Jakarta, 19 Desember 2024 – Gelombang keprihatinan tengah menerpa bangsa Indonesia. Bukan terorisme atau bencana alam, melainkan ancaman yang lebih halus namun mematikan: judi online (judol). Maraknya praktik ini, terutama di kalangan generasi muda, telah menyulut keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan, bahkan disebut lebih berbahaya daripada narkoba dan alkohol. Pernyataan tegas ini dilontarkan oleh Direktur Utama Lembaga Sertifikasi Profesi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (LSP DSN MUI), Dr. Aminudin Yakub, dalam sebuah talkshow bertajuk "Fenomena Pinjol & Judol serta Solusi Ekonomi Syariah di Kalangan Milenial" di Hotel Swissbell, Pondok Indah, Jakarta Selatan.
"Saya katakan judi online lebih berbahaya daripada khamar (alkohol) dan narkoba," tegas Aminudin Yakub. Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Ia melanjutkan, "Jika narkoba, korbannya hanya pelakunya sendiri. Mereka menjadi adiksi, terjerat dalam lingkaran setan untuk mendapatkan narkoba. Namun, judi online berbeda. Korbannya bukan hanya pelakunya, tetapi juga istri, anak, keluarga, penghasilan, bahkan asetnya habis terkuras."
Pernyataan tersebut diamini oleh Prof. Asrorun Ni’am Sholeh, Ketua Pusat Studi Fatwa dan Hukum Islam (Pusfahim) UIN Jakarta sekaligus Deputi Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI. Ia menggambarkan pelaku judol sebagai individu yang kehilangan akal sehatnya, tak mampu berpikir jernih tentang konsekuensi tindakannya.
"Minuman keras memang berbahaya, namun bahayanya terfokus pada diri sendiri. Meskipun bisa menyebabkan hilangnya akal sehat dan merusak lingkungan, dampaknya masih relatif terbatas," jelas Asrorun Ni’am. "Berbeda dengan judi online. Meskipun secara material bersifat non-fisik, dampaknya sangat destruktif karena mengandung unsur adiksi yang kuat. Kehilangan akal sehat ini berdampak luas dan menghancurkan seluruh aspek kehidupan korban."
Data yang dirilis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) semakin memperkuat kekhawatiran tersebut. Lebih dari 960.000 orang telah terpapar judol, melibatkan berbagai kelompok usia, dengan mayoritas adalah anak muda yang tak sengaja terjerumus ke dalam lingkaran setan ini. Angka ini hanyalah puncak gunung es, mengingat banyak kasus yang tak terlaporkan.
"Perjudian, baik offline maupun online, bersifat adiktif. Kecanduan ini memicu dampak sosial yang buruk," ungkap Asrorun Ni’am. "Korban bisa terjerat masalah ekonomi, terlilit hutang, dan menghadapi berbagai problem sosial lainnya. Ini masalah serius yang membutuhkan penanganan menyeluruh dan segera."
Bahaya judol tidak hanya sebatas pada individu. Dampaknya meluas ke keluarga, masyarakat, dan bahkan perekonomian nasional. Kehilangan penghasilan dan aset akibat judi online dapat menyebabkan kemiskinan, meningkatkan angka kriminalitas, dan menghambat pembangunan sosial-ekonomi. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang terdampak judol juga berisiko mengalami trauma psikologis dan masalah sosial lainnya. Mereka mungkin akan mengalami kesulitan dalam pendidikan, hubungan sosial, dan perkembangan emosional.
Untuk mengatasi masalah ini, Asrorun Ni’am menekankan pentingnya pendekatan terpadu yang memadukan aspek punitif (penegakan hukum) dan rehabilitatif. Penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan mencegah penyebaran judi online. Namun, hal ini tidak cukup. Rehabilitasi juga sangat penting untuk memulihkan para korban, memberikan mereka kesempatan untuk memperbaiki diri, dan membangun kembali kehidupan mereka.
"Rehabilitasi bukan hanya sekedar pengobatan kecanduan, tetapi juga pemulihan psikologis dan sosial," tambah Asrorun Ni’am. "Korban perlu mendapatkan dukungan dan bimbingan untuk mengatasi trauma, membangun kembali hubungan keluarga, dan menemukan kembali tujuan hidup mereka."
Selain itu, pemerintah perlu mengambil langkah preventif yang lebih efektif. Pemblokiran platform judi online secara berkelanjutan menjadi kunci, meskipun pengembang judi online kerap membuat situs baru dengan cepat. Upaya ini harus diiringi dengan peningkatan literasi digital di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda, untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya judi online dan cara untuk menghindarinya. Pendidikan dan sosialisasi mengenai bahaya judi online perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di berbagai jenjang, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Lebih lanjut, pemerintah juga perlu memperkuat kerjasama internasional untuk memblokir situs judi online yang beroperasi di luar negeri. Kerjasama ini perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk penyedia layanan internet, lembaga keuangan, dan otoritas terkait di negara lain. Pemantauan dan pengawasan yang ketat terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan juga perlu ditingkatkan untuk mencegah pencucian uang yang terkait dengan judi online.
Peran media massa juga sangat penting dalam mengkampanyekan bahaya judi online dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Media massa perlu menyajikan informasi yang akurat dan objektif tentang dampak negatif judi online, serta memberikan ruang bagi korban untuk berbagi cerita dan pengalaman mereka. Hal ini dapat membantu masyarakat memahami betapa seriusnya masalah ini dan mendorong mereka untuk mengambil tindakan pencegahan.
Perlu diingat, judi online bukan sekadar permainan. Ini adalah ancaman serius yang dapat menghancurkan kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Penanganan masalah ini membutuhkan komitmen dan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait. Hanya dengan pendekatan terpadu dan komprehensif, kita dapat berharap untuk mengatasi masalah ini dan melindungi generasi muda dari bahaya judi online. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi seluruh anggota masyarakat, bebas dari ancaman judi online yang mematikan. Kita perlu bertindak sekarang sebelum lebih banyak orang menjadi korban. Masa depan generasi muda bangsa ini berada di tangan kita.