Kisah pengusiran Nabi Adam dan Siti Hawa dari surga merupakan salah satu peristiwa monumental dalam sejarah umat manusia, sekaligus menjadi pelajaran abadi tentang konsekuensi dari ketidaktaatan kepada Allah SWT. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 35-36, yang menggambarkan bagaimana keduanya tergoda dan melanggar perintah Ilahi, mengakibatkan jatuhnya mereka ke bumi. Ayat tersebut, meskipun ringkas, menyimpan makna mendalam yang telah dikaji dan ditafsirkan oleh para ulama selama berabad-abad.
Ayat Al-Baqarah 35-36 secara ringkas menyebutkan perintah Allah SWT kepada Nabi Adam dan Hawa untuk tinggal di surga, menikmati segala kenikmatan yang tersedia, dengan satu larangan tegas: mendekati pohon khuldi (pohon terlarang). Keengganan untuk mentaati larangan ini, yang digambarkan sebagai "kesalahan" atau "kezaliman," membuka jalan bagi tipu daya setan. Setan, sebagai musuh yang senantiasa mengintai, berhasil membujuk keduanya untuk memakan buah dari pohon terlarang, mengakibatkan hilangnya keduanya dari kehidupan surgawi yang penuh kenikmatan. Ayat tersebut kemudian menjelaskan konsekuensi dari perbuatan mereka: pengusiran dari surga dan dimulainya kehidupan di bumi, diwarnai dengan persaingan, perjuangan, dan batas waktu kehidupan yang telah ditentukan.
Tafsir Ibnu Katsir, salah satu tafsir Al-Qur’an yang paling otoritatif, menjelaskan bahwa pohon khuldi merupakan pohon yang diharamkan Allah SWT. Pemahaman ini menunjukkan bahwa buah terlarang bukanlah sekedar buah biasa, melainkan sesuatu yang memiliki makna simbolik yang lebih dalam, melambangkan batas kekuasaan manusia dan kepatuhan kepada Allah SWT. Dengan memakan buah tersebut, Adam dan Hawa melanggar batas yang telah ditetapkan, mengakibatkan jatuhnya mereka dari keadaan sempurna ke dunia yang penuh dengan cobaan dan tantangan.
Setelah pengusiran dari surga, Adam dan Hawa menghadapi realitas baru: kehidupan di bumi tanpa pakaian surgawi yang sebelumnya mereka kenakan. Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 27 menyinggung peristiwa ini dengan menjelaskan bagaimana setan mengeluarkan keduanya dari surga dengan mengungkap aurat mereka. Ayat ini menekankan peran setan dalam menyesatkan manusia dan menunjukkan bahwa ketidaktaatan akan mengakibatkan hilangnya perlindungan dan kehormatan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa aurat merupakan sesuatu yang harus dilindungi dan dijaga kesuciannya.
Ayat Al-A’raf 27 juga berfungsi sebagai peringatan bagi keturunan Adam, agar tidak tertipu oleh tipu daya setan. Setan, dengan para pengikutnya, selalu mengintai manusia dari tempat yang tidak dapat dilihat oleh manusia, mencoba untuk menyesatkan dan menarik manusia kepada kejahatan. Oleh karena itu, keimanan dan kehati-hatian sangat diperlukan untuk menghindari jebakan setan dan menjaga diri dari perbuatan yang tidak diridhoi Allah SWT.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim menambahkan detail mengenai penampilan fisik Nabi Adam sebelum dan sesudah memakan buah terlarang. Deskripsi ini menunjukkan kesempurnaan fisik Adam di surga, yang kemudian hilang setelah kejadian tersebut. Peristiwa ini menunjukkan bahwa ketidaktaatan tidak hanya berdampak spiritual, tetapi juga berdampak pada kehidupan duniawi. Perasaan malu yang dialami Adam setelah melihat auratnya juga menunjukkan kesadaran akan kesalahan yang telah dilakukannya.
Setelah kejadian tersebut, Adam dan Hawa harus mencari cara untuk menutupi aurat mereka. Riwayat dari Ibnu Abbas, seperti yang diriwayatkan oleh Said bin Jubair, menjelaskan bahwa daun tin merupakan bahan pertama yang digunakan oleh keduanya untuk menutupi aurat. Hal ini menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT yang memberikan jalan keluar bagi keduanya untuk menjaga kesucian dirinya di tengah keadaan yang sulit. Penggunaan daun tin juga menunjukkan kesederhanaan dan keterbatasan sumber daya yang mereka hadapi di bumi.
Namun, kisah tidak berhenti di sana. Ibnu Katsir, dalam Qashash Al-Anbiya, menjelaskan bahwa pakaian pertama yang dibuat oleh Nabi Adam untuk dirinya dan Hawa terbuat dari bulu biri-biri. Ini menunjukkan upaya Adam untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di bumi dan mencari cara untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Proses pembuatan pakaian ini menunjukkan keterampilan dan kreativitas Adam dalam menghadapi tantangan yang dihadapinya. Pakaian yang dibuatnya, jubah untuk Adam dan baju kurung serta kerudung untuk Hawa, menunjukkan perhatian dan kasih sayang Adam kepada istrinya.
Secara keseluruhan, kisah Adam dan Hawa merupakan gambaran yang sangat menarik dan mendalam tentang perjalanan manusia dari keadaan sempurna ke dunia yang penuh dengan cobaan. Kisah ini bukan hanya sekedar cerita sejarah, tetapi juga merupakan pelajaran yang berharga tentang pentingnya ketaatan kepada Allah SWT, konsekuensi dari ketidaktaatan, dan peran setan dalam menyesatkan manusia. Peristiwa penutupan aurat dengan daun tin menunjukkan kesederhanaan dan kebijaksanaan Allah SWT dalam memberikan jalan keluar bagi manusia yang berbuat kesalahan, serta menunjukkan perkembangan peradaban manusia dari kesederhanaan hingga ke tingkat yang lebih kompleks. Kisah ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kesucian diri dan menghindari tipu daya setan dalam setiap aspek kehidupan. Akhirnya, kita diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, dan tujuan akhir kita adalah kembali kepada Allah SWT.