• Tentang Kami
  • Berita
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Wisata Halal
  • Warga Net
  • Tim Redaksi
No Result
View All Result
Era Madani
  • Bali
  • Berita
  • Kabar
  • Featured
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Budaya
  • Pariwisata
  • Sejarah
  • Gagasan
  • Warga Net
  • Wisata Halal
Era Madani
  • Tentang Kami
  • Berita
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Wisata Halal
  • Warga Net
  • Tim Redaksi
    animate
No Result
View All Result
Era Madani
No Result
View All Result
Kewajiban Membayar Utang Orang yang Telah Meninggal Dunia: Sebuah Tinjauan Hukum Islam

Kewajiban Membayar Utang Orang yang Telah Meninggal Dunia: Sebuah Tinjauan Hukum Islam

fatkur rohman by fatkur rohman
in Inspirasi
0 0
0
332
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta – Kematian adalah kepastian yang akan dihadapi setiap manusia. Namun, kepergian seseorang tak lantas membebaskan mereka dari kewajiban duniawi, termasuk utang. Dalam Islam, utang bukan sekadar transaksi finansial, melainkan cerminan etika, tanggung jawab, dan amanah yang harus dipenuhi. Pertanyaannya, bagaimana hukum membayar utang orang yang telah meninggal dunia?

Hutang, Penghalang Menuju Surga

Islam sangat memperhatikan masalah utang. Dalam kitab "Ilmu Faroidh" karya Mokhamad Rohma Rozikin, disebutkan bahwa utang bisa menjadi penghalang seseorang yang mati syahid untuk masuk surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, yang menceritakan seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang tempatnya di akhirat jika ia mati syahid. Rasulullah SAW menjawab, "Surga." Namun, setelah lelaki itu pergi, Rasulullah SAW memanggilnya kembali dan berkata, "Kecuali (jika masih memiliki) utang (karena hutang akan menghalangimu masuk surga), Jibril baru saja membisikiku."

Kewajiban Membayar Utang Jenazah

Hukum membayar utang orang yang telah meninggal dunia adalah wajib dilakukan untuk memenuhi hak-haknya sebagai jenazah. Dalam kitab "Fiqhul Islam Wa Adillatuhu" karya Wahbah Az-Zuhaili, dijelaskan bahwa setelah perawatan jenazah, utang-utang jenazah wajib dibayarkan dari semua hartanya yang tersisa. Bahkan, pembayaran utang lebih didahulukan sebelum menjalankan wasiat. Hal ini ditegaskan dalam hadits riwayat Tirmidzi, yang menceritakan bahwa Ali melihat Rasulullah SAW mengurus utang mayit sebelum mengurus wasiat.

Kewajiban Membayar Utang Orang yang Telah Meninggal Dunia: Sebuah Tinjauan Hukum Islam

Prioritas Pembayaran Utang

Pembayaran utang merupakan kewajiban orang yang berutang, yang diperintahkan untuk membayarnya saat masih hidup. Sementara wasiat adalah ibadah sunnah. Karena fardhu (kewajiban) lebih kuat daripada sunnah, maka pembayaran utang didahulukan.

Utang-utang yang menjadi tanggungan jenazah harus dibayarkan dari ra’sul mal (harta si jenazah sebelum dibagi-bagi), baik si jenazah mengizinkan pembayarannya atau tidak. Ini merupakan kewajiban terhadap Allah SWT atau manusia, karena utang tersebut adalah hak-haknya yang harus dipenuhi.

Urutan Prioritas Pembayaran Utang:

    Kewajiban Membayar Utang Orang yang Telah Meninggal Dunia: Sebuah Tinjauan Hukum Islam

  • Utang kepada Allah SWT: Utang yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah SWT seperti zakat, kafarat, dan haji harus didahulukan daripada utang kepada sesama manusia.
  • Utang yang berkaitan dengan barang peninggalan: Utang ini didahulukan daripada biaya perawatan jenazah, seperti zakat mal yang menjadi kewajibannya. Hal ini karena harta yang dimiliki jenazah dianggap tergadaikan untuk membayar zakat tersebut, dan barang gadaian memiliki hubungan dengan hak orang yang menerima gadai.
  • Utang kepada manusia: Utang ini dibayarkan setelah utang kepada Allah SWT dan utang yang berkaitan dengan barang peninggalan.

