Nama al-Khansa, dalam sejarah Arab pra-Islam, identik dengan mahakarya syair yang memikat. Ia adalah seorang penyair ulung yang namanya harum di Jazirah Arab. Namun, kisah al-Khansa tak berhenti di sana. Ia adalah bukti nyata bagaimana cahaya Islam mampu menerangi hati dan mengubah jalan hidup seseorang.
Sebelum memeluk Islam, al-Khansa dikenal dengan nama Tamadhar binti Amru bin al-Haris bin asy-Syarid. Kehebatannya dalam merangkai kata-kata terukir dalam syair ratapan yang memilukan, yang ia ciptakan untuk mengenang kepergian saudaranya, Shakr. Bait-bait syairnya begitu penuh emosi, menggambarkan kesedihan mendalam yang tak terbendung:
"Air mataku terus bercucuran dan tak pernah mau membeku. Ketahuilah… mataku menangiskarena kepergian Sakhr, sang dermawan. Ketahuilah… mataku menangiskarena kepergian sang gagah berani. Ketahuilah… mataku menangiskarena kepergian pemuda yang agung."
Syair al-Khansa, yang penuh dengan kesedihan dan pujian, menjadi bukti kecakapannya dalam merangkai kata-kata dan mengungkapkan perasaan terdalam. Namun, cahaya Islam yang menyinari Jazirah Arab mengetuk pintu hati al-Khansa. Ia, bersama beberapa orang dari kaumnya, memutuskan untuk menghadap Rasulullah SAW dan menyatakan keislamannya.
Momen ini menandai babak baru dalam kehidupan al-Khansa. Ia meninggalkan masa lalunya sebagai penyair terkemuka di masa Jahiliyah dan menapaki jalan Islam dengan tekad bulat. Ia menjadi seorang Muslimah yang taat, mendedikasikan dirinya untuk membangun akidah tauhid.
Keislaman al-Khansa tak hanya mengubah keyakinannya, tetapi juga mewarnai kepribadiannya. Ia menjadi teladan bagi para Muslimah, menunjukkan keberanian dan kemuliaan diri yang terpancar dalam setiap tindakannya.
Kehebatan al-Khansa dalam bersyair tak luput dari perhatian Rasulullah SAW. Suatu ketika, Rasulullah SAW meminta al-Khansa untuk bersyair. Pemimpin terbaik sepanjang zaman itu terpesona dengan bait-bait syair yang dilantunkan al-Khansa.
"Aduhai, wahai Khansa, hariku terasa indah dengan syairmu," ujar Rasulullah SAW, mengungkapkan kekagumannya.
Kisah al-Khansa tak hanya terukir dalam syairnya, tetapi juga dalam percakapan Rasulullah SAW dengan Adi bin Hatim dan saudarinya, Safanah binti Hatim. Ketika mereka menghadap Rasulullah SAW dan menyebutkan nama-nama tokoh terkemuka dalam kaum mereka, Rasulullah SAW justru menyebut nama al-Khansa sebagai penyair terbaik.
"Apa yang telah engkau katakan itu salah, wahai Adi. Orang yang paling pandai bersyair adalah Al-Khansa binti Amru, dan orang yang paling murah hati adalah Muhammad Rasulullah SAW, dan orang yang paling pandai berkuda adalah Ali bin Abi Thalib," tegas Rasulullah SAW.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengakui kehebatan al-Khansa sebagai penyair, bahkan melebihi tokoh-tokoh ternama di masa itu.
Kisah al-Khansa binti Amru adalah bukti nyata bagaimana Islam mampu mengubah hidup seseorang. Ia meninggalkan masa lalunya yang gemerlap sebagai penyair terkemuka di masa Jahiliyah dan menapaki jalan Islam dengan tekad bulat. Ia menjadi teladan bagi para Muslimah, menunjukkan keberanian dan kemuliaan diri yang terpancar dalam setiap tindakannya.
Kisah al-Khansa juga menunjukkan bahwa Islam tak hanya mengutamakan akidah, tetapi juga menghargai talenta dan bakat yang dimiliki setiap individu. Rasulullah SAW sendiri mengakui kehebatan al-Khansa dalam bersyair, bahkan menempatkannya di atas tokoh-tokoh ternama di masa itu.
Al-Khansa binti Amru, sang penyair yang menapaki jalan Islam, menjadi bukti nyata bahwa Islam mampu melahirkan pribadi-pribadi yang luar biasa, yang tak hanya beriman, tetapi juga berprestasi dan menginspirasi banyak orang.