Jakarta, 23 Desember 2024 – Kongres Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An-Nahdliyyah (JATMAN) ke-XIII yang berlangsung di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, pada 21-22 Desember 2024, telah resmi menetapkan kepemimpinan baru. KH Ahmad Chalwani Nawawi terpilih sebagai Rais Aly dan Prof. Dr. KH Ali Masykur Musa sebagai Mudir Aly untuk periode 2024-2029. Keduanya langsung menemui Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, untuk melaporkan hasil kongres dan menyampaikan komitmen mereka dalam memimpin organisasi tersebut.
Dalam konferensi pers di lobi kantor PBNU, Prof. Dr. KH Ali Masykur Musa menegaskan keabsahan dan legalitas terpilihnya KH Chalwani Nawawi dan dirinya sebagai pimpinan JATMAN. Ia menekankan pentingnya menjaga konstitusi dan kontinuitas organisasi dalam menjalankan roda kepemimpinan lima tahun ke depan. Langkah selanjutnya, menurut Prof. Masykur, adalah penyusunan struktur kepengurusan yang lengkap dan menyeluruh, yang akan segera diikuti dengan pelantikan resmi.
Namun, pernyataan yang paling signifikan disampaikan oleh Prof. Masykur adalah komitmennya untuk merangkul seluruh elemen di JATMAN, termasuk mereka yang berada di bawah kepemimpinan Habib Luthfi bin Yahya. "Kami mendapat arahan untuk menyusun kepengurusan secara lengkap. Semua pengurus dari semua tingkatan akan kita rangkul semua. Termasuk JATMAN di bawah kepemimpinan Habib Luthfi bin Yahya akan diajak bersama dan diajak pengurus," tegasnya.
Pernyataan ini memiliki arti penting, mengingat posisi JATMAN sebagai badan otonom NU. Prof. Masykur menjelaskan peran strategis JATMAN sebagai "badan otonom dari PBNU sehingga tupoksinya menindaklanjuti, mem-breakdown kebijakan-kebijakan PBNU, khususnya dalam hal pengamalan thoriqoh al mu’tabaroh di Indonesia." Dengan demikian, upaya merangkul semua pihak bukan sekadar langkah rekonsiliasi internal, tetapi juga merupakan strategi untuk memastikan efektivitas JATMAN dalam menjalankan mandatnya sebagai bagian integral dari NU.
Langkah rekonsiliasi ini dinilai krusial untuk menjaga kesatuan dan soliditas JATMAN, mengingat dinamika internal yang mungkin terjadi pasca kongres. Komitmen untuk merangkul semua pihak, termasuk mereka yang sebelumnya berada di kubu berbeda, menunjukkan niat baik dan keseriusan kepemimpinan baru dalam membangun JATMAN yang lebih inklusif dan harmonis.
Sementara itu, KH Chalwani Nawawi dalam konferensi pers tersebut berbagi pengalaman menarik sebelum kongres. Ia menceritakan kunjungan seorang peneliti dari Belanda yang mengungkapkan fakta sejarah yang cukup mengejutkan. Peneliti tersebut, menurut Kiai Chalwani, mengungkapkan bahwa pada masa penjajahan Belanda, para santri thoriqoh merupakan kelompok yang paling ditakuti oleh penjajah.
Kiai Chalwani mencontohkan Syekh Abdul Karim dari Banten sebagai salah satu ulama tarekat yang disegani dan bahkan ditakuti oleh Belanda. Kisah ini, menurut Kiai Chalwani, menunjukkan peran penting thoriqoh dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. "Thoriqoh itu mengantarkan kemerdekaan," tegasnya. Pernyataan ini menunjukkan pandangan Kiai Chalwani yang menempatkan thoriqoh tidak hanya sebagai ajaran spiritual, tetapi juga sebagai kekuatan sosial-politik yang berperan signifikan dalam sejarah bangsa.
Pernyataan Kiai Chalwani ini menarik untuk dikaji lebih dalam. Peran para santri thoriqoh dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia memang seringkali terabaikan dalam narasi sejarah mainstream. Namun, kisah-kisah perlawanan dan kontribusi mereka terhadap kemerdekaan perlu digali dan diungkap lebih lanjut untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang sejarah perjuangan bangsa. Pernyataan Kiai Chalwani dapat menjadi momentum untuk mengarahkan penelitian lebih lanjut tentang peran thoriqoh dalam sejarah Indonesia.
Kongres JATMAN XIII bukan hanya sekadar pergantian kepemimpinan, tetapi juga merupakan momentum penting bagi organisasi tersebut untuk memperkuat posisinya sebagai bagian integral dari NU dan untuk menetapkan arah baru dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Komitmen kepemimpinan baru untuk merangkul semua pihak dan menjaga kesatuan internal merupakan langkah strategis untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Kepemimpinan Kiai Chalwani dan Prof. Masykur dihadapkan pada tantangan yang cukup kompleks. Mereka harus mampu menyatukan berbagai kelompok di dalam JATMAN, mengelola ekspektasi berbagai pihak, dan menjalankan program-program kerja yang bermanfaat bagi umat. Keberhasilan mereka akan bergantung pada kemampuan mereka untuk membangun konsolidasi internal yang kuat dan menjalin kerja sama yang efektif dengan berbagai pihak yang berkepentingan.
Selain itu, JATMAN juga dihadapkan pada tantangan globalisasi dan modernisasi yang menuntut adaptasi dan inovasi dalam menjalankan dakwah dan pengamalan thariqat. Kepemimpinan baru harus mampu mengembangkan strategi yang relevan dan efektif untuk menjawab tantangan tersebut serta menjaga kelestarian thariqat di tengah perkembangan zaman.
Peran JATMAN sebagai badan otonom NU juga menuntut kepemimpinan yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan amanat organisasi. Kepemimpinan baru harus mampu berkoordinasi dengan PBNU dan badan-badan otonom lainnya untuk mewujudkan tujuan dan program kerja NU secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, Kongres JATMAN XIII menandai awal era baru bagi organisasi tersebut. Komitmen kepemimpinan baru untuk merangkul semua pihak dan menjaga kesatuan internal merupakan langkah positif dalam upaya membangun JATMAN yang lebih kuat, solid, dan bermanfaat bagi umat. Namun, tantangan yang dihadapi juga tidak sedikit. Keberhasilan kepemimpinan Kiai Chalwani dan Prof. Masykur akan bergantung pada kemampuan mereka untuk menjawab tantangan tersebut dengan bijak dan efektif. Publik menantikan langkah-langkah konkret yang akan dilakukan oleh kepemimpinan baru untuk mewujudkan visi dan misi JATMAN di masa yang akan datang. Semoga JATMAN di bawah kepemimpinan baru ini mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kemajuan bangsa dan agama.