Jakarta, 21 Desember 2024 – Menteri Agama (Menag) RI, Prof. KH. Nasaruddin Umar, menyoroti minimnya keberadaan masjid di sejumlah kawasan strategis Jakarta, sebuah kondisi yang menurutnya ironis mengingat status Jakarta sebagai pusat metropolitan dan Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, hanya terpaut 40 juta jiwa dari Pakistan. Pernyataan ini disampaikan Menag dalam Rapat Pleno V Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024), dan kemudian dikutip dari laman resmi MUI.
Menag mengungkapkan keprihatinannya atas minimnya tempat ibadah umat Islam di jantung kota Jakarta. "Kita berada di jalan Thamrin-Sudirman, ini segitiga emas, sepanjang Thamrin-Sudirman dan sepanjang Kuningan, tidak ada masjid yang menonjol di jalan," tegasnya. Ketiadaan masjid yang terlihat di kawasan elit ini dinilai sebagai sebuah kejanggalan dan pertanda kurangnya perhatian terhadap kebutuhan spiritual umat Islam di area-area tersebut. Hal ini semakin diperparah dengan kondisi di Pantai Indah Kapuk (PIK), kawasan pengembangan pesat di Jakarta Utara.
"Sekitar 1.000 hektare di Pantai Indah Kapuk (PIK) tidak ada suara adzan," ungkap Menag dengan nada kecewa. Kontras dengan minimnya masjid, Menag menyaksikan keberadaan sebuah vihara Buddha yang megah dan besar di PIK. Situasi ini, menurutnya, menunjukkan ketidakseimbangan dan menggarisbawahi perlunya upaya lebih serius untuk memastikan tersedianya tempat ibadah bagi umat Islam di kawasan tersebut.
"Jadi saya mengimbau kita semua, termasuk MUI, jangan pernah kita membiarkan space yang luas ini sampai tidak ada simbol-simbol keislaman," serunya, menekankan pentingnya representasi Islam yang terlihat di ruang publik. Ketiadaan masjid bukan hanya soal ibadah semata, tetapi juga representasi identitas dan keberadaan umat Islam di tengah masyarakat.
Menag Nasaruddin Umar tidak hanya berhenti pada kritik. Ia menyatakan telah berupaya aktif untuk mengatasi masalah ini. Salah satu upayanya adalah membangun kompleks syariah seluas 30 hektare di PIK yang akan mencakup masjid sebagai fasilitas utamanya. "Kita sudah bangun mushola di lantai 4. Jadi kedengaran suara adzan. Sepanjang itu tadi, dibangun tulisan-tulisan asing, China, tidak ada mushala, jadi saya minta di kawasan ini ada aktivitas keislaman," jelasnya, menggambarkan kondisi sebelum pembangunan kompleks syariah tersebut. Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan spiritual umat Islam di PIK.
Selain pembangunan kompleks syariah, Menag juga menyoroti rencana pembangunan kantor MUI di PIK. Ia menjelaskan bahwa kantor MUI saat ini sudah dalam kondisi darurat dan membutuhkan gedung baru. "Beliau bilang memberikan satu lantai (areanya) lebih luas dari ruangan ini. MUI mau berkantor di sana (akan) diberikan di sana," paparnya, menjelaskan tawaran lahan untuk kantor MUI yang baru.
Namun, fokus Menag tidak hanya terpaku pada kantor MUI. Ia memiliki visi yang lebih luas untuk pengembangan kawasan PIK dan sekitarnya. Ia menginginkan agar pengembangan pesisir Jakarta Utara, yang membentang hingga Tanara, Serang, tidak mengulang kesalahan yang terjadi di Tampa Beach, Amerika Serikat, yang menurutnya, mengalami pembangunan pesisir yang pesat tanpa memperhatikan keberadaan simbol-simbol komunitas Islam.
"Ini adalah Jakarta. Saya minta disiapkan lokasi satu hektar untuk pembangunan Islamic Center (di sana)," tegas Menag, menekankan pentingnya pembangunan Islamic Center sebagai pusat kegiatan keagamaan dan kebudayaan Islam di kawasan tersebut. Keberadaan Islamic Center diharapkan dapat menjadi pusat rujukan dan simbol kebanggaan bagi umat Islam di PIK dan sekitarnya.
Pernyataan Menag ini muncul dalam Mukernas IV MUI yang bertema "Mengokohkan Peran Sebagai Pelayan Umat (khadimul Ummah) dan Mitra Pemerintah (shadiqul Hukumah)". Mukernas yang berlangsung pada 17-19 Desember 2024 ini menjadi wadah bagi MUI untuk membahas berbagai isu strategis terkait peran dan tanggung jawabnya dalam melayani umat dan bermitra dengan pemerintah.
Ketiadaan masjid di kawasan strategis Jakarta, khususnya di PIK, menjadi sorotan penting dalam Mukernas ini. Pernyataan Menag tersebut bukan hanya kritik, tetapi juga sebuah panggilan untuk pemerintah dan pihak terkait untuk lebih memperhatikan kebutuhan spiritual umat Islam dalam perencanaan dan pembangunan kota. Ke depan, diharapkan akan ada kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, MUI, dan pihak swasta untuk memastikan tersedianya tempat ibadah yang memadai dan representatif bagi umat Islam di seluruh wilayah Jakarta, khususnya di kawasan-kawasan yang sedang berkembang pesat. Keberadaan masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat komunitas, pendidikan agama, dan pengembangan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan masjid dan fasilitas keagamaan lainnya harus menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan kota yang berkelanjutan dan inklusif. Ketiadaan suara adzan di kawasan seluas 1000 hektare di PIK, seperti yang disoroti Menag, merupakan sebuah indikator yang memprihatinkan dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Semoga langkah-langkah konkret segera diambil untuk mengatasi permasalahan ini dan memastikan terwujudnya keseimbangan dan keadilan dalam pembangunan infrastruktur keagamaan di Jakarta.