ERAMADANI.COM, DENPASAR – Kini kasus kematian babi di Pulau Bali sudah merambah ke Kabupaten paling Timur Pulau Dewata yaitu Karangasem, peternak di desa tradisional bernama Tenganan, Kecamatan Manggis mulai merasa waswas.
Kematian babi yang terjadi di daerah ini, akibat gejala demam tinggi, tidak mau makan, dan kejang-kejang. Sehingga sejumlah babi peliharaan warga mati.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, menangapi hal ini, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian Karangasem, Made Ari Susanta mengaku baru mendapat informasinya.
Ia mengaku peristiwa yang terjadi di Desa Tenganan tersebut baru diketahuinya, padahal sudah berlangsung selama satu pekan. Ia pun belum bisa memastikan penyebab babi peliharaan warga mati mendadak.
“Masih dalam penelusuran (penyebab babi mati) petugas pos pelayanan Kesehatan Hewan Kecamatan Manggis,” kata Susanta, Kamis (20/02/2020) kemarin.
Data Kematian Babi Menyentuh Angka Seribu
Berdasarkan data terbaru yang divalidasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, kasus kematian babi hampir menyentuh angka seribu atau tepatnya 955 ekor.
Sementara, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Ketut Gede Nata Kesuma mengatakan, dari jumlah tersebut, sebanyak 899 kasus kematian mengarah ke African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika.
“Kami mendata yang semula 888 ekor, telah kami validasi ke lapangan dan ada penambahan yang angkanya kecil. Total 955 terbaru, dengan rincian 899 mengarah ASF dan sisanya tidak,” jelasnya.
Ia tidak memungkiri bahwa ada kasus kematian satu per satu di beberapa daerah. Nata Kesuma juga mengatakan babi yang mati secara tidak massal kemungkinan bukan karena virus melainkan kematian biasa.
“Kalau satu-satu mati hal yang biasa, kalau mewabah baru perlu dijelaskan. Tapi kesiapsiagaan kami tidak berhenti dan secara simultan terus menerus melakukan langkah kewaspadaan sehingga kami dapat melihat perkembangan dari kasus kematian babi di Bali ini,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, sejak virus pembunuh babi mewabah di Bali pada pertengahan Desember tahun lalu hingga saat ini, pihaknya belum juga menerima hasil laboratorium yang dikirim ke Medan.
Padahal peternak sangat menunggu hasil laboratorium tersebut agar mereka tahu jenis virus dan langkah pencegahan seperti apa yang tepat digunakan agar ternak mereka selamat.
“Itu hanya hasil laboratorium dan masih kami tunggu. Tapi penanganan (kasus babi mati secara massal) sudah penanganan ASF,” jelasnya. (MYR)