Jakarta – Kan’an, salah satu putra Nabi Nuh AS, menjadi bukti nyata bahwa keimanan sejati tidak hanya terletak pada pengakuan lisan, tetapi juga pada tindakan nyata. Kisahnya, yang terukir dalam kitab suci dan diwariskan turun temurun, menjadi pelajaran berharga tentang bahaya kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran.
Nabi Nuh AS, utusan Allah SWT yang diutus untuk menyeru kaumnya kepada jalan yang lurus, memiliki empat orang putra: Kan’an, Yafith, Sam, dan Ham. Namun, di antara keempatnya, Kan’an menorehkan tinta hitam dalam sejarah. Ia menjadi simbol anak durhaka yang menyembunyikan kebencian terhadap sang ayah di balik topeng keimanan.
Ketika Allah SWT menurunkan azab berupa banjir bandang yang dahsyat untuk menghukum kaum Nabi Nuh AS yang zalim dan ingkar, Nabi Nuh AS memerintahkan kaumnya untuk naik ke bahtera. Bahtera tersebut, yang dibangun atas perintah Allah SWT, menjadi simbol keselamatan bagi mereka yang beriman.
Allah SWT berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 14-15:
"Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim. Maka, Kami selamatkan Nuh dan para penumpang bahtera serta Kami jadikannya sebagai pelajaran bagi alam semesta."
Kan’an, yang termakan oleh kesombongan dan keangkuhan, menolak ajakan sang ayah untuk naik ke bahtera. Ia memilih untuk mendaki gunung, berpikir bahwa gunung tersebut akan melindunginya dari air bah.
Firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 42-43 menggambarkan momen dramatis tersebut:
"Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir!" Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang." Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan."
Kisah Kan’an yang memilih gunung sebagai tempat berlindung menjadi simbol dari sikap manusia yang mengandalkan kekuatan sendiri dan menolak pertolongan Allah SWT. Ia terlena dalam ilusi keselamatan yang ditawarkan oleh gunung, padahal hanya Allah SWT-lah yang mampu menyelamatkan manusia dari azab-Nya.
Air bah terus mengejar Kan’an hingga ke puncak gunung. Ia berpikir bahwa dirinya akan selamat, namun kenyataannya air bah menelan dirinya dan ia tenggelam dalam pusaran air yang dahsyat bersama kaum Nuh AS yang zalim.
Nabi Nuh AS, yang hatinya dipenuhi kasih sayang dan kepedulian, memohon kepada Allah SWT untuk menyelamatkan putranya. Firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 45 menggambarkan kesedihan dan harapan Nabi Nuh AS:
"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya."
Namun, Allah SWT, yang Maha Mengetahui segala sesuatu, menjawab doa Nabi Nuh AS dengan firman-Nya dalam surah Hud ayat 46:
"Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."
Kisah Kan’an menjadi bukti nyata bahwa keimanan sejati bukan hanya terletak pada pengakuan lisan, tetapi juga pada tindakan nyata. Ia merupakan contoh nyata dari orang yang berpura-pura beriman, namun hatinya dipenuhi dengan kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran.
Kisah Kan’an juga mengingatkan kita tentang bahaya kesombongan dan penolakan terhadap ayat-ayat Allah SWT. Kita harus senantiasa berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam jurang kesombongan dan keangkuhan seperti Kan’an.
Semoga kisah Kan’an, putra Nabi Nuh AS, yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah SWT, menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ingkar. Naudzubillah min dzalik.