Macam-Macam Utang

Utang terdiri dari beberapa macam, yang juga harus dibayar ketika orang telah meninggal dunia:

1. Utang-utang yang Berkaitan dengan Benda

Utang ini berkaitan dengan barang yang digadaikan, jika si jenazah tidak mempunyai apa-apa selain barang gadaiannya itu. Menurut Hanafiyyah, pembayaran utang ini harus didahulukan sebelum pengafanan dan perawatan jenazah. Namun, dalam undang-undang, pembayaran utang diutamakan dibayar setelah perawatan jenazah.

2. Utang-utang kepada Allah SWT

Utang yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah SWT seperti zakat, kafarat, dan nadzar ini dianggap gugur setelah seseorang meninggal dunia. Para ahli waris pun tidak memiliki kewajiban untuk membayar utang ini, kecuali si jenazah berwasiat agar utangnya dibayarkan dari harta peninggalannya. Dalam hal ini, utang tersebut dibayarkan dari sepertiga hartanya saja. Mayoritas ulama berpendapat bahwa utang-utang ini tetap wajib dibayarkan dan harus diambil dari peninggalan si jenazah, meskipun jenazah tidak berwasiat.

3. Utang-utang Jenazah saat Sehat

Utang yang dimiliki jenazah saat dia sehat harus didahulukan dibandingkan utang saat dia sakit. Utang pada waktu sehat memiliki posisi yang sama, meskipun penyebabnya berbeda, seperti utang, mahar, sewa, dan tanggungan lain yang harus dibayar sebagai pengganti dari sesuatu yang lain.

Utang pada saat sehat adalah utang yang didukung oleh bukti atau pengakuan ketika seseorang masih dalam keadaan sehat. Pembuktian adanya utang ini dapat dilihat dari bukti yang jelas, seperti berupa struk atau kertas pembayaran, serta biaya lain yang diketahui oleh banyak orang.

4. Utang-utang Jenazah saat Sakit

Utang saat jenazah sakit adalah kewajiban yang diakui oleh jenazah, namun tidak diketahui oleh orang lain. Utang ini diutamakan dibayar setelah utang-utang pada masa sehat.

Hal ini dikarenakan pengakuan utang saat sakit sering kali dianggap sebagai sedekah sunah atau pilih kasih. Oleh karena itu, utang ini juga dianggap sebagai bagian dari wasiat yang dilaksanakan dalam batas sepertiga dari harta yang ditinggalkan, dan utang ini dibayar di akhir setelah pembayaran utang-utang yang lain.

Kesimpulan

Membayar utang orang yang telah meninggal dunia merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap hak-hak almarhum dan tanggung jawab moral yang harus dipenuhi oleh keluarga dan ahli waris. Pembayaran utang harus dilakukan dengan prioritas yang jelas, dengan mendahulukan utang kepada Allah SWT, kemudian utang yang berkaitan dengan barang peninggalan, dan terakhir utang kepada manusia.

Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang hukum membayar utang orang yang telah meninggal dunia dalam Islam.

Previous Post

BPKH Luncurkan Beasiswa Haji Indonesia: Dorong Generasi Muda Berprestasi dan Majukan Bangsa

Next Post

Amal Saleh: Pondasi Kehidupan Muslim Menuju Surga

fatkur rohman

fatkur rohman

Next Post
Amal Saleh: Pondasi Kehidupan Muslim Menuju Surga

Amal Saleh: Pondasi Kehidupan Muslim Menuju Surga

Menelisik Larangan Rasulullah SAW terhadap Ziarah Kubur: Sebuah Perjalanan Menuju Pemahaman yang Lebih Mendalam

Menelisik Larangan Rasulullah SAW terhadap Ziarah Kubur: Sebuah Perjalanan Menuju Pemahaman yang Lebih Mendalam

Asmaul Husna Al-Hakim: Rahasia Kebijaksanaan Allah SWT

Asmaul Husna Al-Hakim: Rahasia Kebijaksanaan Allah SWT

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Facebook Twitter Youtube Vimeo Instagram

Category

  • Bali
  • Berita
  • Budaya
  • Featured
  • Gagasan
  • Geopolitik, Kepemimpinan, Kaderisasi, Strategi Partai, Identitas Keumatan, Jaringan Global, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
  • Harmoni
  • Headline
  • Inspirasi
  • Kabar
  • Mancanegara
  • Olahraga
  • Opini
  • Pariwisata
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Politik
  • Sejarah
  • Sponsored
  • Teknologi
  • Uncategorized
  • Warga Net
  • Wisata Halal

© 2020 EraMadani - Harmoni dan Inspirasi.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • TENTANG KAMI
  • BERITA
  • BALI
  • KABAR
  • FEATURED
  • TIM REDAKSI

© 2020 EraMadani - Harmoni dan Inspirasi.