Jakarta – Istilah “jihad” dan “perang” seringkali digunakan secara bergantian, bahkan dianggap sinonim, menimbulkan kesalahpahaman yang mendalam tentang ajaran Islam. Padahal, keduanya merupakan konsep yang berbeda secara fundamental, dengan perang hanyalah salah satu manifestasi dari konsep jihad yang jauh lebih luas dan komprehensif. Pemahaman yang tepat tentang perbedaan ini krusial untuk menghindari interpretasi yang keliru dan potensial memicu ekstremisme.
Jihad: Lebih dari Sekadar Perang
Secara etimologis, kata "jihad" berasal dari akar kata bahasa Arab jaa-ha-da, yang menghasilkan turunan seperti jahd dan juhd. Kata-kata ini, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur tafsir dan studi keislaman, menunjukkan beragam makna, meliputi usaha maksimal, kesungguhan, pengorbanan, tantangan, bahkan kesulitan dan penderitaan. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah misalnya, merangkum inti jihad sebagai pemberian usaha terbaik yang berujung pada pengorbanan diri demi mencapai tujuan mulia.
Definisi jihad pun berkembang seiring dengan konteks pemahaman keagamaan. Taufiq Ali Wahbah dalam karyanya, Jihad dalam Islam, mendefinisikan jihad sebagai penggunaan segala potensi, termasuk kekuatan fisik, untuk menjalankan jalan Allah SWT. Ini mencakup penyebaran ajaran Islam dan penegakan kebenaran Ilahi di muka bumi. Namun, penting untuk ditekankan bahwa kewajiban jihad dalam konteks ini hanya muncul ketika umat Islam menghadapi ancaman nyata terhadap eksistensi agama dan keselamatan mereka. Jihad, dalam pemahaman ini, bukanlah panggilan untuk agresi, melainkan respons defensif terhadap agresi.
Konsep jihad meliputi berbagai dimensi. Ia bukan hanya terbatas pada peperangan fisik ( jihad bil saif), tetapi juga mencakup jihad dalam berbagai bentuk lainnya, seperti:
-
Jihad bil qalam (jihad dengan pena): Upaya menyebarkan ilmu pengetahuan, menulis, dan menyampaikan kebenaran melalui karya tulis dan media lainnya. Ini merupakan bentuk jihad intelektual yang sangat penting dalam memperkuat pemahaman dan penerapan ajaran Islam.
-
Jihad bil mal (jihad dengan harta): Penggunaan harta kekayaan untuk membantu sesama, membiayai kegiatan amal, dan mendukung perjuangan kebaikan. Infak, sedekah, dan zakat merupakan manifestasi dari jihad bil mal yang mencerminkan kepedulian sosial dan keadilan ekonomi dalam Islam.
-
Jihad bil lisan (jihad dengan lisan): Upaya menyampaikan kebenaran, mengajak kepada kebaikan, dan mencegah kemungkaran melalui dakwah dan komunikasi yang efektif. Ini merupakan bentuk jihad yang menuntut kearifan, kesabaran, dan kemampuan berdialog yang konstruktif.
-
Jihad bil nafs (jihad melawan hawa nafsu): Upaya untuk melawan hawa nafsu dan sifat-sifat tercela dalam diri sendiri. Ini merupakan bentuk jihad yang paling fundamental, karena merupakan pondasi bagi terwujudnya kebaikan dalam diri individu dan masyarakat. Menghindari perbuatan dosa, menjaga akhlak mulia, dan senantiasa bermuhasabah diri merupakan bagian penting dari jihad ini.
-
Jihad bil amal (jihad dengan amal): Upaya untuk melakukan amal saleh dan kebaikan di berbagai bidang kehidupan. Ini mencakup berbagai aktivitas positif yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Dengan demikian, jihad dalam Islam merupakan konsep yang sangat luas dan multidimensi, meliputi berbagai bentuk perjuangan dan pengorbanan demi menegakkan kebenaran dan kebaikan. Perang hanyalah salah satu bentuk jihad, dan bahkan bukan bentuk yang utama atau selalu diutamakan.
