Jakarta, 23 Januari 2025 – Umat Muslim di Indonesia bersiap menyambut Jumat terakhir bulan Rajab 1446 H, yang jatuh pada tanggal 31 Januari 2025. Bertepatan dengan berakhirnya bulan Rajab, yang merupakan bulan ketujuh dalam kalender Hijriah, muncul kembali tradisi mengamalkan bacaan "Ahmad Rasulullah Muhammad Rasulullah" yang diyakini dapat mendatangkan keberkahan rezeki sepanjang tahun. Praktik ini, yang telah beredar luas di kalangan masyarakat, menarik perhatian untuk dikaji lebih dalam dari sisi keabsahan dan konteksnya dalam ajaran Islam.
Berdasarkan kalender Hijriah Indonesia tahun 2025 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama Republik Indonesia, bulan Rajab 1446 H akan berakhir pada Kamis, 30 Januari 2025. Keesokan harinya, Jumat, 31 Januari 2025, umat Muslim akan memasuki bulan Syakban, bulan kedelapan dalam kalender Hijriah, yang menjadi penanda satu bulan menjelang bulan suci Ramadan. Momentum peralihan ini seringkali diiringi dengan berbagai amalan dan doa, termasuk tradisi membaca "Ahmad Rasulullah Muhammad Rasulullah" yang dikaitkan dengan harapan memperoleh rezeki melimpah.
Tradisi ini bukan sekadar praktik ritual semata, melainkan memiliki akar sejarah dan rujukan yang perlu ditelusuri. Kalimat "Ahmad Rasulullah Muhammad Rasulullah" – yang berarti "Ahmad adalah utusan Allah, Muhammad adalah utusan Allah" – merupakan ungkapan yang mengandung makna teologis yang dalam. Penggunaan nama "Ahmad" merupakan penekanan pada salah satu nama Nabi Muhammad SAW yang disebutkan langsung dalam Al-Qur’an. Hal ini dapat ditemukan dalam surah As-Shaff ayat 6, yang menceritakan tentang kedatangan Nabi Isa AS yang menyampaikan kabar gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW dengan nama Ahmad. Ayat ini menjadi salah satu landasan rujukan yang seringkali dikaitkan dengan amalan tersebut.
Namun, penting untuk memahami bahwa ayat tersebut tidak secara eksplisit mengajarkan amalan membaca "Ahmad Rasulullah Muhammad Rasulullah" sebanyak 35 kali pada Jumat terakhir bulan Rajab untuk mendapatkan rezeki. Interpretasi dan praktik ini berkembang di kalangan masyarakat dan ulama tertentu, berkembang melalui transmisi lisan dan literatur keagamaan tertentu.
Salah satu sumber yang seringkali dirujuk terkait amalan ini adalah kitab Kanzun Najah was Surur karya Syekh Hamid bin Muhammad Ali Quds. Dalam kitab tersebut, terdapat penjelasan yang dinukil dari Syekh Ali al-Ajhuri yang menyebutkan bahwa membaca "Ahmad Rasulullah Muhammad Rasulullah" sebanyak 35 kali pada saat khatib menyampaikan khutbah Jumat kedua diyakini dapat mendatangkan keberkahan rezeki selama setahun. Penjelasan ini, meski memiliki rujukan, perlu dikaji lebih lanjut mengenai sanad (silsilah periwayatan) dan konteksnya dalam kerangka pemahaman ajaran Islam secara komprehensif.
Praktik membaca "Ahmad Rasulullah Muhammad Rasulullah" pada Jumat terakhir bulan Rajab, menurut beberapa riwayat, diijazahkan oleh ulama dan habaib terkemuka, salah satunya Syekh al-Habib Salim bin Abdullah al-Syathiri dari Yaman. Ijazah ini, yang merupakan bentuk pemberian izin atau wewenang untuk mengamalkan suatu amalan tertentu dari seorang guru kepada muridnya, menunjukkan adanya jalur transmisi dan pengakuan atas amalan tersebut di kalangan tertentu.
Namun, perlu ditekankan bahwa kepercayaan terhadap khasiat amalan ini tetap berada dalam koridor keyakinan dan tidak boleh diartikan sebagai jaminan mutlak akan datangnya rezeki. Rezeki merupakan ketentuan Allah SWT, dan upaya manusia untuk mendapatkan rezeki harus diiringi dengan kerja keras, kejujuran, dan doa. Amalan-amalan keagamaan, termasuk membaca "Ahmad Rasulullah Muhammad Rasulullah", diharapkan dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon keberkahan-Nya.
Terkait dengan pelaksanaan amalan ini, muncul pertanyaan mengenai kesesuaiannya dengan adab mendengarkan khutbah Jumat. Khutbah Jumat merupakan bagian penting dari ibadah Jumat, dan di dalamnya terdapat larangan berbicara atau melakukan aktivitas lain yang dapat mengganggu kekhusyukan. Kitab Kanzun Najah was Surur sendiri menjelaskan bahwa bacaan tersebut dapat dilafalkan dalam hati, sebelum khutbah dimulai, atau saat khatib duduk di mimbar. Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk menyeimbangkan antara pelaksanaan amalan dan adab beribadah.
Kesimpulannya, tradisi membaca "Ahmad Rasulullah Muhammad Rasulullah" pada Jumat terakhir bulan Rajab merupakan praktik keagamaan yang berkembang di masyarakat. Amalan ini memiliki akar sejarah dan rujukan, namun kepercayaan terhadap khasiatnya tetap harus diiringi dengan pemahaman yang komprehensif tentang ajaran Islam. Rezeki merupakan karunia Allah SWT, dan usaha manusia untuk mendapatkannya harus diimbangi dengan ketaatan, kerja keras, dan doa. Praktik amalan ini hendaknya dilakukan dengan penuh keimanan dan tidak boleh diartikan sebagai jaminan material semata, melainkan sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT dan memohon keberkahan-Nya dalam segala aspek kehidupan.
Penting bagi umat Muslim untuk selalu berpegang pada ajaran Islam yang benar dan menjauhi praktik-praktik yang menyimpang atau bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Konsultasi dengan ulama atau tokoh agama yang terpercaya dapat membantu dalam memahami berbagai amalan dan tradisi keagamaan agar tetap berada dalam koridor ajaran Islam yang sahih. Semoga bulan Rajab dan bulan-bulan berikutnya dipenuhi dengan keberkahan dan rahmat Allah SWT bagi seluruh umat Muslim di Indonesia dan di seluruh dunia. Wallahu a’lam bishawab.