang dalam meniti jalan menuju surga-Nya. Amin.