Jakarta – Sejarah mencatat begitu banyak peristiwa luar biasa yang mengiringi perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, peristiwa-peristiwa yang menjadi bukti nyata kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Salah satu kisah yang penuh hikmah dan sarat dengan pelajaran berharga adalah kisah perpindahan sebuah pohon kurma. Kisah ini bukan sekadar dongeng, melainkan cerminan nyata bagaimana Allah SWT membalas amal saleh dan menghukum kemunafikan. Kisah ini juga menggarisbawahi pentingnya meraih rezeki halal, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 114: "Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." Ayat ini menjadi landasan moral bagi seluruh umat Islam untuk senantiasa berhati-hati dalam mencari dan mengonsumsi rezeki.
Buku "115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW" karya Fuad Abdurahman mencatat kisah ajaib ini melalui narasi sahabat Nabi, Abu Dujanah. Abu Dujanah, yang bernama asli Samak ibn Kharsyah, dikenal sebagai sosok pejuang tangguh yang setia mendampingi Rasulullah SAW. Ia bahkan memegang pedang Rasulullah dalam Pertempuran Uhud, sebuah pertempuran yang menandai babak penting dalam sejarah Islam. Namun, di balik keteguhannya di medan perang, Abu Dujanah menyimpan sebuah dilema kecil yang tak disadarinya sebagai sebuah dosa.
Setiap usai salat Subuh berjamaah, Abu Dujanah selalu bergegas pulang tanpa menunggu doa penutup dari Rasulullah SAW. Sikapnya ini menarik perhatian Rasulullah. Suatu hari, Rasulullah SAW menegurnya dengan lembut, "Wahai Abu Dujanah, apakah engkau tidak membutuhkan pertolongan Allah?" Pertanyaan Rasulullah ini menyentuh hati Abu Dujanah. Ia menjawab dengan penuh kerendahan hati, "Tentu saja, ya Rasulullah. Namun, saya terburu-buru karena ada keperluan."
Rasa penasaran Rasulullah SAW membawanya pada pertanyaan selanjutnya, "Lalu, apa keperluanmu?" Abu Dujanah, yang awalnya ragu, akhirnya menceritakan permasalahan yang dialaminya. Ia tinggal bersebelahan dengan seorang tetangga yang memiliki pohon kurma yang rindang. Cabang-cabang pohon kurma itu merunduk ke arah rumahnya. Setiap malam, ketika angin bertiup, buah kurma yang masak jatuh ke halaman rumahnya.
"Ya Rasulullah," lanjut Abu Dujanah, "Anak-anak saya seringkali terbangun dalam keadaan lapar. Mereka melihat kurma-kurma itu dan ingin memakannya. Saya selalu bergegas pulang sebelum mereka bangun untuk mengumpulkan kurma-kurma tersebut dan memberikannya kepada tetangga saya." Ia melanjutkan kisahnya dengan nada penuh penyesalan, "Suatu hari, saya melihat salah seorang anak saya diam-diam memakan kurma itu. Saya segera mengeluarkan kurma dari mulutnya dan berkata, ‘Hai anakku, janganlah engkau membuka aib ayahmu di akhirat nanti!’ Ia menangis karena lapar. Namun, saya tetap teguh pada pendirian saya, saya tidak akan membiarkan barang haram masuk ke dalam perutnya."
Pengakuan Abu Dujanah membuat Rasulullah SAW terharu. Air mata beliau berlinang mendengar pengorbanan dan keteguhan Abu Dujanah dalam menjaga kesucian rezeki keluarganya. Rasulullah SAW kemudian menanyakan identitas tetangganya tersebut. Abu Dujanah menjawab bahwa tetangganya itu adalah seorang munafik.
Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW langsung bertindak. Beliau memanggil orang munafik tersebut dan menawarkan sebuah transaksi yang tak lazim. "Juallah pohon kurma di rumahmu itu," kata Rasulullah SAW, "dengan sepuluh pohon kurma di surga, akarnya berupa intan berlian putih, dan dihadiahkan bidadari sebanyak jumlah kurma yang matang di pohonmu itu!"
Tawaran surgawi ini tentu saja tak mampu digapai oleh akal pikiran orang munafik tersebut. Ia menolak dengan alasan ia bukan pedagang dan hanya mau menjual pohonnya dengan harga tinggi dan pembayaran kontan. Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat terdekat Rasulullah SAW, kemudian turun tangan. Ia menawarkan solusi yang lebih realistis, "Bagaimana jika pohon kurmamu itu ditukar dengan sepuluh pohon kurma lainnya?"
Pohon kurma milik orang munafik itu memang terkenal sebagai yang terbaik di Madinah. Namun, karena sifatnya yang serakah dan munafik, ia tetap tergiur dengan tawaran sepuluh pohon kurma pengganti. Ia setuju dengan tawaran tersebut. Abu Bakar pun membelinya. Rasulullah SAW kemudian berujar kepada Abu Bakar, "Aku akan menanggung penggantinya, wahai Abu Bakar." Tentu saja, baik Abu Bakar maupun Abu Dujanah merasa sangat bersyukur atas kebaikan dan keadilan Rasulullah SAW.
Orang munafik itu pulang ke rumah dengan rasa puas dan bangga. Ia bercerita kepada istrinya, "Kita telah mendapatkan keuntungan besar hari ini! Aku mendapatkan sepuluh pohon kurma sebagai pengganti satu pohon kurma. Kita masih bisa menikmati kurma yang jatuh dari pohon itu tanpa harus memberikannya kepada siapapun!"
Namun, takdir Allah SWT bekerja di luar kendali manusia. Pada malam harinya, secara ajaib, pohon kurma itu berpindah tempat. Dengan kuasa Allah SWT, pohon kurma tersebut tertanam di halaman rumah Abu Dujanah. Keesokan harinya, orang munafik itu terkejut dan heran mendapati pohon kurma kesayangannya telah hilang.
Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi hamba-Nya. Amal saleh akan mendapatkan balasan yang setimpal, sementara kemunafikan dan keserakahan akan mendapatkan ganjaran yang sesuai. Perpindahan pohon kurma tersebut bukan sekadar peristiwa alamiah, melainkan sebuah mukjizat yang menunjukkan keadilan dan kebesaran Allah SWT. Kisah ini juga mengajarkan kita pentingnya kejujuran, kesabaran, dan keteguhan dalam memegang teguh prinsip-prinsip agama, khususnya dalam mencari dan mengonsumsi rezeki yang halal. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhi segala bentuk kemunafikan. Wallahu a’lam bisshawab.