Perang dalam Islam: Jalan Terakhir yang Diatur Ketat
Berbeda dengan jihad, perang (harb) dalam Islam didefinisikan sebagai konfrontasi bersenjata antara dua atau lebih pihak yang saling menyerang dengan menggunakan senjata. Perang memiliki dampak yang sangat destruktif, mengakibatkan kerugian jiwa, kerusakan harta benda, dan penderitaan yang meluas. Oleh karena itu, Islam memandang perang sebagai jalan terakhir yang hanya dibenarkan dalam kondisi yang sangat mendesak dan memenuhi persyaratan yang sangat ketat.
Dasar hukum diperbolehkannya perang dalam Islam terdapat dalam Al-Quran. Surat Al-Hajj ayat 39 memberikan izin berperang, namun dengan menekankan bahwa izin tersebut hanya berlaku bagi mereka yang dizalimi: "Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dizalimi. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa untuk menolong mereka." Ayat ini menegaskan bahwa perang hanya dibenarkan sebagai bentuk pembelaan diri terhadap serangan dan penindasan.
Surat Al-Anfal ayat 60 juga menekankan pentingnya persiapan dan kekuatan dalam menghadapi musuh, namun tetap dalam konteks pertahanan diri: "Persiapkanlah untuk (menghadapi) mereka apa saja yang kamu mampu berupa kekuatan dan pasukan berkuda…" Ayat ini tidak menyerukan agresi, melainkan menekankan perlunya kesiapan dan kekuatan untuk menghadapi ancaman yang nyata.
Dalam konteks hukum Islam, perang harus memenuhi beberapa syarat penting, antara lain:
-
Adanya ancaman nyata terhadap keselamatan jiwa, harta benda, atau kehormatan umat Islam. Perang bukan sekadar untuk ekspansi teritorial atau penyebaran agama secara paksa.
-
Perang harus menjadi jalan terakhir setelah upaya damai telah dilakukan. Islam sangat menekankan penyelesaian konflik secara damai dan menghindari peperangan sebisa mungkin.
-
Perang harus dilakukan dengan cara yang adil dan sesuai dengan hukum perang Islam. Islam menetapkan aturan perang yang sangat ketat, melarang pembunuhan warga sipil, penghancuran infrastruktur sipil, dan berbagai bentuk kejahatan perang lainnya. Prinsip-prinsip humaniter harus dipatuhi secara ketat.
-
Tujuan perang harus jelas dan terukur, yaitu untuk menghentikan agresi dan melindungi umat Islam. Perang tidak boleh dilakukan tanpa tujuan yang jelas dan terukur, dan tidak boleh dilakukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
-
Komandan perang harus memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai. Komandan perang harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hukum perang Islam dan mampu memimpin pasukan dengan adil dan bijaksana.
Kesimpulan: Menghindari Kesalahpahaman yang Berbahaya
Perbedaan antara jihad dan perang dalam Islam sangatlah jelas. Jihad merupakan konsep yang luas dan komprehensif yang mencakup berbagai bentuk perjuangan dan pengorbanan demi kebaikan, sedangkan perang hanyalah salah satu bentuk jihad yang hanya dibenarkan dalam kondisi darurat dan dengan persyaratan yang sangat ketat. Menyamakan keduanya merupakan kesalahpahaman yang berbahaya dan dapat memicu interpretasi yang ekstrem dan menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Pemahaman yang tepat tentang perbedaan ini sangat penting untuk menghindari misinterpretasi dan mencegah penggunaan istilah "jihad" untuk membenarkan tindakan kekerasan dan terorisme. Islam adalah agama damai yang menekankan penyelesaian konflik secara damai dan menghindari peperangan sebisa mungkin. Perang hanya dibenarkan sebagai bentuk pembelaan diri terakhir dalam menghadapi ancaman nyata terhadap keselamatan dan eksistensi umat Islam, dan harus dilakukan sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip hukum perang Islam yang menekankan keadilan dan kemanusiaan. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk memahami dengan benar ajaran Islam dan menghindari interpretasi yang keliru yang dapat menimbulkan konflik dan kekerasan. Pendidikan agama yang benar dan komprehensif menjadi kunci utama dalam mencegah kesalahpahaman dan ekstremisme.