Jakarta, Republika.co.id – Pengusutan kasus mafia peradilan yang melibatkan Zarof Ricar (ZR), mantan pejabat tinggi di Mahkamah Agung (MA), terus bergulir. Kejaksaan Agung (Kejakgung) telah memeriksa 15 orang saksi, termasuk anggota keluarga ZR, dalam upaya mengungkap sumber kekayaan yang tersimpan di rumahnya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa pemeriksaan terhadap keluarga ZR, termasuk istri dan anak-anaknya, dilakukan untuk mengetahui aliran dana yang selama ini digunakan.
"Terhadap keluarga sudah kita periksa. Istrinya sudah. Anaknya sudah. Saksi sudah 15 orang kita periksa," ujar Qohar di Kejakgung, Jakarta, Jumat (1/11/2024).
Selain pemeriksaan, Kejakgung juga telah melakukan pemblokiran aset-aset milik ZR dan keluarganya. "Kita sudah melakukan pemblokiran-pemblokiran aset-aset milik yang bersangkutan, dan juga aset-aset milik anggota keluarganya (ZR), termasuk istri, anak-anaknya," tambah Qohar.
Tim penyidik Jampidsus terus melacak aset-aset milik ZR lainnya, baik berupa uang maupun barang. "Dan kita terus melacak di mana saja aset-aset mereka, baik itu yang berupa barang, maupun yang berupa uang. Kita sudah lakukan itu," tegas Qohar.
Namun, Qohar belum bersedia mengungkapkan secara detail jumlah aset yang telah diblokir. "Nah, ini jumlah yang didapat, yang diblokir banyak sekali. Saya ndak hafal, karena banyak sekali. Nanti saatnya, kita akan umumkan, karena ini tim masih terus melacak," jelasnya.
Qohar menegaskan bahwa kasus yang menjerat ZR akan menjadi salah satu pengungkapan mafia peradilan terbesar yang pernah diungkap oleh Kejaksaan. Hal ini didasarkan pada jumlah dan jenis barang bukti yang ditemukan, serta aset-aset yang masih dalam proses pelacakan.
"Properti-properti lainnya, juga ada yang kita lacak, dan kita temukan. Saya belum bisa mempublikasikan, karena ini masih dalam penyidikan," ungkap Qohar.
Sebagai informasi, ZR ditangkap di Jimbaran, Bali pada Kamis (24/10/2024) setelah sebelumnya tim penyidik Jampidsus menangkap empat orang pada Rabu (23/10/2024). Keempat orang tersebut adalah tiga hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim), yakni Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH), serta seorang pengacara bernama Lisa Rahmat (LR).
Ketiga hakim tersebut diduga menerima uang suap-gratifikasi dari LR, selaku pengacara dari terdakwa Gregorius Ronald Tannur yang divonis bebas dari tuntutan 12 tahun penjara terkait kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti. Dari penangkapan LR, ED, M, dan HH, penyidik Jampidsus menemukan barang bukti uang dalam berbagai mata uang kurang lebih Rp 20,7 miliar.
Dalam pengembangan penyidikan, Jampidsus menemukan peran ZR yang diminta oleh LR untuk "mengatur" putusan kasasi di MA atas vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.
Abdul Qohar sebelumnya mengungkapkan bahwa dari pemeriksaan terhadap LR, diketahui pengacara perempuan itu menyerahkan uang Rp 1 miliar dalam valuta asing kepada ZR. LR juga menyerahkan valuta asing sekitar Rp 5 miliar untuk diserahkan kepada hakim agung yang memutus kasasi Ronald Tannur.
Hasil penggeledahan di kediaman ZR di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, tim penyidik Jampidsus menemukan timbunan uang mencapai Rp 1 triliun dari berbagai mata uang. Selain itu, ditemukan juga timbunan kepingan emas sebanyak 446 keping dengan berat total mencapai 51 Kg yang jika dikonversi mencapai Rp 75 miliar.
Kasasi kasus Ronald Tannur pada Selasa (22/10/2024) membatalkan vonis bebas PN Surabaya dan menghukum putra dari politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dengan penjara 5 tahun.
Terkait dengan temuan timbunan uang total Rp 922 miliar dan emas 51 Kg di rumah ZR, penyidik mengungkapkan bahwa barang bukti tersebut merupakan hasil dari kejahatan yang dilakukan ZR dalam melakukan praktik mafia peradilan, berupa pengaturan-pengaturan vonis perkara di MA maupun di peradilan lainnya. ZR mengakui bahwa timbunan uang tersebut dikumpulkan sepanjang 2012 sampai 2022.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan mengundang keprihatinan karena menunjukkan adanya praktik mafia peradilan yang merugikan keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Kejaksaan Agung terus berupaya mengungkap jaringan mafia peradilan dan membawa para pelaku ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.