Jakarta, 27 Januari 2025 – Jumat, 27 Januari 2025, menandai Jumat terakhir bulan Rajab 1446 H menurut kalender Hijriah Indonesia 2025 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama Republik Indonesia. Bulan Rajab, yang akan berakhir pada Kamis, 30 Januari 2025, merupakan bulan yang penuh keutamaan dalam kalender Islam. Momentum Jumat terakhir ini menjadi kesempatan berharga bagi para khatib untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan yang relevan dan inspiratif bagi jamaah. Mengutip referensi dari Kumpulan Naskah Khutbah Jumat terbitan Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, berikut uraian khutbah Jumat yang dapat disampaikan pada kesempatan istimewa ini, dengan fokus pada hubungan erat antara salat dan peristiwa Isra Mi’raj.
Khutbah Pertama: Hubungan Salat dan Isra Mi’raj – Sebuah Ibadah yang Agung
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya takwa. Ketakwaan merupakan kunci meraih kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya yang istiqamah di jalan Islam. Semoga syafaat beliau senantiasa menaungi kita semua di hari kiamat kelak.
Pada kesempatan yang penuh berkah ini, khutbah akan difokuskan pada tema "Hubungan Salat dan Isra Mi’raj," sebuah tema yang sarat makna dan relevansi bagi kehidupan kita sebagai umat Muslim.
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah SWT,
Peristiwa Isra Mi’raj merupakan salah satu mukjizat agung yang Allah SWT anugerahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perjalanan luar biasa ini menandai titik balik penting dalam sejarah Islam, di mana Allah SWT mewajibkan salat lima waktu sebagai ibadah pokok bagi seluruh umat manusia. Hadis sahih yang diriwayatkan Anas bin Malik RA, mengungkapkan sabda Rasulullah SAW: "Pada awalnya, Allah SWT mewajibkan kepada umatku lima puluh waktu salat. Kemudian aku memohon keringanan kepada-Nya hingga menjadi lima waktu. Namun, pahala salat tersebut tetap dihitung lima puluh dalam timbangan amal di sisi Allah SWT." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadirin, perlu kita renungkan secara mendalam makna di balik hadis tersebut. Peristiwa Isra Mi’raj tidak hanya menandai penetapan salat lima waktu, tetapi juga menunjukkan betapa besarnya nilai dan keutamaan salat di mata Allah SWT. Meskipun jumlahnya diringankan, pahala yang diperoleh tetap setara dengan salat lima puluh waktu. Ini menunjukkan betapa pentingnya konsistensi dan keikhlasan dalam menjalankan salat.
Salat bukanlah sekadar ritual gerakan fisik dan bacaan, melainkan merupakan interaksi spiritual yang mendalam antara hamba dengan Tuhannya. Dalam setiap sujud dan rukuk, kita bermunajat, berdialog dengan Allah SWT, mencurahkan seluruh isi hati, mengungkapkan kerendahan diri, dan memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan dengan indah: "Salat adalah munajat seorang hamba kepada Tuhannya, di dalamnya terdapat keikhlasan dan permohonan ampun atas dosa."
Kedudukan salat dalam Islam sangatlah fundamental. Rasulullah SAW menegaskan hal ini dalam sabdanya: "Salat adalah tiang agama. Barang siapa yang menegakkannya, berarti ia telah menegakkan agama; dan barang siapa yang meninggalkannya, berarti ia telah meruntuhkan agama." (HR. Baihaqi).
Hadirin, pernyataan tersebut bukan sekadar ungkapan simbolik, melainkan penegasan akan peran vital salat sebagai pondasi keimanan dan keteguhan agama dalam kehidupan seorang Muslim. Melalui salat, kita memupuk keimanan, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan memperkuat hubungan spiritual yang akan membimbing kita menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Khutbah Kedua: Hikmah Peristiwa Isra Mi’raj – Pelajaran Kehidupan yang Berharga
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT,
Isra Mi’raj adalah peristiwa luar biasa yang sarat dengan hikmah dan pelajaran berharga bagi seluruh umat Islam. Peristiwa ini bukan sekadar perjalanan fisik Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsha, lalu naik ke Sidratul Muntaha, melainkan juga perjalanan spiritual yang penuh makna dan mengungkapkan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 1: "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
Ayat ini menegaskan bahwa Isra Mi’raj merupakan peristiwa yang dirancang langsung oleh Allah SWT, sebuah kehormatan dan anugerah bagi Nabi Muhammad SAW, sekaligus pelajaran berharga bagi umatnya sepanjang zaman. Peristiwa ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan merupakan bagian dari rencana Ilahi untuk memperkuat iman dan memberikan petunjuk kepada umat manusia.
Hadirin jemaah Jumat yang berbahagia,
Di antara hikmah utama Isra Mi’raj adalah penetapan salat lima waktu sebagai ibadah wajib. Seperti telah dijelaskan pada khutbah pertama, salat merupakan ibadah yang menghubungkan hamba dengan Tuhannya secara langsung dan intim. Salat juga menjadi benteng pertahanan diri dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Ankabut ayat 45: "Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan mengingat Allah (dalam salat) itu lebih besar (manfaatnya)." Tafsir Al-Jassas menambahkan bahwa salat "adalah cermin yang memperbaiki amalan manusia, mensucikan akhlak, dan menjaga iman."
Lebih dari itu, salat juga menjadi penolong kita dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan hidup. Allah SWT memerintahkan kita untuk menjadikan salat sebagai sumber kekuatan dan pertolongan, sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah ayat 153: "Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar."
Hadirin, salat berjamaah juga memiliki dimensi sosial yang sangat penting. Ia mempererat ukhuwah Islamiyah, membangun solidaritas, dan menumbuhkan rasa persaudaraan di antara sesama muslim. Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menjelaskan: "Salat berjamaah menyatukan hati dan menghapus perbedaan, di mana seorang pemimpin berdiri sejajar dengan rakyatnya di hadapan Allah."
Isra Mi’raj juga mengajarkan tentang pentingnya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Kita harus senantiasa mengingat bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, sedangkan kehidupan akhirat adalah abadi. Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam mengingatkan: "Barang siapa yang hanya menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, ia akan kehilangan kebahagiaan di dua negeri (dunia dan akhirat)."
Hadirin, kita perlu merenungkan perjalanan Nabi Muhammad SAW yang dipenuhi kesabaran dan keteguhan hati. Sebelum Isra Mi’raj, beliau menghadapi berbagai cobaan berat, seperti wafatnya istri tercinta, Khadijah RA, dan pamannya, Abu Thalib RA. Namun, beliau tetap teguh dalam keimanan dan tawakal kepada Allah SWT. Allah SWT sendiri menjanjikan kemudahan setelah kesulitan dalam Surat Al-Insyirah ayat 6: "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."
Sebagai penutup, marilah kita jadikan peristiwa Isra Mi’raj sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas hidup kita, baik secara individual maupun kolektif. Mari kita tegakkan salat sebagai tiang agama, pererat ukhuwah Islamiyah, dan bangun keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad SAW dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang senantiasa berusaha memperbaiki diri. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.