ERAMADANI.COM, DENPASAR – Sabtu (09/11/2019) hari ini, Perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW berlangsung disejumlah wilayah di Indonesia. Termasuk Kampung Islam Kepaon Bali.
Kampung yang berlokasi di desa adat Kepaon desa Pemogan kecamatan Denpasar Selatan propinsi Bali ini saat ini dihuni oleh 1000 KK.
Di Kampung Kepaon terdapat Masjid Al Muhajirin yang menjadi pusat Ibadah warga. Di pelataran Masjid ini diselenggarakan agenda memperingati Maulud Nabi Muhammad.
Warga muslim di sana mulai memadati areal pelataran Masjid sejak pagi. Berbagai kegiatan menarik dilaksanakan seperti donor darah, atraksi silat oleh pendekar cilik.
Serta magibung makan secara bersama-sama dengan alas daun pisang memanjang, hingga merangkai male hiasan bunga dari kertas dengan hiasan telur rebus.
Acara tersebut dihadiri Raja Pemecutan Cokorda Pemecutan XI sebagai bentuk rasa toleransi dan penghormatan terhadap umat muslim yang telah dibina ratusan tahun.
Tidak hanya Maulid Nabi Muhammad saja, sebelumnya saat malam takbiran sebelum Idul Fitri ia juga hadir memeriahkan hari raya umat muslim.
Meski berbeda keyakinan Raja Pemecutan tanpa canggung berbaur dengan umat muslim yang sering disapa dengan sebutan nyama slam (saudara islam).
Asal-Usul Kampung Islam Kepaon

Konon, pada suatu ketika datanglah ke daerah Badung seorang ningrat keturunan raja Blambangan di Jawa Timur, yang bernama Raden Mas Sostrodiningrat.
Ia sangat terkenal karena kebijaksanaannya dan kesaktiannya. Setibanya di daerah Badung ia diterima baik oleh raja Badung dan mempunyai hubungan yang sangat baik dengan raja dan rakyat Badung.
Di daerah kerajaan Badung ia sangat disegani dan banyak jasa-jasa nya untuk kepentingan kerajaan Badung.
Karena jasanyalah, kemudian ia dianugerahi putri raja untuk dipersunting sebagai istrinya yang sah, yang bernama Anak Agung Mas Manik Dewi.
Karena ia seorang pemeluk agama Islam yang taat, maka pernikahannya pun harus didasarkan dengan keyakinan yang dianut.
Pernikahan Putri Raja
Raden Mas Sostrodiningrat beserta calon istrinya, diikuti oleh beberapa rakyat Badung sebagai abdi dalem (pengiring) pulang ke Blambangan untuk melangsungkan pernikahan menurut syariat Islam.
Anak Agung Mas Manik Dewi sebagai istrinya kemudian memeluk agama Islam dan beberapa orang pengikutnya tanpa paksaan dan dengan kesadarannya sendiri.
Setelah upacara pernikahan selesai, Raden Mas Sostrodiningrat dan istrinya beserta pengikutnya kembali ke Badung.
Sekembalinya mereka, peperangan antara kerajaan Badung dengan kerajaan Mengwi sedang berkobar, ia beserta pengikutnya langsung turun ke medan peperangan.
Dalam peperangan itu Mengwi dapat ditaklukkan yang kemudian Mengwi menjadi daerah Badung.
Ia dan istrinya serta pengikutnya sangat taat menjalankan perintah agamanya terutama bersembahyang menurut cara Islam.
Hal inilah yang tidak dipahami oleh raja dan rakyat Badung, karena baru kali ini, mereka melihat cara orang Islam bersembahyang.
Pada suatu hari saat menjelang senja, raja Badung melihat putrinya sedang melakukan ibadah sembahyang Ashar. Menurut ajaran agama Islam.
Apabila wanita muslim sedang melaksanakan sembahyang mereka harus menutupi seluruh tubuhnya dengan pakaian yang serba putih, hanya mukanya saja yang kelihatan.
Melihat hal itu, raja Badung menjadi curiga dan takut karena putrinya yang sedang melakukan sembahyang dikira sedang menghidupkan ilmu hitam (ngeleak).
Pembunuhan Terhadap Anak Agung Mas Manik Dewi
Raja dan rakyat Badung, lebih-lebih keluarga raja menjadi semakin cemas dan takut. Untuk menghilangkan rasa takut tersebut.
