Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah pada 622 Masehi merupakan tonggak sejarah penting dalam perkembangan Islam. Hijrah ini bukan sekadar perpindahan geografis, melainkan juga sebuah pergeseran strategis yang menandai babak baru perjuangan dakwah dan pembentukan komunitas Muslim yang kokoh. Keberhasilan hijrah dan pembentukan masyarakat Madinah yang harmonis tak lepas dari peran krusial kaum Anshar, penduduk asli Madinah yang telah memeluk Islam dan memberikan dukungan penuh kepada para Muhajirin, kaum Muslim Mekkah yang mengungsi. Peran mereka, yang secara harfiah berarti “penolong”, telah terukir abadi dalam sejarah Islam dan menjadi teladan keimanan, persaudaraan, dan pengorbanan yang luar biasa.
Kaum Anshar: Lebih dari Sekadar Penolong
Istilah "Anshar" merujuk pada penduduk Madinah yang telah terlebih dahulu memeluk Islam sebelum kedatangan para Muhajirin. Mereka bukan sekadar memberikan bantuan material, namun juga memberikan perlindungan, tempat tinggal, dan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan oleh para Muhajirin yang meninggalkan harta benda dan sanak saudara di Mekkah. Kehidupan di Mekkah yang penuh tekanan dan ancaman dari kaum Quraisy yang kafir, memaksa Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya untuk mencari tempat aman untuk menjalankan ibadah dan mengembangkan ajaran Islam. Madinah, dengan penduduknya yang sebagian besar telah menerima ajaran Islam, menjadi tempat berlindung yang ideal.
Namun, penerimaan kaum Anshar bukanlah sekadar tindakan belas kasihan. Mereka telah terikat oleh ikatan iman yang kuat dan komitmen yang teguh terhadap ajaran Islam. Dua kali baiat Aqabah, perjanjian setia yang dilakukan antara Nabi Muhammad SAW dengan perwakilan kaum Anshar, menunjukkan keseriusan dan keteguhan hati mereka dalam mendukung dakwah Islam. Baiat ini menjadi bukti nyata komitmen mereka untuk melindungi Nabi dan para pengikutnya, bahkan dengan mengorbankan harta benda dan nyawa mereka sendiri. Keikhlasan dan kesediaan mereka untuk berbagi segala yang mereka miliki dengan para Muhajirin merupakan bukti nyata dari keimanan dan persaudaraan Islami yang sejati.
Allah SWT sendiri mengabadikan keutamaan dan pengorbanan kaum Anshar dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 9: "Orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota (Madinah) dan beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." Ayat ini secara tegas memuji kecintaan, keikhlasan, dan prioritas yang diberikan kaum Anshar kepada para Muhajirin, bahkan di atas kebutuhan mereka sendiri. Ini menunjukkan betapa dalamnya rasa persaudaraan dan kepedulian yang terjalin di antara kedua kelompok ini.
Pengorbanan dan Kemurahan Hati yang Luar Biasa
Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam karyanya, Sirah Nabawiyah, mengungkapkan secara detail bagaimana kaum Anshar menyambut kedatangan para Muhajirin dengan tangan terbuka. Mereka tidak hanya menyediakan tempat tinggal, tetapi juga memberikan berbagai bentuk bantuan, mulai dari makanan, pakaian, hingga perlindungan. Lebih dari itu, mereka rela berbagi harta kekayaan mereka, termasuk lahan pertanian dan kebun kurma yang merupakan sumber penghidupan utama mereka.
Kisah tentang tawaran kaum Anshar untuk berbagi kebun kurma mereka dengan para Muhajirin merupakan contoh nyata dari kemurahan hati mereka. Mereka bahkan menawarkan untuk menanggung biaya pemeliharaan kebun tersebut, menunjukkan betapa besarnya keinginan mereka untuk meringankan beban para Muhajirin dan membangun persaudaraan yang sejati. Nabi Muhammad SAW, meskipun awalnya menolak tawaran tersebut untuk menjaga keseimbangan, tetap mengapresiasi keikhlasan dan pengorbanan mereka yang luar biasa.
Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadits yang menggambarkan kemurahan hati kaum Anshar. Mereka menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW keinginan mereka untuk berbagi kebun kurma dengan para Muhajirin. Meskipun Nabi SAW awalnya menolak, kegigihan dan keikhlasan mereka akhirnya membuat Nabi SAW mengizinkan pembagian tersebut, menunjukkan betapa besarnya pengorbanan yang mereka lakukan demi persaudaraan Islami.
Persaudaraan Anshar-Muhajirin: Pondasi Negara Madinah
Pembentukan negara Madinah merupakan tonggak sejarah yang sangat penting. Nabi Muhammad SAW, dengan kebijaksanaan dan kepemimpinannya yang ulung, berhasil menyatukan dua kelompok yang berbeda latar belakang dan budaya, yaitu kaum Muhajirin dan kaum Anshar, di bawah satu naungan Islam. Langkah strategis yang diambil Nabi SAW adalah mempersaudarakan individu-individu dari kedua kelompok tersebut. Dengan demikian, terjalinlah ikatan persaudaraan yang kuat, yang melebihi ikatan suku dan kabilah yang selama ini menjadi dasar kehidupan masyarakat Arab.
Persaudaraan ini bukan sekadar simbolis, melainkan memiliki implikasi yang sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari. Para Muhajirin yang kehilangan segalanya di Mekkah mendapatkan tempat tinggal, pekerjaan, dan dukungan dari saudara-saudara Anshar mereka. Sebaliknya, kaum Anshar mendapatkan kekuatan dan dukungan dari para Muhajirin yang memiliki keahlian dan pengalaman yang berharga. Persaudaraan ini menjadi pondasi yang kokoh bagi terbentuknya masyarakat Madinah yang adil, harmonis, dan kuat.
Supriyadi dalam bukunya, Di Bawah Panji Muhammad, menjelaskan bagaimana Nabi SAW membimbing dan mengarahkan kedua kelompok ini untuk hidup berdampingan secara damai dan saling mendukung. Beliau mengajarkan nilai-nilai persaudaraan, keadilan, dan toleransi, sehingga tercipta masyarakat yang berbeda dari masyarakat Jahiliyah yang penuh dengan pertikaian dan ketidakadilan.
Warisan Kaum Anshar: Teladan bagi Generasi Muslim
Kisah kaum Anshar bukanlah sekadar catatan sejarah masa lalu. Peran dan pengorbanan mereka menjadi teladan yang patut ditiru oleh seluruh umat Muslim di sepanjang zaman. Keikhlasan, kemurahan hati, dan pengorbanan mereka dalam mendukung agama Allah SWT merupakan bukti nyata dari keimanan yang sejati. Mereka mengajarkan kepada kita arti persaudaraan yang tulus, kepedulian terhadap sesama, dan kesediaan untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Dalam konteks kekinian, kisah kaum Anshar mengingatkan kita akan pentingnya membangun persaudaraan dan solidaritas di antara sesama Muslim. Di tengah berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi umat Islam saat ini, kita perlu meneladani semangat persaudaraan dan pengorbanan kaum Anshar untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan harmonis. Keikhlasan mereka dalam berbagi dan membantu sesama menjadi inspirasi bagi kita untuk menunjukkan kepedulian dan membangun kekuatan umat yang kokoh berlandaskan iman dan persaudaraan. Semoga kisah heroik kaum Anshar ini terus menginspirasi generasi Muslim sepanjang masa.