Jakarta, 27 Desember 2024 – Menjelang pergantian tahun, khutbah Jumat kali ini mengambil tema yang relevan dan sarat makna: muhasabah atau introspeksi diri. Momentum akhir tahun, yang menandai berakhirnya satu siklus kehidupan dan permulaan siklus baru, menjadi waktu yang tepat bagi umat muslim untuk merenungkan perjalanan spiritual dan kehidupan mereka selama setahun terakhir. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang senantiasa menekankan pentingnya perenungan diri sebagai landasan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas keimanan.
Seperti yang diungkapkan dalam buku Akhlak Tasawuf karya Cahaya dan Anri Naldi, muhasabah merupakan proses introspeksi diri yang mendalam. Seorang mukmin, idealnya, senantiasa melakukan evaluasi terhadap tindakan dan perilakunya, mempertimbangkan konsekuensi dari setiap pilihan yang telah diambil, dan berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Khutbah Jumat singkat yang dikutip dari situs Kementerian Agama RI pada hari ini, merupakan sebuah panduan praktis untuk mengimplementasikan muhasabah di penghujung tahun.
Khutbah Pertama: Menggali Hikmah Perjalanan Menuju Takwa
Khatib mengawali khutbah dengan puji syukur kepada Allah SWT dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, dua rukun penting dalam setiap khutbah Jumat. Lebih dari sekadar formalitas, ucapan tersebut menjadi pengingat akan pentingnya rasa syukur atas segala karunia Ilahi dan teladan hidup Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. Selanjutnya, khatib menekankan pentingnya meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT sebagai tujuan utama dari muhasabah.
Ketakwaan, bukan sekadar konsep abstrak, melainkan terwujud dalam komitmen nyata untuk menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Khatib mengajak jamaah untuk memperkuat komitmen ini, dengan meningkatkan semangat dalam beribadah, beramal saleh, dan senantiasa menjaga akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Perjalanan menuju takwa, diibaratkan sebagai pendakian gunung yang penuh tantangan. Ada saatnya kita menghadapi medan terjal, ada kalanya menemukan jalan yang landai. Namun, kesuksesan tergantung pada keteguhan langkah dan keimanan yang tak tergoyahkan.
Masa lalu, kata khatib, harus dilihat sebagai pengalaman berharga yang memberikan pelajaran. Masa kini, sebagai realita yang harus dihadapi dengan bijak. Dan masa depan, sebagai harapan yang perlu diperjuangkan dengan kerja keras dan doa. Dalam konteks ini, ketakwaan menjadi rambu-rambu penting yang akan memandu setiap langkah menuju tujuan akhir, yaitu ridho Allah SWT. Ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 197, "Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat," dijadikan sebagai landasan utama dalam khutbah ini. Ayat tersebut menegaskan bahwa takwa merupakan bekal terpenting dalam perjalanan hidup menuju akhirat.
Khutbah Kedua: Muhasabah sebagai Momentum Perbaikan Diri
Khutbah kedua lebih fokus pada praktik muhasabah itu sendiri. Khatib menjelaskan bahwa muhasabah bukanlah sekadar mengingat kembali peristiwa yang telah terjadi, melainkan proses refleksi yang mendalam untuk mengevaluasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Seperti halnya sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan istirahat untuk memulihkan tenaga, kehidupan juga membutuhkan waktu untuk introspeksi dan evaluasi.
Khatib mengutip perkataan Sayyidina Umar bin Khattab yang menekankan pentingnya muhasabah sebelum kita dihisab di akhirat. Perkataan tersebut mengingatkan kita akan tanggung jawab atas setiap perbuatan yang telah dilakukan. Muhasabah, dalam konteks ini, bukanlah untuk menghukum diri sendiri, melainkan untuk belajar dari kesalahan dan memperbaiki diri agar lebih baik di masa yang akan datang.
Hadits riwayat Imam Tirmidzi yang menjelaskan pentingnya muhasabah juga dibacakan oleh khatib. Hadits tersebut menekankan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa melakukan introspeksi diri dan beramal untuk kehidupan akhirat. Sebaliknya, orang yang lemah adalah orang yang hanya mementingkan keinginan nafsunya tanpa memperhatikan akibatnya.
Ayat Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan," kembali dijadikan sebagai penguat pesan khutbah. Ayat ini mengingatkan kita akan kewajiban untuk bertanggung jawab atas setiap perbuatan kita.
Khatib kemudian menjabarkan lima manfaat utama dari muhasabah:
-
Mengoreksi Diri: Muhasabah memungkinkan kita untuk melihat kembali perjalanan hidup dan mengidentifikasi aspek-aspek positif dan negatif dari perilaku kita. Kita dapat mengevaluasi seberapa jauh kita telah mendekatkan diri kepada Allah SWT dan seberapa besar dampak perbuatan kita terhadap diri sendiri dan orang lain. Ayat Al-Qur’an surat Yasin ayat 65, "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan," mengingatkan kita akan pertanggungjawaban di hari kiamat.
-
Memperbaiki Diri: Hasil dari proses muhasabah akan membantu kita mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan. Dengan mengetahui kekurangan tersebut, kita dapat membuat rencana perbaikan yang konkret untuk meningkatkan kualitas kehidupan di masa yang akan datang.
-
Mawas Diri: Seperti pengalaman menemukan jalan yang berliku, mawas diri akan membantu kita untuk lebih berhati-hati dan mencegah terulangnya kesalahan di masa depan. Khatib mengingatkan pesan dalam Al-Qur’an tentang pentingnya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai panduan hidup.
-
Memperkuat Komitmen Diri: Muhasabah menjadi momentum untuk memperkuat komitmen dalam beribadah dan beramal saleh. Dengan memahami kesalahan yang telah dilakukan, kita dapat berkomitmen untuk tidak mengulanginya lagi di masa depan. Khatib mengutip hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang keberuntungan orang yang lebih baik dari hari kemarinnya.
-
Meningkatkan Rasa Syukur: Muhasabah juga akan membawa kita untuk lebih menghargai segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Dengan merasakan rasa syukur yang mendalam, kita akan lebih termotivasi untuk berbuat baik dan mendekatkan diri kepada-Nya. Khatib mengingatkan peringatan Allah SWT dalam surat Ibrahim ayat 7 tentang pahala syukur dan azab bagi yang ingkar nikmat.
Sebagai penutup, khatib kembali menekankan pentingnya muhasabah, terutama di penghujung tahun, sebagai langkah untuk mempersiapkan diri menghadapi tahun baru dengan semangat dan komitmen yang lebih kuat. Khutbah ini disusun oleh Sekretaris MUI Provinsi Lampung, H. Muhammad Faizin, dan diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi jamaah untuk terus berbenah diri dalam meniti jalan kehidupan menuju ridho Allah SWT.