Pada suatu hari raja Badung memerintahkan pepatihnya untuk segera membunuh putrinya.
Perintah rajanya itupun dilaksanakan dan tepat ketika Anak Agung Mas Manik Dewi melakukan sembahyang Ashar.
Ia dibunuh dan seketika itu pula ia menghembuskan nafasnya yang terakhir kali di dunia ini.
Pada saat pembunuhan berlangsung, keluarlah darah memancur tinggi dari luka akibat tusukan sebilah keris pada tubuh Anak Agung Mas Manik Dewi.
Darah yang memancur tinggi itu kemudian jatuh pada suatu tempat di sebelah barat pusat pemerintahan raja Badung.
Menyaksikan kejadian tersebut, Raden Mas Sostrodiningrat sangat bersedih karena istrinya meninggal terbunuh di ujung keris pepatih raja Badung.
Karena bijaksananya, ia tidak membalas dendam terhadap raja Badung dan menganggap kematian istrinya itu sebagai suatu takdir dari Yang Maha kuasa.
Ia kemudian pindah ke daerah Ubung untuk menyendiri sampai ia meninggal dunia di tempat tersebut, dan dikuburkan di daerah Ubung yang kuburan itu dinamakan Kuburan Keramat Ubung.
Ramalan Dukun
Berselang beberapa bulan peristiwa pembunuhan dan penguburan putrinya, keluarga raja Badung ditimpa musibah. yaitu penyakit.
Yang menyebabkan banyak dari keluarga Puri meninggal dunia, musibah yang menimpa itu secara tiba-tiba dan sangat meresahkan raja dan rakyat Badung.
Kemudian raja Badung berupaya mencari jalan untuk mengatasi musibah yang menimpa dengan mendatangkan seorang dukun sakti untuk meramalkan sebab musibah.
Dalam ramalan dukun itu, diperoleh keterangan bahwa yang menyebabkan keluarga raja tertima musibah adalah karena telah membunuh orang yang sedang sembahyang dan tidak berdosa.
Setelah diingat-ingat oleh raja Badung, maka teringatlah ia akan peristiwa pembunuhan terhadap putrinya sendiri yaitu Anak Agung Mas Manik Dewi.
Ia kemudian menanyakan cara untuk mengatasi musibah yang menimpa keluarganya, dukun tersebut menunjukan cara mengatasi musibah tersebut.
Raja harus memindahkan kuburan putrinya ke tempat percikan darahnya pada saat ia dibunuh, serta kuburannya yang baru harus disucikan oleh keluarga raja dan rakyat Badung.
Akhirnya kuburan itu dipindahkan ke tempat yang di maksud yaitu tepat jatuhnya percikan darah ketika pembunuhan putrinya itu berlangsung.
Kuburan yang baru didirikan itu dinamakan Kuburan Keramat Badung dan sampai sekarang terawat baik dan disucikan.
Baik oleh keluarga Puri maupun oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon yang terletak di areal kuburan Badung.
Tempat Tinggal Raden Mas Sostrodiningrat
Dengan terjadinya peristiwa tragis tersebut, maka para pengikut Raden Mas Sostrodiningrat menjadi tak terurus. Raja Badung selanjutnya memberikan mereka tempat tinggal di daerah Munang Maning.
Sejak raja Badung menempatkan mereka di daerah Munang Maning, keluarga raja kembali tertimpa musibah dan konon banyak juga keluarga raja meninggal dunia.
Raja cepat-cepat kembali ke dukun sakti tersebut untuk meramalkan musibah itu. Raja memperoleh keterangan bahwa para pengikut yang beragama Islam itu tidak cocok ditempatkan di daerah Munang Maning.
Kemudian raja mengambil suatu keputusan untuk mencarikan daerah lain untuk tempat perpindahan para pengikut Raden Mas Sostrodiningrat itu.
Akhirnya ditemukan tempat pemukiman baru yang juga daerah kekuasaan raja Badung yaitu daerah Kepaon.
Para pengikut yang beragama Islam itu dipindahkan dari Munang Maning ke daerah Kepaon dan kemudian timbullah pemukiman baru yang dinamakan “ Kampung Islam Kepaon “. (HAD)