Surat Al-Mu’minun, surat ke-23 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 118 ayat, menyimpan segudang hikmah. Ayat 12-14 surat ini, khususnya, menawarkan pandangan yang menakjubkan tentang proses penciptaan manusia, sebuah proses yang menunjukkan kekuasaan dan kebijaksanaan Ilahi yang luar biasa. Ayat-ayat ini, yang telah dikaji oleh para ulama selama berabad-abad, kini mendapatkan pengkajian ulang dengan kacamata sains modern, mengungkapkan keselarasan yang mengagumkan antara wahyu Ilahi dan penemuan-penemuan ilmiah terkini.
Berikut teks Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan QS Al-Mu’minun ayat 12-14 berdasarkan rujukan situs resmi Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia:
Teks Arab:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَّكِينٍ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Transliterasi Latin:
Wa laqad khalaqnal-insana min sulalatim min thīn.
Tsumma ja’alnahu nuthfatan fī qarārim makīn.
Tsumma khalaqnan-nuthfata ‘alaqatan fa khalaqnal-‘alaqata mudghatan fa khalaqnal-mudghatha ‘izhāman fa kasawnal-‘izhāma lahman tsumma ansya’nāhu khalqan ākharan fa tabārakallāhu aḥsanul-khāliqīn.
Terjemahan:
- Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang berasal) dari tanah.
- Kemudian, Kami menjadikannya air mani di dalam tempat yang kukuh (rahim).
- Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah). Lalu, sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging. Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, sebaik-baik pencipta.
Tafsir Ayat demi Ayat:
Ayat 12: وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ (Wa laqad khalaqnal-insana min sulalatim min thīn) – "Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang berasal) dari tanah."
Ayat ini menjadi landasan fundamental mengenai asal-usul penciptaan manusia. Kata "sulālah" (سُلَالَةٍ) tidak hanya berarti tanah secara harfiah, tetapi merujuk pada esensi atau saripati tanah yang telah melalui proses pemurnian dan penyempurnaan. Ini menunjukkan bahwa penciptaan manusia bukanlah sesuatu yang sederhana, melainkan proses yang melibatkan tahapan-tahapan yang sangat kompleks dan menakjubkan. Para ahli tafsir menghubungkan ayat ini dengan asal-usul manusia dari Nabi Adam ‘alaihis salam, di mana tubuh Adam diciptakan dari tanah liat. Namun, ayat ini juga berlaku untuk semua keturunan Adam, termasuk kita semua. Konsep ini memiliki kesesuaian dengan temuan sains modern mengenai komposisi tubuh manusia yang terdiri dari berbagai unsur kimia yang berasal dari bumi.
Ayat 13: ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَّكِينٍ (Tsumma ja’alnahu nuthfatan fī qarārim makīn) – "Kemudian, Kami menjadikannya air mani di dalam tempat yang kukuh (rahim)."
Setelah menjelaskan asal-usul manusia dari tanah, ayat ini mengarahkan perhatian kita pada tahap selanjutnya, yaitu pembentukan air mani (nutfah – نُطْفَةً). Air mani, sebagai bahan dasar pembentukan janin, ditempatkan di dalam rahim (qarār makīn – قَرَارٍ مَّكِينٍ), yang dijelaskan sebagai tempat yang kuat dan aman. Ungkapan "tempat yang kukuh" menunjukkan keajaiban rahim sebagai lingkungan yang terlindungi dan teratur untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Sains modern telah mengungkapkan keajaiban rahim dengan sistem yang kompleks dan teratur, menjaga janin dari berbagai ancaman dan memberikan nutrisi yang dibutuhkan.
Ayat 14: ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (Tsumma khalaqnan-nuthfata ‘alaqatan fa khalaqnal-‘alaqata mudghatan fa khalaqnal-mudghatha ‘izhāman fa kasawnal-‘izhāma lahman tsumma ansya’nāhu khalqan ākharan fa tabārakallāhu aḥsanul-khāliqīn) – "Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah). Lalu, sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging. Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, sebaik-baik pencipta."
Ayat ini menjelaskan proses perkembangan janin secara bertahap dan rinci. Proses ini dimulai dari tahap ‘alaqah (عَلَقَةً) yang berarti sesuatu yang menggantung, merujuk pada tahap embrio yang menempel di dinding rahim. Kemudian, berkembang menjadi mudghah (مُضْغَةً), segumpal daging yang belum berbentuk. Selanjutnya, segumpal daging ini berkembang menjadi tulang belulang (‘izhām – عِظَامًا), dan akhirnya tertutupi oleh daging (lahm – لَحْمًا). Deskripsi ini sangat menarik karena menunjukkan kesesuaian dengan proses perkembangan embrio manusia yang telah dipelajari oleh ilmu embriologi.
Kata kunci "khalqan akharan" (خَلْقًا آخَرَ) – "makhluk yang (berbentuk) lain" menunjukkan tahap akhir dari proses penciptaan, yaitu peniupan ruh (roh) ke dalam janin. Dengan peniupan ruh inilah, janin yang sebelumnya hanya berupa benda mati berkembang menjadi makhluk hidup yang sempurna, dengan segala kemampuan dan kesadarannya. Inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Ayat ini mengakhiri deskripsi proses penciptaan dengan pujian kepada Allah SWT sebagai "Ahsinul Khaliqin" (أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ) – sebaik-baik pencipta. Ini menekankan kesempurnaan dan keindahan ciptaan Allah yang tidak tertandingi.
Kesimpulan:
QS Al-Mu’minun ayat 12-14 merupakan ayat yang sangat menakjubkan. Ayat-ayat ini tidak hanya menjelaskan proses penciptaan manusia secara rinci dan bertahap, tetapi juga menunjukkan keselarasan yang mengagumkan antara wahyu Ilahi dan penemuan-penemuan sains modern. Ayat-ayat ini mengajak kita untuk merenungkan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT sebagai pencipta alam semesta dan semua isinya, termasuk manusia dengan segala keunikan dan kesempurnaannya. Pengkajian ayat-ayat ini secara mendalam dapat meningkatkan keimanan dan kesadaran kita akan kebesaran Allah SWT serta menumbuhkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan. Lebih dari itu, ayat ini juga menginspirasi kita untuk terus mencari ilmu dan mengeksplorasi keajaiban alam ciptaan Allah SWT, sebagai bentuk pengabdian dan penghargaan kepada-Nya. Wallahu a’lam bisshawab.